Dua Puluh Delapan

730 40 0
                                    

Setelah kejadian hari itu, baik Kiara maupun Reagive masih diselimuti kecanggungan. Kiara pun selalu menghindarinya. Saat sarapan, mereka tak saling bicara. Reagive juga selalu pulang larut malam. Mereka kembali menjadi orang asing seperti dulu. Tak ada yang berniat untuk memperbaikinya terlebih dahulu. Reagive yang selalu menyibukkan diri dengan berbagai urusannya dan Kiara yang tak peduli dengan keadaan mereka, membuat  hubungan keduanya kembali merenggang.

Sepele memang. Namun, jika tidak segera diselesaikan akan menyulut api yang lebih besar lagi. Bahkan, Reagive tak pulang ke apartmen beberapa hari ini. Ia hanya pulang untuk mengambil seragamnya. Ia memilih untuk tidur di cafenya.

Kiara masih diam melamun di kelasnya. Ia tidak habis pikir, masalahya semakin hari akan semakin bertambah saja. Ia bingung bagaimana cara menghadapi masalahnya sendiri. Jika biasanya ia akan dengan senang hati memberi solusi pada masalah orang lain, ia justru tak tau harus melakukan apa untuk menyelesaikan masalahnya.

"Ra, nongkrong lagi yuk, bentaran." Ajak Mei. Sudah beberapa hari ini, memang mereka selalu pergi setelah pulang sekolah. Kiara merasa bebas selama Reagive tidak pulang ke apartmennya.

"Iya, Ra. Biar pikiran lo lebih jernih lagi." Kiara berpikir sejenak. Rasanya, itu bukan hal yang terlalu buruk. Lagi pula, Reagive sudah tak peduli lagi padanya. Tega sekali, setelah ia mencuri first kissnya hari itu, ia langsung menghilang di hari berikutnya. Menyebalkan sekali.

"Iya deh, boleh."

"Nah, gitu, dong. Senyumnya mana?" Mei menarik kedua ujung bibir Kiara. Membuat sang empu tersenyum lebar.

"Kita mau kemana?"

"Ke cafe aja gimana? Gue ada referensi cafe yang cocok buat kita." Usul Mei.

"Gue ngikut." Balas Kiara.

Sepulang sekolah, mereka benar-benar pergi hangout. Sudah berapa kali Kiara pergi tanpa izin Reagive. Dan setiap kali ia melakukannya, selalu berakhir pertengkaran dengan Reagive. Untuk kali ini, Kiara merasa tidak akan terjadi apapun. Reagive pun entah masih peduli atau tidak. Iyakan?

Mei memesan beberapa makanan dan dessert untuk mereka. Kiara hanya mengaduk-aduk makanannya tanpa berpikir untuk memakanya. Kiara tidak tau kalau Mei membawanya ke cafe Reagive. Ia menyesal tidak bertanya terlebih dahulu. Sekarang ia harus menyaksikan hal yang paling ia hindari.bShit. Pemandangan yang ada di depannya saat ini sangat menghancurkan moodnya. Ingin sekali ia melempar makanan ini ke wajah mereka. Bukannya menyelesaikan masalah mereka, Reagive malah asyik dengan teman-temannya. Parahnya lagi, mengapa harus Shamila yang berada di samping laki-laki itu. Mereka terlihat akrab sekali. Ica dan Mei yang melihat fokus Kiara beralih, mencoba mengukuti arah pandangannya. Ica menghembuskan napasnya berat.

"Lo mau pulang aja?"

"Enggak papa. Bukannya gue harus terbiasa. Iya kan?" Baik Mei maupun Ica hanya tersenyum. Mereka tak berhak ikut campur terlalu jauh dalam masalah Kiara.

Menit demi menit cepat berlalu. Teman-temannya Reagive sudah pulang sedari tadi. Tak terkecuali Ica dan Mei. Mereka sudah mengemasi tas mereka.

"Lo mau kita anter?"

"Gue udah pesen taksi online."

"Ya udah, kita duluan, yah." Kiara mengangguk. Setelah mereka pergi Kiara menghampiri Reagive yang tengah berdiri di dekat kasir.

"Ada waktu?" Tanya Kiara tanpa ekspresi.

"Kenapa?"

"Kita harus bicara."

"Ikut aku." Reagive mengajak Kiara ke lantai dua. Ada ruangan pribadi Reagive serta kamar yang biasa ia gunakan untuk beristirahat. Pantas saja, Reagive tidak pulang. Ada tempat tinggal layak huni di sini.

PSITHURISMTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang