CHAPTER 38

26.1K 1.9K 149
                                    

Rasanya hari akan terasa berbeda dan ada yang kurang, jika kehilangan seseorang yang begitu berharga di hidup kita.

[[•••]]

DENGAN setia menunggu, Jefri duduk pada kursi taman sembari merokok

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

DENGAN setia menunggu, Jefri duduk pada kursi taman sembari merokok. Sudah satu jam lebih lelaki itu berada di sana, tetapi seseorang yang sedang dia tunggu tidak kunjung datang.

"Kenapa dia belum datang?" gumam lelaki itu sembari melirik arlojinya berulang kali.

Baru saja Jefri membuang puntung rokok itu ke dalam tempat sampah di sebelahnya, tiba-tiba ponselnya terdengar suara notifikasi.

Lenica :
Lo pulang aja.

Seharusnya tadi gue enggak menghubungi lo. Kita gak saling kenal, jadi lo boleh pulang jangan tunggu gue. Gue gak bakal cerita sama orang yang gak gue kenal.

Jefri terkejut. Jadi percuma dia menunggu satu jam lebih untuk orang yang tidak jadi datang? Lelaki itu menghela napas berat sebelum Jefri beranjak bangun dan melihat ke belakang.

Matanya membelak. Mendapati seorang gadis yang terlihat familiar, berjarak beberapa meter darinya dan berusaha pergi. Tidak salah lagi, itu pasti Lenica. Jefri dapat memastikan itu.

Segera, Jefri mengambil langkah seribu. Dia tidak membiarkan Lenica pergi. Jefri sangat mengerti bahwa Lenica membutuhkannya.

Membutuhkan seseorang memberikannya bahu untuk menangis dan bercerita.

"Lenica!" panggil Jefri. "Gue tahu itu lo."

Langkah gadis itu seketika terhenti.

"Kenapa lo pergi?" tanya Jefri dengan suara beratnya. "Gue udah nungguin selama sejam."

"Maafin gue," tanya Lenica. "Sekarang lo boleh pergi. Seharusnya gue berpikir dulu, bahwa tidak alasan dari pertemuan kita. Gue gak kenal sama lo dan begitu pun sebaliknya."

"Gue bisa jadi pendengar yang baik buat lo, lo bisa cerita apapun keluh kesah lo ke gue. Gue siap mendengarkannya tanpa menghakimi lo."

"Kenapa lo peduli?" tanya Lenica ketus tanpa menoleh. "Bukankah seharusnya lo bahagia melihat gue menderita? Apalagi teman-teman lo membenci gue karena pernah menyakiti pacar seorang ketua gangsters. Atau jangan-jangan lo mau memanfaatin gue?!"

"Gue sama sekali enggak berniat memanfaatin lo. Gue hanya ingin membantu lo. Gue tahu lo rapuh, makanya gue ingin selalu ada buat lo."

"Gak perlu," sahut Lenica. "Gue sama sekali enggak butuh bantuan dari siapapun. Ini hidup gue dan lo enggak perlu ikut campur!"

KETUA GANGSTERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang