03. Idiosyncrasy

1.8K 285 20
                                    

"Bukannya tadi aku bilang titip satpam?"

Aku kebingungan mencari alasan, "Eum... Tadi satpamnya gak ada! Jadi aku aja yang anterin, gak apa kan ya?"

"Emang kamu gak masuk kelas?" Ia menoleh kemudian tersenyum. "Sini."

Perlahan, aku mendekati Singto yang sedang duduk di bibir gedung. Kakinya menjuntai langsung ke bawah. Melihatnya saja sudah ngeri. Mungkin karena aku yang takut ketinggian. Namun ia seperti menikmatinya, duduk di pinggir gedung sambil melihat pemandangan dari atap gedung sekolah sambil ditemani angin yang bersemilir lembut meski matahari terasa lebih terik dari atas kepala.

"Ini dompetnya, kak." Aku mengulurkan tanganku.

"Bukan dompetnya." Ia menepuk pelan ruang kosong di sebelahnya, mengisyaraktkan agar aku duduk di sampingnya. "Kamu yang ke sini. Duduk sama aku."

Demi tak mau melewatkan kesempatan ini. Terpaksa aku harus melawan rasa takutku. Dan aakhirnya kupaksakan diri untuk duduk di sampingnya.

"Kamu kenapa chat tiba-tiba?" Tanya Singto kemudian mengambil dompetnya.

"Uhm." Aku berfikir. "Gak apa, iseng aja."

Ia memeriksa dompetnya, "Jadi, kamu lagi bikin penelitian apa?"

"Hah?" Seketika aku langsung panik.

Singto terkekeh, "Bercanda doang kok."

Setelah itu, ia tidak berbicara apa-apa lagi. Mungkin ini memang sifat aslinya yang tidak begitu banyak bicara. Atmosfer di antara kami berubah jadi makin canggung. Rasanya aku ingin menyerah saja. Aku pun juga tak tahu lagi harus melakukan apa. Juga tak ingin membuatnya merasa terganggu.

Meski takut, aku tetap senang berada di sini. Ini pertama kalinya aku melihat Singto dari jarak yang begitu dekat. Mungkin rasanya seperti melihat sosok idola yang kau kagumi sejak lama.

Aku semakin menyadari model rambut Singto begitu sesuai dengan bentuk wajah tirusnya. Meski akhirnya berantakan karena tertiup angin, ia masih tetap tampan. Membuatku semakin ingin terus memandanginya.

"Terus kamu ngapain masih di sini?"

"Oh iya." Aku tersadar dari lamunanku. "Aku balik ke kelas dulu ya kak."

Aku gagal melakukan tugasku.

Tay harus siap dengan isu cadangannya.

"Krist?" Tiba-tiba ia memanggil.

Atau mungkin tidak.

Aku menoleh, "Iya?"

"Idiosyncrasy." Ujarnya tiba-tiba.

"Hah?" Aku kebingungan.

Orang ini aneh sekali. Tapi ia seperti memaksa isi kepalaku untuk bekerja. Memikirkan apa yang dia inginkan dariku. Apa dia akan membunuhku? Melemparkanku dari rooftop? Kata Bahasa Inggris itu terus Singto ulang dari mulutnya. Jantungku berdebar cepat sampai aku harus menutup mata.

Sampai akhirnya aku tersadar ia berbicara seperti berada di tengah kontes spelling bee.

Entah apa maksudnya ia bertingkah begitu.

"I D I O S Y N C R A S Y." Perlahan tapi pasi aku mengejanya. "Ketidakbiasaan."

Singto tersenyum puas mendengar jawabanku, "Duduk."

Aku menghela nafas lega.

Ibuku memang selalu berpesan untuk selalu jadi pemilih dalam bergaul. Tapi beginikah cara kita untuk memilah teman? Dengan mengadakan kontes spelling bee dadakan dan membuat semua orang bingung?

Idiosyncrasy - [ Singto x Krist ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang