35. Terlambat

225 21 2
                                    

"When you're cold I'm scared,
Perhaps are you leaving?
Is it goingtoend?
I'm afraid ourlove's going to end"
Not Fine - Day6

Jinyoung's

Ia terlambat. Lemari itu sudah setengah kosong. Jisoo pergi. Gadisnya telah pergi.

Kakinya lemas, dadanya sesak bahkan Jinyoung tidak dapat lagi menopang tubuhnya. Ia duduk di atas lantai yang dingin.

Belum sempat menerima kenyataan, ponselnya bergetar. Nama Jackson tertera dilayar. Sial. Bahkan kini tangannya bergetar. Dengan sisa tenaganya, Jinyoung mengangkat telfon tersebut.

"Stasiun Goldstein, kereta tujuan Pearson, keberangkatan jam 4, Gerbong 5, kursi 24B" ucap Jackson di seberang telfon tanpa jeda.

"Ketemu di sana. Gua siapin tiket" lanjut Jackson kemudian memutuskan sambungan telfon.

Jinyoung menoleh ke arah jam ditangannya, pukul tiga lewat empat puluh menit. Hanya butuh lima belas menit menuju stasiun. Tanpa menjawab Jinyoung buru-buru bangkit dari duduknya.

"Ya Tuhan. Ku mohon" batin Jinyoung

Selama perjalanan sosok Jisoo muncul dalam benaknya. Senyum, tawa, suara, kehangatannya, bahkan aroma strawberry di tubuhnya masih Jinyoung ingat jelas.

Jinyoung meringis membayangkan Jisoo pergi. Tidak akan ada lagi gadis yang minta dibelikan ice cream. Tidak ada lagi senyum manis yang memabukkan. Tidak ada lagi aroma strawberry disekitarnya. Ya Tuhan.

Begitu sampai, Jackson dengan pakaian yang sama sudah menunggu di pintu utama bersama dua karyawan yang berpakaian rapih. Jinyoung menyerahkan kunci mobil pada salah satu karyawan, kemudian Jackson menyerahkan tiket yang sudah dia siapkan.

Tanpa mengatakan apapun, Jinyoung bergegas menuju kereta yang dimaksud. Pukul tiga lewat lima puluh delapan menit Jinyoung berhasil masuk di gerbong nomor 5. Jinyoung menghela napas panjang, mengatur napasnya yang tidak beraturan, sambil berpegangan pada tiang terdekat sebelum kereta berangkat.

Setelah memastikan tidak ada lagi air mata yang jatuh sekaligus menguatkan diri. Berjaga-jaga kalau saja ternyata gadisnya tidak ada, menolak, atau bahkan memberontak.

Jinyoung melangkah, mencari nomor kursi yang dikatakan Jackson. 24B. Ia berjalan perlahan mengamati nomor kursi, orang yang duduk, bahkan barang di kabin. Siapa tahu Ia bisa mengenali barang milik gadisnya. Jinyoung memastikan Ia tidak melewatkan apapun.

Setelah beberapa langkah, Jinyoung mengunci pandangannya. Gadisnya di sana. Di kursi dengan nomor 24A. Sedang menatap ke arah jendela dengan rambut terurai, mengenakan sweater hitam dan earphone ditelinganya. Entah apa yang sedang Ia dengar, gadisnya sesekali tersenyum. Cantik.

Astaga. Disaat-saat seperti ini pun Jinyoung masih bisa mengagumi Jisoo.

Jinyoung menghela napas panjang. Gadisnya baik-baik saja. Gadisnya ada dihadapannya. Ia tidak pergi. Setidaknya belum. Untuk sekarang.

Jinyoung melihat tiket ditangannya yang ternyata menunjukkan nomor kursi yang Jackson sebut. 24B. Kursi yang ternyata berada tepat di samping gadisnya.

Jinyoung melangkah perlahan menuju tempat duduknya. Semakin dekat, Jinyoung bisa melihat tongkat yang disandarkan pada jendela. Jinyoung meringis, begitu melihat kondisi gadisnya. Perban di lengan dan kaki kirinya sudah tidak ada, tersisa kaki kanannya yang masih di perban.

Under The RainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang