"Aku lebih suka design yang kedua, terlihat lebih simple dan classy" ucap Asya.
Jisoo menatap empat buah design kemasan untuk produk baru mereka. Benar. Jisoo dan Asya memutuskan untuk memulai usaha mereka sendiri. Keduanya memiliki selera dan kesenangan yang sama dibidang riasan wajah.
Jisoo bergumam sebelum berkata, "Yang kedua terlihat cocok dengan brand dan pasar kita. Kalem dan classy"
"Tapi, tulisan nama produk dan logonya perlu diperjelas. Warnanya juga tanggung, jadi terlihat kusam. Ku rasa ditambahkan dua tone lagi cukup" lanjut Jisoo
Semua orang mengangguk. Baru akan melanjutkan pembahasan selanjutnya ponsel Jisoo bergetar. Nama Jinyoung tertera dilayar. Jisoo memberi isyarat pada Asya untuk tetap melanjutkan rapat sementara Jisoo keluar menerima telfon.
Jisoo menggeser layar ponselnya tepat setelah keluar dari ruang rapat. "Ada apa?" ucap Jisoo
Hening. Hanya terdengar suara napas Jinyoung diseberang telfon. "Terjadi sesuatu? Ada masalah?" lanjut Jisoo.
Terdengar Jinyoung menghela napas panjang, sebelum berkata "Tidak ada, Aku hanya ingin mendengar suaramu".
Pasti terjadi sesuatu. Setelah lima bulan menikah, Jisoo sudah paham dengan sifat suaminya. Tiap kali ada yang membuat suaminya tidak nyaman. Dia akan menelfon Jisoo atau tiba-tiba memeluk Jisoo tanpa mengatakan apapun. Jinyoung akan menceritakannya ketika masalah itu sudah selesai.
"Bilang aja kangen" ucap Jisoo sambil menarik sembarang kursi di dekatnya. Percakapan ini akan membutuhkan waktu yang lama.
"Kangen, tapi bukan sama kamu" jawab Jinyoung
Jisoo mendengus kesal, "Terus sama siapa? Sama Asya?" ucap Jisoo suaranya meninggi.
Terdengar Jinyoung terkekeh, kemudian berkata "sama Jinyoung junior".
Jisoo tersenyum dan mengelus perutnya lembut. Sudah masuk minggu ke enam, perutnya sudah terlihat sedikit buncit.
"Jinyoung junior lagi apa?" lanjut Jinyoung.
"Kenapa manggilnya Jinyoung junior terus? Kalau ternyata Jisoo junior gimana?" ucap Jisoo.
"Aku akan tetap memanggilnya Jinyoung junior, karena pasti lebih mirip papanya" jawab Jinyoung.
Jisoo mendengus kesal, mengelus perutnya kemudian berkata "Nak, jangan mirip Papamu ya. Papamu menyebalkan".
Terdengar Jinyoung lagi-lagi terkekeh kecil. "Eh jangan mendoktrin anakku yang tidak-tidak, Park Jisoo!"
"Well, itu fakta" ucap Jisoo
"Kasih telfonnya, Aku mau bicara dengan anakku" ucap Jinyoung
Jisoo terkekeh tidak percaya dengan apa yang baru saja Ia dengar, kemudian menjawab "Anakmu sedang tidur, katakan saja padaku" ucap Jisoo.
Terdengar Jinyoung menghela napas panjang sebelum berkata, "Baik-baik ya, Sayang. Papa titip perempuan kesayangan kita"
Deg. Jantung Jisoo berdetak lebih cepat. Hatinya menghangat. Lagi-lagi Jisoo tersentuh dengan perlakuan manis Jinyoung. Tanpa sadar, air matanya jatuh. Duh. Emosi yang tidak stabil, membuat Jisoo mudah menangis.
"Tiga jam lagi Papa jemput, ok?" lanjut Jinyoung. "Ok" sambung Jinyoung.
Hening. Sepertinya Jinyoung sudah selesai. Buru-buru Jisoo mengusap air matanya, kemudian berkata, "Sudah?".
KAMU SEDANG MEMBACA
Under The Rain
Hayran KurguPertemuan pertama kita saat hujan. Kisah kita berlangsung selama musim hujan. Akankah kita bahagia berkat hujan? Tapi, orang bilang hujan menyedihkan. Katanya hujan menandakan langit yang menangis. Jadi, mungkinkah kisah kita berakhir menyakitkan...