"Ketika kalian mengidolakan seseorang, sisakan 20% dalam diri kalian untuk tidak mempercayai apa yang dia katakan. Supaya pikiran kalian tetap kritis. Tetap terbuka dengan cara pandang lain, yang bisa jadi itu adalah kebenaran yang sesungguhnya.
Kenapa?
Karena kebenaran itu ada 3 versi. Versi lo, versi gue, dan versi yang sebenarnya."
Gue, Joina, Gupi dan Gundala sama-sama noleh ke arah Bara yang baru aja dateng dan duduk di samping Gundala.
"Dikutip dari omongan orang yang lagi lo pada omongin," lanjut Bara lagi.
Kita semua emang lagi bahas soal hal yang lagi rame dibahas di media sosial beberapa hari belakangan ini. Tentang taktik memperoleh pemasukan untuk negara yang cukup problematik tapi hasilnya bisa dibilang cukup menjanjikan.
Dan sedari tadi Joina sama Gundala terus asyik bahas hal itu.
Mereka punya pemikirannya sendiri-sendiri.
Gue? Gue tim menyimak aja. Gue emang males baca buku, tapi kalau soal beginian tuh gue semangat dengernya. Gue seneng denger orang yang lagi debat atau diskusi.
"Jadi, menurut lo sendiri gimana Bar?" tanya Joina.
Joina nih tim pro, sedangkan Gundala tim kontra. Dan Gupi? Dia sama kayak gue, tim netral yang coba analisis dua perbedaan pendapat yang diucapin sama Joina dan Gundala.
"Kalau menurut gua, Bar, secara teori dan praktikal yaa sangat nggak memungkinkan, selain karena udah ada aturan UNCLOS yang ngatur soal itu. Kalau pemerintah mau ikutin ide beliau soal malak memalak itu ya apa bedanya sama bajak laut? Bedanya kita resmi?"
Bara belum jawab tapi Gundala udah nyebutin pendapat dia yang tadi udah dia ucapin ke Joina.
"Yang dimaksud beliau bayar 1% dari total barang itu maksudnya dipajakin dalam bentuk 'asuransi' bukan semata-mata 'palak' kapal-kapal yang lewat kayak bajak laut yang lo maksud," kali ini Joina nyanggah pendapat dari Gundala.
"Dan melanggar perjanjian UNCLOS? Jilat ludah sendiri dong?" Gundala lagi-lagi nyahutin omongan Joina.
Mereka emang sedari tadi terus sahut-sahutan begitu, tapi untungnya masih tetap santai dan nggak pake urat. Jadi diskusinya masih menarik buat gue dengerin.
"Gini, kalau menurut gue daripada seenaknya mintain 'pajak dalam bentuk asuransi' kayak yang lo bilang tadi Joi, kenapa nggak negara kita coba bikin pelabuhan yang bisa jadi tempat bersandar kapal-kapal yang lewat itu? Kayak Singapura. Tapi kita kasih tarif lebih murah." ucap Bara sambil lihatin Joina dan Gundala secara bergantian.
"Berarti soal permintaan US yang minta izin buat bangun pangkalan militer di sana dibolehin aja?" tanya Gundala.
Bara kelihatan mikir sebentar sebelum akhirnya dia ngomong lagi, "Maksud lo soal yang tanggal 28 April US minta kalau mereka mau buat pangkalan militer di jalur itu dan 1 Mei Tiongkok langsung bilang jangan dikasih itu?" tanya Bara. Gundala sama Joina anggukin kepala mereka kompak. "Kalau yang gue lihat dari perkataan beliau soal itu, maksudnya hal itu bisa dijadiin alasan untuk nego sama US dan Tiongok supaya ngenain fee buat kapal-kapal yg lewat jalur itu, makanya dia bilang negara kita bagi hasil aja sama US & Tiongkok sekian persen biar mereka mau."
"Intinya melanggar aturan UNCLOS yang udah ada kan? Dalam UNCLOS tersebut kan udah disepakati terbentuknya ALKI dimana kapal luar free untuk lewat di 3 jalur ALKI itu. Kalau dikenakan charge, berarti negara kita udah melanggar UNCLOS dong? Dimana kalau sampe UNCLOS nggak dianggap lagi, nanti wilayah kedaulatan negara kita bisa terancam."