CHAPTER 40

29.2K 1.9K 311
                                        

Sebelum menyalahkan orang lain,
atau bahkan mencaci orang lain lebih baik introspeksi diri terlebih dahulu. Sudah jauh lebih baik atau justru lebih buruk?

[[•••]]

BUKAN tanpa alasan Zaga sekarang berdiri di depan ruang guru

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

BUKAN tanpa alasan Zaga sekarang berdiri di depan ruang guru. Lelaki tersebut sekarang sedang menunggu Aslan yang beberapa menit  lalu masuk ke dalam ruang guru. Sebenarnya ada sesuatu yang ingin dia bicarakan.

Selang beberapa detik, akhirnya seseorang yang Zaga tunggu muncul. Aslan yang baru saja keluar dari ruang guru menatap Zaga dengan heran. "Ada apa?" tanyanya ketus.

"Ke belakang gedung tua. Ada yang perlu gue bicarakan," ujar Zaga tidak kalah ketus. Lalu lelaki itu melangkahkan kakinya pergi.

Awalnya Aslan enggan untuk mengikutinya. Namun karena lelaki itu juga penasaran, apa yang sebenarnya ingin Zaga bicarakan. Mau tidak mau, Aslan harus menuju ke sana.

Di belakang gedung tua samping sekolah kini begitu sepi. Karena beberapa menit yang lalu seluruh siswa telah pulang dan juga tempat ini memang jarang orang mendatanginya.

"Apa yang mau lo bicarakan? To the point aja, gue harus belajar buat ujian terakhir besok," kata Aslan seraya bersedekap.

"Jaga dia dengan baik," ujar Zaga. 

Aslan menaikkan satu alisnya. "Maksud lo?"

"Jaga Daisy dengan baik. Jangan pernah lo sakiti dia sedikit pun," ucap Zaga sembari melempar tatapan tajam ke arah Aslan.

Aslan tersenyum miring. "Jadi lo menyerah? Jadi lo melepaskannya dengan semudah itu? Kenapa? Kenapa lo mutusin Daisy gitu aja?"

Zaga berdecih. "Bukan urusan lo!"

"Tanpa perlu lo suruh, gue pasti akan menjaga Daisy dengan baik. Gue enggak bakal pernah sakitin dia. Apalagi bikin Daisy menangis dan rela hujan-hujanan. Gue enggak bakal biarin. Karena apa? Karena gue tulus mencintainya!"

Zaga mengepalkan kedua tangannya. Sindiran itu benar-benar menusuknya begitu dalam.

"Tapi gue senang karena pada akhirnya lo putus juga dengan Daisy. Itu artinya lo udah sadar diri. Sampah kayak lo enggak pantas buat dapetin Daisy. Itu yang nyokap Daisy katakan untuk lo bukan?" Aslan tersenyum licik lagi.

"Bagaimana lo bisa tahu?!"

"Tapi nyokap Daisy ada benarnya juga. Lo itu memang sampah. Jaket hitam itu yang sering lo pakai yang buat semuanya menunduk takut sama lo itu cuma pencitraan. Mereka semua bodoh, sampah masyarakat kayak lo harusnya dibuang bukannya malah ditakuti!"

Zaga mengepal tangannya. Tatapan yang kini tertuju ke arah Aslan begitu mengerikan. Dia merasa sangat kesal mendengarkan perkataan Aslan. Emosinya sekarang sudah meluap.

KETUA GANGSTERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang