"Bar, bar coba lihat!" ucap gue ke Bara sambil nunjukin sebuah foto ke dia.
Foto waktu gue sama dia jalan ke pantai Sabtu kemarin. Gue nyuruh dia pura-pura lihat ke arah lain supaya bisa gue foto ala candid.
Dan ternyata hasilnya lumayan bagus.
"Foto yang kemaren, Ta?" tanya Bara yang gue jawab dengan anggukan.
"Ganteng banget ya pacar gue, Bar?" tanya gue ke Bara, bermaksud ngeledek dia.
Dan pertanyaan gue barusan bikin Bara langsung ngusap muka gue dengan satu telapak tangan besarnya.
"Apa deh, Ta," kata Bara yang mendadak salting.
Please, pacar gue lucu banget.
"Cieee Bara malu???" ledek gue lagi sambil meletin lidah bikin Bara langsung mendesis dengan satu telunjuk kanan dia tempel di mulut.
Sebuah tanda yang artinya nyuruh gue buat diem.
Kita lagi di perpustakaan soalnya. Bara mau baca-baca artikel di laptopnya, sedangkan gue ya cuma nemenin Bara aja.
Sekali lagi, minat baca gue akan bacaan serius dan berbobot itu rendah, beda sama Bara. Gue juga heran sebenernya kenapa gue bisa diterima di jurusan yang menuntut mahasiswanya buat rajin baca ini.
"Lagi baca apa sih, Bar?" tanya gue pada akhirnya. Gue matiin hape gue dan taro di dalem tas. Sedikit penasaran karena udah satu jam lebih dan Bara masih aja asyik baca artikel-artikel yang ada di situs scmp.com.
Meski minat baca literasi gue rendah, tapi minat mendengarkan gue masih tinggi kok. Apalagi kalau yang gue dengerin itu Bara.
Hahaha.
"Ini loh, Ta, perang dagang US vs China jilid 2," kata Bara sambil geser layar laptopnya ke arah gue. Nunjukin sebuah artikel berbahasa Inggris berjudul US-China relations: trade chief Katherine Tai lays out hardline approach with ‘world’s leading offender’ label.
"Sebenernya serangan Katherine Tai ini udah diduga sebelumnya, karena lobby industri baja banyak yang dukung pencalonannya sebagai USTR," tambah Bara lagi.
Ah, USTR tuh singkatan dari US Trade Representative, by the way.
"Seolah dibalik dukungannya tuh mereka nitip pesen buat hukum China karena China produksi baja terlalu banyak ya, Bar?" tanya gue ketika ada pernyataan dari Katherine Tai yang nyebutin kalau 'China bersalah karena terlalu banyak bikin pabrik di sektor produksi baja, aluminum dan solar cells.'