Garalline 26

658 45 9
                                    


**

"Emm.. sorry, siapa nama kamu?"

Nadine buru-buru menyimpan foto yang sedang ia pegang. Dan serentak berbalik setelah memungut kembali kunci gemboknya.

"Sa saya.. Nnadine pa"

Dimas mengangguk. Diliriknya figura yang tadi Nadine simpan sekilas, lalu tersenyum lagi dengan ramahnya.

"Oke Nadine, kamu panggil dulu Ralline ya, kita langsung
berangkat aja kayanya" suara pria itu terdengar acuh tak acuh, ia hanya berbicara sambil menatap angka yang ditunjukkan jarum pada arlojinya, tanpa sedikitpun menoleh lagi pada Nadine.

"Ohh.. iiya pak.." Nadine memaksakan kepalanya mengangguk, walau batang lehernya terasa sulit sekali untuk ditekuk. Sekuat tenaga ia berusaha tak nekad berjongkok lagi untuk mengambil figura yang belum sempat ia lihat fotonya. Bagaimanapun, bisa dirasakannya tatapan Dimas yang begitu menusuk, kini memaku belakang tubuhnya.

Oh God.. Apa sosok Dimas memang semenakutkan ini?? Nadine menelan salivanya susah payah. Tiba-tiba saja ia didera penyesalan yang teramat sangat. Sungguh, ia menyesal tidak mengalah saja pada Ralline, dan pergi ke rumah sakit bersama Gara. Atau lebih bagusnya lagi, membawa serta semuanya saja, dan pergi berbarengan kesana.

Bodoh.. bodohh...

Nadine lanjut menepuk-nepuk kepalanya. Teringat pada satu lagi kebodohannya yang lain yang tercipta malam ini.

Bagaimana ia bisa lupa??! Jika orang yang masih berdiri dibelakangnya itu betul-betul Dimas, ia pasti tahu.. dari segi manapun Dini tidak ada mirip-miripnya dengan Ralline..

Tuhan..

Tangan yang sedang bertahta dikepala, kini diusapkan pada tengkuknya. Wajah tampan Dimas beserta pahatan senyum rupawannya, mendadak kembali terbayang dimata.

Santun dan ramah.. Dua kata yang cocok sekali untuk mendeskripsikan kesan pertamanya. Tapi.. Entah kenapa, terasa begitu mengerikan juga pada saat bersamaan.

Klik

Nadine mengunci pintu segera setelah sampai didalam kamar. Bersandar sejenak didindingnya, untuk menetralkan deru nafas yang mulai terdengar tidak beraturan. Netranya yang coklat, menyapu ketiga penghuni ruangan yang masih nyenyak terlelap. Jelas, tak ada lagi yang bisa ia harapkan kerjasama dan bantuannya, kecuali gadis jangkung yang setengah tertelungkup dipinggir ranjang.

"Din... Dini!! Wake up.." Nadine bersimpuh di samping nakas. Membetulkan selimut si anak bayi, sambil mengguncang tubuh temannya.

Eunghhh..

Dini nampak menggeliat pada guncangan ketiga. Tapi selang detik berlalu, ia tak kunjung juga membuka kelopak matanya. "Kenapa kak..??" Gumamnya serak, antara betulan sudah sadar atau sedang mengigau.

"Ssstttt..." Nadine menyimpan telunjuknya di bibir. "Jangan berisik!!". Ditariknya pergelangan tangan gadis itu agar menjauh dari tempat tidur. "Ada pa Dimas diluar"

Begitu merasakan tarikan pada tangannya, mau tak mau Dini harus terjaga. Gadis itu terus mengerjap, mencoba beradaptasi dengan silaunya cahaya disekitar.

Hehhh..

Pa Dimas??! Siapa itu??

Sebentarrr..

Dini menggelengkan kepalanya yang masih terasa melayang-layang. Siapa itu Pa Dimas??!! Sepertinya ia pernah dengar.. tapi dimana??

Aakkhh...

GarallineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang