Shamila menangis tersedu-sedu. Ia membenci dirinya sekarang. Shami yang lemah yang perlu dikasihani. Ia benci. Ia menatap Kiara yang masih setia di tempatnya.
"Lo ngapain masih di sini? Mau ngetawain gue, huh?"
"Kak, gue nggak ada niatan buat lakuin itu ke lo, Kak."
"Lo baik ke gue biar apa? Biar semua orang nganggep lo baik? Lo udah ambil semua dari gue, Kiara." Kiara terus mengumandangkan kalimat tidak enak di telinga Kiara.
"Kak, tenang, kak. Keadaan lo nggak baik buat bayi lo."
"Ra, gue tanya sama lo, gimana rasanya punya bayi yang nggak jelas anak siapa. Gue tertekan, Ra. Gimana gue bisa tenang."
"Kak, lo harus sabar, gue emang nggak ngerti rasanya jadi lo, tapi gue tau apa yang lo rasain."
"Gue enggak tau harus gimana, Ra. Gue cuma khawatir sama bayi gue. Dia bakal lahir tanpa ayah. Gue takut dia bakalan malu nantinya" Shami mulai memelankan suaranya. Mungkin, menceritakan masalahnya pada Kiara bukan hal yang buruk.
"Lo nggak jijik sama gue, Ra?"
"Kenapa gue harus nglakuin itu?"
"Gue perempuan kotor, Ra."
"Gue nggak peduli soal itu. Yang gue peduliin itu, lo kakak gue, sekarang."
"Makasih ya, Ra. Ternyata, lo baik banget. Reagive beruntung punya lo."
"Bukan, gue yang beruntung punya Kak Reagive." Kiara tersenyum membayangkan wajah Reagive.
"Nggak kayak gue. Hidup gue sial banget."
"Kalo boleh gue tau, lo kayak gini, kenapa?"
"Gue nggak tau, gue baru pertama kali pergi ketempat laknat itu. Gue mabuk, dan nggak tau siapa yang udah ngelakuin hal ini sama gue. Pas gue bangun gue udah di tempat lain." Shami masih terisak. Ia tak bisa berhenti sesenggukan.
"Hari itu, gue frustasi. Gue nggak tau mau ngapain. Gue shock denger pernikahan lo sama Reagive. Hidup gue hancur, Ra." Kiara membelalakkan matanya. Sepenting itukah Reagive bagi Shamila?
"Kak, gue minta maaf ya, gue nggak tau kalo Reagive sebegitu berartinya buat lo." Kiara ikut menitikkan air matanya. Hatinya ikut sakit mendengar pengakuan Shami.
"Semuanya udah terlanjur, Ra. Reagive udah jadi milik lo. Dan gue, udah nggak ada harapan lagi buat menikah. Gue bakal rawat bayi gue sendiri."
"Nggak, Kak. Pasti ada orang yang mau nerima kakak apa adanya."
"Siapa, Ra?" Suara Shami sudah parau. Semangat hidupnya hilang sudah. Tidak ada makna lagi yang bisa membuatnya bertahan.
"Seandainya, lo nggak pernah muncul di kehidupan Reagive, seandainya lo bukan anak papa, gue nggak akan kayak sekarang. Mereka nyingkirin gue dari hati dan pikiran mereka demi lo. Dulu, Reagive selalu nurutin apa yang gue mau. Dia bahkan rela jadi bahan omelan Tante Rani demi gue. Setelah ada lo, semuanya berubah, Ra. Makasih buat semuanya, Nona Lange." Ucapan Shami memang pelan. Tapi, sangat menusuk relung hati Kiara dalam. Ia tidak bisa memungkiri, bahwa Shami sudah mengenal Reagive jauh sebelum ia mengenalnya. Benar. Jika saja Shami tidak pernah mengenal dirinya, kehidupannya pun tak akan seperti ini. Menyalahkan Shami? Tidak mungkin. Perempuan itu benar, Kiara yang salah.
"Ra, lo bisa keluar sekarang." Usirnya halus. Kiara tak menjawab apapun. Membiarkan Shami sendiri mungkin hal yang terbaik. Perempuan itu perlu waktu untuk menjernihkan pikirannya. Kiara keluar dari kamar Shami secepatnya. Ia harus menemui Gina. Kiara mencari Gina ke seluruh rumah. Sampai akhirnya, ia menemui Gina di kamarnya.
"Ma, Kiara boleh masuk?"
"Masuk, Ra."
"Ma, Kak Shami......." Kiara menggantungkan kalimatnya. Ia tak mau membuat Gina tersinggung dengan ucapannya.
"Iya, Ra, mama juga bingung. Mama harus ngapain?"
"Kak Shami butuh dukungan, Ma. Dia nggak bisa lewatin ini semua tanpa mama." Kiara berucap lembut.
"Mama harus apa? Mama takut dengan masa depan Shami, masa depan cucu mama." Air mata Gina mengucur deras.
"Aku pasti bakal bantuin mama sama Kak Shami. Aku janji, Ma. Kita bakal cari solusinya bareng-bareng."
"Makasih ya, Ra." Gina memeluk Kiara erat. Benarkah ini kesalahan Kiara? Kiara ikut menangis lagi di pelukan Gina. Sakit sekali rasanya.
***
Kiara tak berhenti menyalahkan dirinya. Keadaan macam apa ini? Yang terjadi pada Shami memang salahnya? Atau salah perempuan itu sendiri? Hatinya ngilu melihat kondisi Shami sekarang. Tapi di sisi lain, ia tidak akan membiarkan hal ini terjadi berkelanjutan. Shami tetaplah kakaknya. Meskipun, mereka baru menjalin hubungan kurang dari satu minggu. Kiara bisa mersakan sakit Shamila. Ia teringat betapa bundanya selalu baik pada semua orang. Dimana bundanya akan menolong siapapun yang perlu ia tolong. Meskipun, mereka adalah orang yang paling membuatnya terluka. Kiara tumbuh dengan nilai moral bundanya. Setiap langkahnya, adalah cerminan dari tindakan bundanya.
Reagive tidak bisa melihat keadaan Kiara yang seperti ini. Menyalahkan diri sendiri jelas salah. Ini bukan kesalahan Kiara. Bukan, sama sekali bukan. Shami melakukan hal semacam itu, karena dia yang tidak bisa mengontrol emosinya, hingga ia salah melangkah. Reagive meraih kedua pipi Kiara. Ia mengecup kedua matanya yang basah.
"Ini bukan salah kamu."
"Aku yang salah, Kak. Kalo aku nggak ada di kehidupan kakak, ini nggak bakal terjadi."
"Ra, aku nggak pernah nyalahin kamu karena kamu udah ada di hidup aku."
"Tapi mereka nyalahin aku, Kak. Aku seakan jadi tersangkanya di sini."
"Kenapa kamu malah pesimis kayak gini, Ra? Aku nggak pernah nyalahin kamu. Aku sayang sama kamu. Dan perasaan aku seutuhnya buat kamu. Kita lewati ini bareng." Reagive mendekap istrinya itu. Ia mengusap rambutnya lembut. Kiara hidupnya, sekarang. Ia akan ikut menderita saat orang yang ia sayangi terluka. Oa tidak akan membiarkan cintanya hilang begitu saja. Tidak akan.
"Biarin aku memperbaiki semuanya, Kak."
"Apa rencana kamu?"
"Aku belum tau, Kak." Reagive mengusap air mata Kiara. Ia benci saat Kiara meneteskan air matanya karena suatu hal yang tidak pernah dilakukannya.
"Kita cari solusinya bareng-bareng." Reagive mencoba menenangkan. Kiara terus menangis dalam dekapan Reagive. Ia tidak akan menghentikan tangisan Kiara kali ini. Biarkan ia melepaskan semua beban di pikirannya. Kadang, membiarkan seseorang menangis juga perlu. Berharap beban yang ia rengkuh bisa hilang bersama tetesan air mata yang mengalir. Tangisan Kiara semakin kencang saat Reagive mengecup rambutnya. Ia tak ingin kehilangan sosok Reagive dalam hidupnya. Bolehkah ia egois kali ini? Jika ada hal yang harus dilepaskan lagi, ia akan melepaskan semuanya, kecuali Reagive. Ia tidak bisa melakukannya.
______________________________________
Kira-kira bakal gimana nih akhirnya. Sad, happy atau open ending? Kayaknya sebentar lagi end deh.
Votementnya yuk
Lup❤
R

KAMU SEDANG MEMBACA
PSITHURISM
Ficção AdolescenteGadis itu tak pernah menyangka bahwa kematian sang ibu akan membawa petaka lain dalam hidup damainya. Ia dipaksa menikah dengan kakak kelasnya sendiri. Pernikahan tanpa cinta itu benar-benar merubah segalanya. Ketika ego masih menjadi senjata dari...