Sampai sore, Kiara sama sekali tak mau berbicara dengan Reagive. Ia masih kesal setengah hidup. Tapi, sepertinya, Reagive sudah mulai tak nyaman dengan kecanggungan mereka. Ia berpikir keras untuk bisa mengambil hati Kiara untuk memaafkannya. Mungkin kali ini mengalah lebih baik. Mau sampai kapan mereka terus seperti ini. Biasanya, Kiara yang selalu meminta maaf dulu. Tapi, sepertinya kali ini, Kiara tidak berencana untuk melakukannya. Buktinya, sudah seharian gadis itu tak mau menemuinya. Berarti kali ini, Reagive yang harus melakukannya.
Reagive berdiri di depan kamar Reagive. Ia hanya berkacak pinggang dan memikirkan apa yang harus dia lakukan.
"Cewek, kalo ngambek diapain, yah?" Reagive berjalan mondar-mandir di depan kamar Kiara. Reagive mengetuk pintu kamar Kiara pelan. Kiara membuka pintunya sebentar, namun setelah melihat wajah Reagive, ia menutupnya kembali. Untung saja kaki Reagive cukup kuat untuk menahannya.
"Lo apaan si? Minggir, atau gue injek?"
"Ra, lo jangan marah mulu dong. Gue minta maaf soal yang kemaren."
"Lo minta maaf cuma bawa badan sama modal mulut doang?" Kiara memperhatikan, jika tidak ada yang dibawa laki-laki itu. Cih. Ini yang namanya minta maaf.
"Ya gue harus ngapain?"
"Lo itu, emang cuek, nggak peduli, apa bego, sih? Dimana-mana kalo mau minta maaf ke cewek itu pake sesuatu yang romantis. Bawa hadiah kek. Apa gitu, nah lo, nggak modal." Cibir Kiara.
"Lo kok, malah ngatain gue sih? Masih untung, gue mau minta maaf sama lo. Lo malah kayak gini. Gue cium tau rasa lo." Balas Reagive tak mau kalah. Mendengar itu, Kiara langsung menutup mulutnya dan menggeleng cepat. Ia melotot tajam ke arah Reagive.
"Lo jangan macem-macem, yah."
"Gue suami lo, kalo lo lupa."
"Ya tapi, gue nggak mau." Bantahnya keras.
"Gue suka pemaksaan." Reagive menampilkan seringaian jahilnya. Dengan sekali gerakan ia berhasil mengunci tubuh Kiara. Bahkan kini, Kiara dapat merasakan dengan jelas deru napas Reagive. Habislah dia kali ini. Ia tak bisa berkutik. Tubuh Reagive terlalu besar untuk Kiara. Ia bahkan sampai tidak bisa bergerak. Seandainya dinding dibelakangnya ini bisa ia tembus. Ia ingin menghilang saat ini juga. Wajah Reagive sudah kian dekat. Dengan sekuat tenaganya, Kiara mendorong tubuh Reagive. Ah, terlalu kokoh untuk Kiara. Bagaimana ini?
"Give, lepasin gue."
"Lo harus maafin gue dulu."
"Iya iya gue maafin."
"Dari tadi kek." Reagive memundurkan tubuhnya. Menjauh dari Kiara. Akhirnya, Kiara bisa bernapas lega. Kiara mencubit lengan Reagive, sampai dia meringis kesakitan.
"Harusnya tadi, gue langsung aja. Biar lo tau rasa." Reagive langsung melenggang pergi. Dan jangan lupakan, seringaiannya itu cukup euwwh.....menakutkan.
"Bercanda lo nggak lucu, Kak." Teriak Kiara setelah memastikan bahwa Reagive sudah meninggalkan kamarnya. Reagive akhir-akhir ini selalu bertindak sesuatu yang membahayakan kesehatan jantungnya. Entah apa yang ada di pikiran laki-laki itu.
"Emang kurang micin tuh orang. Nggak tau apa jantung gue udah loncat-loncat."
***
Pagi indah milik Kiara, harus berantakan saat Reagive mengobrak abrik lemarinya.
"Lo nyari apaan sih?"
"Dasi seragam gue. Loa ada liat nggak?"
"Masa sampe sini sih, Kak."
"Ya siapa tau."
"Yang abu?" Reagive mengangguk.
"Gue buat lap washtafle semalem. Abisnya kucel banget."
KAMU SEDANG MEMBACA
PSITHURISM
Teen FictionGadis itu tak pernah menyangka bahwa kematian sang ibu akan membawa petaka lain dalam hidup damainya. Ia dipaksa menikah dengan kakak kelasnya sendiri. Pernikahan tanpa cinta itu benar-benar merubah segalanya. Ketika ego masih menjadi senjata dari...