30. Teman

183 22 11
                                    

Jisoo tersenyum mengingat kecupan lembut dikeningnya pagi tadi.

"Kalau ada apa-apa hubungi aku" perintah Jinyoung sebelum Ia berangkat ke kantornya.

"Lo abis menang lotre?" ucap Rey selagi menyiapkan dua pesanan ice americano.

Jisoo terkekeh dengan ucapan Rey, "Enggaa".

"Dapet kupon belanja?" lanjut Rey.

Jisoo mengerutkan keningnya, "Engga juga" .

Rey pergi menyerahkan dua pesanan tadi, kemudian kembali dengan senyum manis diwajahnya.

"Lo seneng, gua juga ikut seneng, Ji" ucap Rey tersenyum manis ke arah Jisoo. Jisoo tahu Rey teman yang baik. Tentu saja kalau tidak sedang dalam mode jahilnya.

"Sering-sering kaya gini ya" lanjut Rey

Lagi-lagi Jisoo mengerutkan keningnya,
"Kenapa?"

"Pelanggan kita jadi makin banyak", senyum diwajah Rey semakin mengembang, Ia menepuk bahu Jisoo kemudian kembali menyiapkan pesanan lainnya.

Suara lonceng dari arah pintu terdengar, menandakan seseorang baru saja masuk.

"Selamat datang di Long Black cafe" ucap Jisoo dan Rey bersamaan.

Jisoo meninggalkan pesanan yang sedang Ia buat dan dengan sigap berjalan menuju kasir. Seorang pria yang sepertinya seumuran dengan Jisoo berdiri di seberang meja kasir.

"Silahkan pesanannya" ucap Jisoo sambil menunjukkan senyum manisnya

Bukannya melihat ke arah menu. Pria itu malah tersenyum menatap Jisoo lamat-lamat. Jisoo mengalihkan pandangannya dan memutuskan untuk memfokuskan diri ke layar komputer di depannya. Jisoo sudah berkali-kali mengalami situasi seperti ini, terlebih dengan pelanggan cafe. Jadi, Jisoo sudah mulai terbiasa dan mulai tahu cara menghadapinya.

"Kim Jisoo?", Jisoo menoleh, pria itu baru saja menyebutkan namanya? Darimana dia tahu?

Jisoo menatap pria itu aneh sekaligus dengan wajah bingung.

"Kamu tidak ingat?" lanjut pria itu.

Jisoo mengerutkan keningnya, menajamkan penglihatannya sekaligus berusaha menggali memori dalam otaknya. Nihil, Jisoo tidak ingat apapun.

Seakan membaca pikiran Jisoo, pria itu kembali berkata "Boem Seok, anak fotografi".

Jisoo menggali kembali ingatannya. Ah. Beom Seok si ahli fotografi. Tentu saja ingat. Jisoo memang pernah bergabung dengan club fotografi. Tapi, Jisoo tidak aktif disana. Akibat kewalahan dengan tugas-tugas kampusnya, Jisoo hanya bergabung selama dua bulan. Ia tidak sempat bersosialisasi dengan baik.

Seingat Jisoo mereka tidak kenal dekat. Rasanya canggung sekali. Tapi, Jisoo enggan menyakiti perasaan Beom Seok. Rasanya sakit bukan ditolak teman sendiri? Lebih baik berpura-pura sekaligus mengapresiasi ingatannya karena masih mengenali Jisoo.

"Ahh, Iyaa sudah lama banget ya" ucap Jisoo

Beom Seok tersenyum puas. "Iyaa, kebetulan banget. Gimana kalau kita makan malam bareng? Sambil mengingat kembali masa-masa kuliah".

Eh? Haruskah? Rasanya pasti akan canggung. Jisoo melihat jam dilengannya yang masih menunjukkan pukul delapan malam. Butuh dua jam lagi hingga Jisoo selesai bekerja.

"Maaf, Aku masih harus bekerja. Mungkin lain kali" ucap Jisoo lembut berusaha tidak menyakiti.

"Tidak apa. Aku juga masih harus bertemu dengan seseorang"

Mengapa perasaan Jisoo mulai tidak nyaman? Haruskah ia terima? Ah. Memangnya kenapa dengan makan malam? Hanya makan malam.

Jisoo mengangguk mengiyakan. Beom Seok terlihat bahagia. Sangat. Jisoo bisa melihat matanya yang kini telah berbinar-binar. Beom Seok mengatakan pesanannya kemudian, duduk di pojok ruang.

Under The RainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang