26. Julie

1.1K 200 7
                                    

Awalnya kupikir food coma itu cuman sesuatu yang dibuat-buat. Sampai akhirnya aku merasakannya sendiri sekarang. Sebenarnya tidak heran juga. Dua pack sosis yang kupikir akan bersisa ternyata dilahap habis tak bersisa. Belum lagi berbagai macam daging yang sudah lenyap berpesta pora di perut kami.

Dapur Tay juga alhasil berantakan bak kapal pecak karena tak berfikir untuk segera membereskannya. Untung orang tuanya sedang di luar kota. Jadi mungkin kami akan membereskannya nanti.

"Kenyang bego gak sih kalian?" Tanya Tay yang tergolek tak berdaya di lantai.

Kami semua mengangguk bersamaan. Tidak ada lagi kalimat yang keluar setelah itu. Marcel yang ikut rebahan di sebelah Tay kembali lanjut melihat langit-langit ruang keluarga Tay. Entah apa yang sedang ia pikirkan. Sama memprihatinkannya dengan Earn yang sejak melihat bungkus kimchi dengan ekspresi datar.

Ring... Ring...

"Siapa tuh?" Seketika Marcel terbangun mencari sumber suara.

Tay berteriak melihat layar ponselnya, "ANJRIT! Ini dia nelfon. Woy, gimana dong?"

"Sini, gue benerin rambut lu!" Marcel merapihkan tatanan rambut Tay.

Sedangkan aku dan Earn buru-buru menghampiri Tay. Menepuk-nepuk pakaian kaus putihnya, memastikan tak ada kerutan. Wajahnya sudah cukup tampan sehingga kami tak perlu berbuat banyak. Dengan tangan gemetar, ia mengangkat telefon dengan seseorang yang membuat kami penasaran sejak tadi.

"Halo."

Seorang perempuan yang kupikir sekitar berumur tiga puluh tahun muncul di layar ponsel Tay. Jauh dari dugaanku, ternyata perempuan itu benar-benar cantik. Bibir merahnya terus memunculkan senyum yang memikat, seakan sedang mengajak Tay.

"Aku lagi sama temen-temenku nih." Tay menoleh ke arah kami bertiga membuat Marcel memicingkan matanya, berharap bisa ikut eksis di mata perempuan itu.

"Mana? Aku mau lihat dong."

"Hai, aku Marcel." Marcel langsung mengambil alih isi layar Tay. "Siapa nih namanya? Boleh dong kenalan, hehe."

"Halo Marcel, aku Julie." Ia tertawa malu-malu. "Eh, kok itu ada cewek? Ngapain tuh?"

Tay terbelalak, berharap agar Julie tak salah sangka.

"Tenang aja, Julie." Marcel bersuara seakan tak ada apa-apa. "Ini gak seperti yang kamu bayangin kok. Liat deh, dia aja lagi sama pacarnya!"

Seperti sudah mengerti, Tay langsung menghadapkan kameranya ke arahku. Aku yang masih belum siap langsung tersentak kaget. Kupikir dengan sebongkah senyum tipis akan mampu meringankan kecanggungan tadi. Tapi Julie malah terkejut dan memasang wajah bingung

"Krist?"

"HAH?!" Ucapan Julie tadi membuat kita semua serentak bingung, termasuk Earn yang sejak tadi belum mengungkapkan sepatah kata pun.

"S-siapa ya?" Tanyaku.

Kulihat matanya langsung berkaca-kaca, "Kamu Krist kan?"

Aku hanya bisa mengangguk bingung.

"Kamu udah ya besar sekarang?" Suaranya sekarang seperti menahan tangis. "Seneng auntie liatnya. Kamu mungkin udah lupa, bahkan gak kenal. Tapi kamu harus seneng terus ya?"

Sebelum aku menanyakan apapun lebih lanjut, gambar Julie langsung lenyap dari layar ponsel Tay. Tak ada yang berani berkomentar setelah itu. Seketika bulu kudukku merinding. Bagaimana dia bisa tahu namaku?

"Itu siapa, anjir?" Aku masih keheranan. "Gak lucu, Tay. Lu pasti udah ngenalin kita semua ke dia kan?"

Tay malah ikut kaget, "Sumpah demi Tuhan, Krist. Dia aja gak tahu gue masih anak SMA. Gimana bisa dia tahu lu? Gue aja masih kaget sekarang."

"Paling dia abis stalk Instagram lu, Tay." Earn berusaha berfikir positif.

"Tapi dia gak ngenalin muka gue." Protes Marcel dengan nada kecewa. "Padahal gue paling ganteng tiap foto bareng!"

"Masih sempet-sempetnya ya lu." Tay yang masih panik melihat Marcel dengan kesal. "Eh, dia kan juga belum follow-an ama gue!"

"Ya terus kenapa?"

"Akun gue kan di-private, bego."

Kami langsung melotot melihat satu sama lain. Suara petir tiba-tiba menyambar dari luar. Seperti di berbagai film horor, hujan yang turun deras pun menyusul seakan tak mau kalah kencangnya. Membuat kami semua langsung bergidik ketakutan.

"Yaudah lah." Marcel berusaha tenang. "Udah malem, gue mau anter Krist sama Earn pulang."

"JANGAN TINGGALIN GUE SIH!" Protes Tay. "Krist, lu nginep sini aja ya?"

Sebenarnya menginap di rumah Tay juga bukan ide yang buruk. Toh, ini kan malam minggu. Ibu juga pasti sedang dinas ke luar kota dan L asyik keluar minum-minum dengan temannya. Sama saja, aku pasti berakhir sendirian juga di rumah.

Beep Beep

Singto : Lagi di mana?

Jangan dibalas, jangan dibalas. Ingat bertapa berharganya dirimu, Krist. Aku tidak perlu berurusan lagi dengan orang brengsek seperti dirinya. Apa tak cukup sakit selama ini?

Singto : Aku telfon Kitkat ya?

"Aduh Tay, kayaknya gue gak bisa nginep deh." Ujarku. "Gue ada... urusan."

Sial. Aku sadar kalau aku ini memang mudah segan untuk menolak ajak orang lain. Tapi bukan berarti aku harus jadi orang bodoh seperti ini.

Idiosyncrasy - [ Singto x Krist ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang