Tak terasa Kiara sudah tidur terlelap. Kalau bukan suara jendela yang terbuka karena angin, mungkin Kiara tidak akan terbangun. Ia bangkit lalu menutup kembali jendelanya. Ia melirik jam beker di sebelah tempat tidurnya. Pukul dua dini hari. Kiara penasaran apakah Reagive sudah pulang atau belum. Kiara menuju kamar Reagive. Berulang kali ia mengetuk, namun tak ada jawaban sama sekali. Tak ingin penasaran terlalu lama, Kiara langsung masuk saja. Masih di ambang pintu, Kiara sudah mendengar racauan Reagive. Ia terbujur di atas kasur. Pantas saja, panggilannya tak di jawab. Rupanya suaminya sakit. Kiara mendekati kasur king size Reagive. Ia mendudukkan dirinya di tepi ranjang. Kemudian menempelkan punggung tangannya di dahi Reagive.
"Lo demam. Gue kompres, yah." Reagive masih tak membalas Kiara.
"Ganti baju aja dulu deh." Pinta Kiara
"Lemes, Ra."
"Bangun dulu bentar. Baju lo yang ini basah."
"Nggak bisa, Ra. Badan gue berasa remuk semua."
"Duh, masa mau digantiin, sih." Kiara berpikir sejenak. Tidak mungkin ia akan menelpon mama dini hari seperti ini. Mama pasti akan sangat khawatir. Ah, tidak apa, ini kan darurat. Akhirnya, Kiara mau tak mau menggantikan baju Reagive. Tubuh Reagive sangat berat, sehingga kiara agak kesusahan saat akan mengganti baju Reagive.
Setelah dirasa Reagive sudah tertidur lagi, Kiara hendak pergi ke kamarnya kembali. Takut laki-laki itu terbangun. Sebelum ia sempurna berdiri dari ranjang Reagive, laki-laki itu sudah terlebih dahulu mencekal pergelangan tangannya.
"Ra, lo bisa di sini aja nggak?biasanya, kalo gue sakit, mama selalu nemenin gue sampe pagi."
"Tap....tapi..."
"Please." Pinta Reagive memelas. Kiara mengangguk pelan. Kalau dilihat, suaminya ini sama seperti anak berusia tujuh tahun saat sakit. Sangat manja. Tak lama, Reagive sudah memejamkan matanya kembali. Kiara mengulum senyumnya. Wajah Reagive terlihat sangat polos. Seperti anak kecil yang tidak tahu apa-apa.
Kiara memilih untuk tidur di kursi panjang dekat kasur Reagive. Tidak mungkin kan ia akan tidur di atas kasur yang sama dengan Reagive? Bisa bahaya kalau terjadi sesuatu. Kiara bergidik ngeri membayangkan apa yang baru saja melintas di pikirannya.
***
Untung hari ini adalah hari libur. Hingga Reagive bisa beristirahat lebih lama. Badannya sudah agak mendingan. Demamnya juga sudah mulai turun. Tapi rasa lemas di tubuhnya belum kunjung hilang. Mungkin karena tenaga habis saat turnamen kemarin. Untung saja ada Kiara yang mau merawatnya. Biasanya mama cerewetnya lah yang akan merawat dirinya kala sakit.
Kiara masuk ke kamar Reagive dengan membawa semangkuk bubur dan teh hangat. Ia melihat kalau suaminya itu sudah agak mendingan. Buktinya ia sudah bisa duduk sekarang.
"Sarapan dulu yah, Kak."
"Lo nggak nanyain gue udah baikan apa belum?"
"Lo udah bisa duduk dan udah nggak ngigo lagi. Itu tandanya, lo udah baikan, Kak."
"Lo tuh, bisa nggak sih, perhatian dikit sama gue. Gue lagi sakit, Ra."
"Drama banget si, Lo. Yang jagain lo semaleman siapa? Enggak perhatiannya dimana coba?" Kiara tak mau kalah. Bisa-bisanya Reagive mengatai dirinya tidak perhatian. Kalo seperti ini akhirnya, untuk apa dia rela tidur di kursi panjang semalam. Dasar.
Ting.
Suara bel apartment mereka berbunyi. Kiara pergi membukakan pintu dan melihat siapa yang datang sepagi ini.
"Mama." Kiara terkejut dengan kehadiran Rani. Apakah mertuanya itu tau kalau anaknya sakit? Perasaan ia belum sama sekali menghubungi ibu mertuanya itu?
"Iya, Sayang, ini mama."
"Masuk, Ma."
"Reagive mana, Sayang?"
"Kak Reagive sakit, Ma."
"Sakit?" Rani terpekik kaget mendengar ucapan Kiara. Dengan setengah berlari, Rani pergi ke kamar anaknya.
"Kamu sakit, Give?"
"Enggak kok, Ma. Reagive cuma masuk angin dikit."
"Give, kamu tuh gimana sih? Mama kan udah sering bilang, kalo main jangan sampe larut gitu. Udah jadi suami juga. Jadinya gini, Kan?"
"Reagive udah sembuh kok, Ma." Rani heran sendiri dengan kekeras kepalaan putranya itu. Sudah sebesar ini, tapi masih suka seenaknya sendiri. Apalagi putranya itu sudah menikah sekarang.
Rani keluar dari kamar Reagive dan mendapati menantu kesayangannya tengah duduk di sofa depan tv. Ia menghampiri Kiara dan duduk di sebelahnya.
"Mama. Mama butuh sesuatu?"
"Enggak, Sayang. Mama cuma mau ngomong sama kamu." Kiara mengernyitkan dahinya bingung.
"Ngomong apa, Ma?"
"Makasih ya, Ra, kamu udah mau jadi mantu mama. Dan ngurusin anak mama yang... Yah kamu tau sendiri gimana. Ini pasti nggak mudah buat kamu." Gadis itu tersenyum.
"Makasih juga yah, Ma. Berkat kalian Kiara jadi ngerasa punya keluarga lagi. Kiara nggak kesepian lagi. Makasih juga udah mau nganggep Kiara seperti anak mama sendiri." Kiara memeluk erat tubuh wanita paruh baya ini. Sungguh pelukannya hangat. Sama seperti bundanya. Mudah sekali memberikan kenyaman baginya. Ia jadi merindukan bundanya. Andai saja bunda tau, ada wanita yang mampu menyayanginya seperti dirinya, ia pasti bahagia.
'Bun, Ara kangen sama bunda.'
***
"Mama nginep sini aja yah, Give." Sukses, kalimat itu membuat Reagive maupun Kiara kalang kabut. Bagaimana ini? Itu artinya mereka akan tidur sekamar malam ini. Lagi.
"Kamarnya ada dua kan, Give?" Reagive menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.
"Iya, Ma, ada dua."
"Lagian mama lagi males pulang. Papa kamu lagi di luar kota juga."
Tidak ada alasan bagi mereka untuk menolak. Mama memang selalu memberikan kejutan tak terduga.
"Kalo gitu biar Kiara beresin kamar mama dulu." Dustanya. Padahal ia hendak mengemasi barang-barangnya untuk dipindahkan ke kamar Reagive. Tentu saja sampai mama kembali pulang.
***
Akibat dari Rani yang ikut tidur di apartment meraka, jadilah mereka di sini sekarang. Di kamar utama. Lebih tepatnya di kamar Reagive.
"Kak? Ki..ki..kita tidur seranjang?"
"Lebay lo."
"Tapi, ja..jangan satu selimut, yah." Reagive mencebikkan bibirnya. Gadis ini selalu saja berlebihan.
"Lagian kenapa sih? Udah halal juga. Kalo khilaf ya bonus." Sukses, mata Kiara langsung terbuka selebar-lebarnya. Melihat hal itu, Reagive ingin sekali tertawa. Ternyata istrinya ini masih sangat polos.
"Elah, gue bercanda kali. Emang lo mau tidur di sofa lagi kayak semalem?" Mendengar ucapan Reagive, membuat kiara bisa bernapas lega. Ternyata Reagive tak sungguh-sungguh dengan ucapannya. Bisa runyam mentalnya, kalo itu sampai terjadi.
"Enggak juga, sih. Cukup semalem aja gue tidur di sofa. Ini aja badan gue masih sakit-sakit."
"Terus, lo ngapain masih disitu?"
"Eummm gue mau nugas dulu. Banyak banget, mana harus dikumpulin besok lagi. Pak Surip kalo ngasih tugas nggak kira-kira."
"Tugas dari kapan?"
"Seminggu yang lalu."
"Itu sih, lo nya aja yang males. Nggak usah nyalahin tugas apalagi guru."
"Iya deh, yang anak rajin." Ejek Kiara.
______________________________________
Segini dulu. Ini mata udah lelah banget.
Semoga suka.
Votementnya jangan lupa
Lup❤
R
KAMU SEDANG MEMBACA
PSITHURISM
Teen FictionGadis itu tak pernah menyangka bahwa kematian sang ibu akan membawa petaka lain dalam hidup damainya. Ia dipaksa menikah dengan kakak kelasnya sendiri. Pernikahan tanpa cinta itu benar-benar merubah segalanya. Ketika ego masih menjadi senjata dari...