25. Sosis dan Sugar Mommy

1.1K 195 6
                                    

"Jadi kita perlu berapa sosis?"

Pertanyaan Earn didiamkan menjuntai begitu saja dalam keheningan. Tay melirik sambil mulai beradu sikut dengan Marcel. Aku juga baru menyadari sesuatu hal yang salah. Bukan dari kalimat Earn, tapi isi kepala Tay yang mesum.

"Kotor isi otak lu bedua." Potongku dengan nada sebal. "Dua pack saja cukup, toh ini juga buat party kecil-kecilan. Gue juga gak begitu doyan sosis."

Ternyata ucapanku tadi malah membuat Tay terpingkal.

"Masa sih?"

"Rese banget sih lu ah." Aku memutar bola mataku.

"Udah ah!" Marcel menepis pundak Tay, menyuruhnya berhenti menertawakan hal tak jelas. "Mending kita langsung ke restorannya aja. Ribet tau belanja-belanja gini."

Earn mengangguk setuju, "Bayarin tapi."

"Iya, bayarin."

"SETUJU POL! BAYARINNNNN!"

"Nyesel gue ngomongnya." Balas Marcel lalu merebut daftar belanjaan dari tangan Earn. "Daging sapi, daging ayam, sosis, saus barbeque, kimc— udah cukup sih ini."

"Terus ini siapa yang mau belanja?"

Tidak ada yang menjawab. Membuktikan kalau kita semua memang makhluk malas yang lebih memilih goleran di kamar. Belanja ke supermarket juga bukan kegiatan favoritku, apalagi jika kau harus mengeluarkan uangmu sendiri.

"Gue aja deh." Earn akhirnya mengajukan diri. "Tapi temenin."

"Krist tuh temenin! Kalau gue sama Marcel yang belanja, nanti yang ada malah nyusahin." Ujar Tay sambil mencolek pundakku.

"Eh, enak aja!" Protes Marcel tak terima. "Setidaknya gue bisa ya bedain jahe sama lengkuas."

Earn mengangkat alis, "Tuh kan? Udah. Fix. Marcel yang belanja."

Aksi saling tunjuk pun dimulai.

"Udah-udah!" Aku berteriak di tengah keributan. "Jadi sekarang intinya, kita semua yang belanja! JANGAN MALES LO SEMUA!!"

Akhirnya mereka hanya bisa mengangguk pasrah. Tidak mau berlama-lama, Marcel langsung beranjak dari sofa empuk ruang tamu Tay. Mengeluarkan kunci mobil dari saku celananya. Kemudian langsung disusul oleh kami adik-adiknya. Meski sempat terdengar desahan kesal dari mulut mereka, memang seharusnya adil begini sejak awal.

***

Belanja di supermarket memang menyebalkan. Entah kenapa banyak orang mampu rutin melakukannya SETIAP BULAN. Lucu ketika Tay langsung menunjukku untuk ikut belanja dengan Earn hanya karena... aku terlihat agak lebih feminim? Padahal dalam urusan bahan makanan, Marcel terlihat lebih paham dariku.

"Sumpah, bukan gue yang ngambil ini." Earn mengeluarkan sebuah pelumas dan kondom dari kantong belanja lalu diangkatnya tinggi-tinggi.

"AIH, ANJRIT LU EARN!" Buru-buru Tay mengklaim kedua barang miliknya.

"Ya elah." Marcel berdecak kebingungan melihat tingkah adik kelasnya. "Safe sex is better than sorry. Mending malu ketahuan beli kondom daripada malu ngehamilin anak orang."

Aku mengangguk setuju, "Bener tuh."

"Diem lu berdua! Ngomongin kondom kayak bisa ngehamilin anak orang aja."

Alih-alih setuju dengan ucapan temannya, Earn justru malah memukul kepala Tay dengan jagung yang kebetulan ia genggam di tangannya.

"Bego banget sih lu!" Protes Earn.

"Ih anjrit!" Tay berusaha menghindar dari 'serangan jagung' Earn. "Apaan sih?! Salah mulu perasaan gue dari tadi."

"Kondom tuh bukan cuman buat ngecegah kehamilan, tapi juga bisa buat mencegah penyakit menular seksual." Timpalku sambil melihat Tay yang masih kesakitan.

"Sekarang intinya," Marcel menunjuk ke alat tempur milik Tay. "itu lu pake buat apa?"

"Buat kado ulang tahun pernikahan nyokap bokap gue."

Kami semua mengernyitkan dahi. Benar-benar jawaban yang tidak kami sangka sebelumnya. Padahal aku sudah siap menebak siapa yang berpotensi menjadi partner Tay. Tapi entahlah, bisa saja ia berbohong agar kami berhenti menggodanya.

"Serius amat? Dikira gue se-freak itu apa?"

"Jujur... Iya." Earn menimpali. "Lu bisa se-freak itu."

Tay memutar kedua bola matanya, "Ada lah pokoknya! Gue ketemu di Tinder. Udah agak berumur sih, tapi gak apa... Yang penting mapan."

"Sugar mommy gitu maksudnya?" Tanyaku tak percaya.

Marcel berdecak heran, "Lu ternyata gak cuman freak, Tay. Tapi udah sinting!"

"Lu liat dulu orangnya baru komentar."

"Udah ih!" Earn memotong pembicaraan yang mulai ngalor ngidul. "Terus ini kapan masaknya?"

Menyadari sore yang perlahan mulai berganti malam, kami tak ingin membuang banyak waktu lagi. Buru-buru kami mengeluarkan berbagai bahan makanan yang kami beli tadi. Entah bagaimana, mendadak muncul ide untuk mengadakan pesta barbeque. Tak tahu pasti juga apa yang sedang kami rayakan.

Idiosyncrasy - [ Singto x Krist ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang