49. Beautiful Trauma

1.9K 204 19
                                    

Now Playing : Beautiful Trauma - Pink

----------------------------

We were on fire
I slashed your tires
It's like we burned so bright we burned out

"Babe?"

Singto menoleh. Aku langsung terduduk di kasur tanpa dipan sambil menyeka keringatku. Buru-buru ia mengambilkanku segelas air. Paham sepertinya kalau aku kelelahan. Pindahan memang tidak pernah mudah! Terlebih kalau kau punya banyak barang lalu seperti menumpuknya semua ke dalam apartemen sempit.

Tapi setidaknya ini lebih nyaman.

"Barang-barang ini bakal aku jual nanti." Ia melihat ke arah tumpukan kardus besar.

Aku mengangkat alis, "Kakak yakin mau jual Alexa?"

"Kayaknya gaya hidup minimalis lebih seru daripada tinggal mewah tapi bareng monster."

Ia harus hidup sendiri sekarang. Apartemen lamanya sudah terjual dan ia akhirnya pindah ke apartemen yang lebih kecil. Tidak masalah sih, menurutku ini juga nyaman. Meski tentu tidak ada ruang untuk menyimpan piano.

"Tapi ini kosong banget gak sih?"

"Kan hidup minimalis."

"Oh."

Sebenarnya aneh juga. Akhir-akhir ini sering kudapati dia menonton beberapa video di Youtube soal gaya hidup minimalis. Mungkin ia ingin segera menerapkannya di apartemen barunya yang jauh dari keramaian ini. Ia selalu bilang kalau ia ingin mendapat ketenangan hidup setelah sekian lama selalu digentayangi oleh tekanan.

Aku ikut saja, mungkin tidak sampai jadi vegan dan ikut kelas meditasi setiap hari sepertinya.

"Besok harus bangun pagi, jangan minum kopi dulu." Ujarku sambil membuka jurnal coklat yang diperuntukan untuk menyusun jadwal Singto.

"Tentu aku gak bakal abuse kafein lagi. Sekarang aku bakal menerapakan mindful eati—"

"Oke sip." Potongku. "Tandanya sebelum ke sini, aku harus selalu makan di rumah dulu."

Singto mengambil gelas dari tanganku lalu mendorongku hingga kami terjatuh ke kasur. Kami tertawa pelan. Bibir kami pertemukan beberapa kali sambil tersenyum sesekali. Melihat wajahnya tak pernah gagal membuatku jatuh hati. Lucu sekali, hingga terkadang lupa kalau aku sudah jadi pacarnya.

"Besok aku udah mulai pemotretan."

Awalnya aku tak percaya kalau Singto benar-benar akan mengajukan diri sebagai model di agensi yang dimaksud Peach kemarin. Mungkin modeling masih menjadi dunia baru baginya, tapi siapa yang bisa menolak karisma Singto? Jangan lupa juga fakta kalau Singto adalah fast learner. Tentu ia akan survive di dunia gemerlap itu.

"Pasti nanti banyak yang naksir deh."

"Eh, kamu mau tau sesuatu gak?" Tanya Singto seketika merubah topik. Ia tahu aku tidak akan suka dengan topik sebelumnya.

"Apa?"

"Kejadian yang ketinggalan dompet waktu itu."

Aku mengernyitkan dahi, berusaha mengerti apa yang dimaksud lalu mengangguk. Itu sudah lama sekali. Bahkan hampir lenyap dari isi kepalaku. Heran kenapa ia masih bisa mengingatnya.

"Aku tahu kamu mau nulis sesuatu tentang aku, meski belum tahu sih itu soal apa. Makanya aku kasih kesempatan dengan ninggalin dompet itu. Ternyata kamu pinter juga."

"Gak usah ngarang." Balasku sambil berusaha menepis ucapannya.

"Lagian kamu tuh kalo liatin orang jangan mupeng banget. Terus masa ngehubungin narasumber jam delapan malem? Emangnya aku gak tau apa kalau kamu anak klub jur—"

"IYA IH!" Aku menindih badannya sambil berusaha menutup mulutnya. "Eh, berarti kamu udah stalk aku dong dari lama?"

"ADUH BERAT!" Keluhnya yang membuatku semakin kesal hingga mencubit perutnya berkali-kali. "SAKIT— ih, setiap orang asing yang chat aku, pasti aku stalk."

"Terus first impression kamu pas liat aku gimana?"

"Cute banget jadi sang—"

"EH SINTING YA?"

"Gak lah!" Singto tertawa, aku meliriknya masih tidak percaya. "Aku kayak ngeliat sesuatu dari kamu. Sesuatu yang kayak klop, pas, cocok, sama aku."

Seketika aku jadi teringat ucapan Rain waktu pertama kali bertemu. Dia bilang Singto pasti menyadari ada 'sesuatu' dariku. Itulah sebab kenapa ia mau menerimaku di kehidupannya yang sebenarnya serba tertutup.

"Childhood trauma." Singto mengangkat bahu. "Mungkin feeling aja, tapi aku bisa ngerasain kalau kita lagi mikul beban yang sama, terus sama-sama gak berani cerita ke orang dan akhirnya dipendem sendiri."

These tough times they keep coming
Last night I might have messed it up again

Sebenarnya tidak sesuatu yang indah dari sebuah trauma. Rahasia gelap yang kupendam sejak lama hanya membuat hidupku berantakan. Tapi jika dilihat-lihat lagi, sesuatu yang selalu kita anggap buruk juga ternyata ada baiknya.

Some days like I'm barely breathing
Then after we were high and the love dope died, it was you

Mungkin selama ini aku selalu menganggap kenangan itu bagaikan lubang gelap tak berujung. Namun seperti mukjizat, aku menemukan hal indah lain di dalam sana. Kejadian kemarin yang membawaku seperti sekarang. Aku menyelamatkan dua puluh korban pelecehan karena traumaku.

The pill I keep taking
The nightmare I'm waking

Masa laluku memang buruk, tapi aku akan berusaha sebaik mungkin agar tak ada lagi orang yang harus menyimpan memori buruk sepertiku. Tentu akan sulit. Tapi apa salahnya mencoba?

There's nothing, no nothing, nothing but you

Meski akhirnya aku dan Singto memutuskan untuk keluar dari sekolah, kami tentu akan terus berhubungan baik dengan anak klub jurnalistik. Kami juga membuat organisasi yang secara khusus berfokus kepada topik pelecehan dan kekerasan seksual. Belum begitu besar sih, mengingat kami masih anak SMA. Tapi bermula dari campaign di sosial media juga bagian dari kemajuan kan?

My perfect rock bottom
My beautiful trauma

Kesehatan mentalku juga berangsur-angsur membaik. Aku, bersama Singto, sering mampir ke group therapy meski hanya sekadar datang untuk mendengar cerita mereka. Intinya, banyak kejadian yang menimpa diriku kemarin yang membuatku menjadi makin bersyukur. Semua kepahitan itu seperti membangkitkanku.

My love, my love, my love, my drug, oh

Akhirnya aku harus menutup observasi yang kukiran tak berujung ini. Ternyata tulisan ini tidak hanya tentang Singto. Banyak kejutan di dalamnya. Meski begitu, benar berarti hipotesisku. Tidak ada manusia yang benar-benar hidup tanpa celah. Tapi bukankah justru membuatnya jadi lebih baik? Kau akan hidup seperti puzzle, mencari seseorang yang melengkapimu.

"Life is so fucking traumatic, but it's also beautiful." Singto menghela nafas lalu tersenyum.

Aku sendiri lebih menyukai Singto yang begini, bebas dan apa adanya.

---------

Author's Note :

Akhirnya selesai juga setelah dua bulan bergelut dan berkeluh kesah dengan cerita ini. I hope you like it! Aku gak tau apa ending-nya akan sesuai dengan harapan kalian atau tidak. Aku cuman melakukan yang terbaik (asik).

Jangan lupakan special scene-nya (khusus para readers yang sudah dewasa ya!). Mungkin akan dirilis dalam waktu dekat.

Idiosyncrasy - [ Singto x Krist ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang