30. Wild World

1.1K 184 5
                                    

Oh baby baby it's a wild world
It's hard to get by just upon a smile

Kakiku terasa lemas tapi tetap kupaksa ajak berlari. Bukan ke rumah pastinya. L sedang libur hari ini, pasti ia akan mengomel dan bertanya kenapa aku bisa pulang lebih cepat. Tentu tidak mungkin kubalas kalau aku memanjat pagar sekolah dan kabur begitu saja.

Tapi lucunya, tanpa merasa hebat, itu yang barusan kulakukan tadi.

Persetan dengan peraturan sekolah. Aku yang akan dikeluarkan ini pada akhirnya.

Perawakanku pasti sudah tak jelas sekarang. Mata sembab, seragam yang berantakan, senyum yang sudah menguap entah ke mana. Boro-boro memikirkan penampilan, harga diriku saja sudah kabur duluan.

Jika kabar ini terdengar sampai L, aku benar-benar habis hari ini.

And I'll always remember you like a child girl yeah

Rasanya aku tak ingin pulang hari ini. Entahlah, mungkin aku bisa tidur di taman semalaman. Sial. Tak henti-hentinya isi kepalaku memutar memori yang sama. Semua hal yang terjadi pun juga karena kesalahan merek. Ini semua berawal dariku. Rasa penasaranku, proyek penulisan ini, kejadian semalam, semuanya. Kurasa aku sendirilah biang dari semua kejadian buruk ini.

TIN.. TIN..

"Sinting!" Ujar seorang dari belakang jendela mobil. "Mau mati ya lu?!"

Menyadari aku berjalan melipir ke arah jalan, buru-buru memperbaiki posisiku dan membiarkan mobil itu berjalan leluasa. Isi kepalaku begitu berantakan sampai tak bisa melakukan apapun secara normal.

"Ah, iya." Aku tersenyum meski kutahu orang itu tak mungkin melihat. "Sejak kelas empat!!"

Bicara soal mati, jujur, aku tak pernah takut. Jika pun aku mati sekarang, lalu kenapa? Kurasa itu sudah takdirnya. Bahkan dulu aku sempat menantinya. Memangnya enak hidup di bawah bayang-bayang trauma? Yang setiap hari ditertawai karena kau sendiri pun tak tahu alasannya? Hanya orang bodoh yang masih mau hidup di kehidupan seperti itu.

"Emangnya ini udah jam pulang sekolah ya?" Seseorang menyusul gerak jalanku yang mulai kelelahan.

Aku menoleh, itu Rain yang sedang berjalan tak tahu arah juga.

"Itu—" Aku mengangkat bahu, menyadari kalau aku sudah berlari cukup jauh. "Tadi barusan lompat pager sekolah."

Rain tidak mengurusi ucapanku tadi, "You seem fucked up, mau ngerokok gak?"

"Sure."

***

Sebenarnya aku belum pernah merokok. Tapi aku membuat seakan asapnya sudah biasa melewati paru-paruku. Semakin kumengerti sekarang kenapa banyak orang merokok untuk melepas stres. Mana peduli lagi aku tentang penyuluhan anti rokok di sekolah, mereka saja tak acuh jika anak muridnya sakit jiwa.

"Singto ternyata rese ya?" Aku tersenyum pahit.

Rain mengangkat sebelah alisnya, "Emang unpredictable sih anaknya."

"Gue gak bilang unpredictable." Balasku kesal. "Gue bilang dia kayak anjing."

Seketika Rain tersontak kaget.

Aku mematikan rokokku yang sudah begitu pendek, "Sorry. Tadi aku kebawa emosi."

"Santai aja kali?" Rain terkekeh. "Lu bisa cerita kalo mau."

Tidak. Ceritaku begitu memalukan. Aku yang menjadi korban di sini. Mana mungkin aku sanggup membeberkan aibku sendiri?

"Gak apa." Aku menggeleng. "Cuman masalah kecil."

Masalah 'kecil' sampai aku berani melakukan hal di luar batasanku. Tapi tak apa juga. Lebih baik aku dihukum karena lompat pagar daripada terus berada dalam tatapan mereka. Melihat sendiri bagaimana aku dijadikan bahan gosip terhangat mereka. Aku ini kan tidak seperti Singto yang hilang saja kabar buruknya.

Beep beep

Nam : Semua rumor yang gue denger, video yang gue liat...

Nam : Itu bukan lu kan? Mereka cuman mau bully lu aja kan?

Krist : well sadly

Krist : iya nam, itu gue

Krist : lu bisa jauhin gue kalo lu mau

"Kita udah lama juga di sini." Rain melirik arlojinya. "Gue ada shift sore, lu gak balik?"

Aku menggeleng, "Takut gue balik ke rumah."

"Mending balik tau." Balas Rain. "Daripada gak balik? Bakal ada masalah lebih gede lagi."

Idiosyncrasy - [ Singto x Krist ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang