Happy reading'sJalan Jaksa. Persimpangan Jalan Dewi Sartika, kebon kalapa.
Sebuah daerah pemukiman yang tak siang, dan tak juga malam, selalu sepi layaknya kota terlarang yang sudah ditinggalkan.
Sedikit pantas memang, jika mengingat penghuni aslinya yang tak lebih dari 10 keluarga saja sejak semula didirikan.
Tapi yang anehnya justru, bahkan dengan jumlah warga yang sudah seminim dan tidak banyak mengalami perubahan itu, nyatanya masih saja ada diantara mereka selaku para warganya, terlebih para anak dan keturunannya, yang terang-terangan mengaku hanya mengenal nama saja tanpa tahu orangnya yang mana.
Ckk!!
Menyedihkan bukan??
Betapa adat sosialisasi sendiripun terkadang bisa menjadi bumerang.
Dengan dalih menjunjung tinggi prinsip menjaga kepentingan pribadi diawal, namun ujung-ujungnya malah menjadikan lingkungan sebagai tempat yang antisosial.
Hahhh..
Lalu, jika sudah terlanjur begini, siapa yang bisa disalahkan??
Sementara untuk dirubah pun, jelas tidak akan semudah membalik telapak tangan.Jadi ya sudahlah, anggap saja hanya bertetangga dengan batu-batu dan tembok menjulang. Yang penting, kita tetap hidup damai dan tenang.
Yup, begitulah kira-kira sedikit gambaran keadaan di jalan kecil berbentuk serupa huruf L besar, tempat Letkol INF. Rangga Saputra tinggal bersama keluarganya.
Dirumah serba putih dengan pagar setinggi dada orang dewasa. Membuat siapapun dapat melihat penampakan halaman dalamnya yang kaya akan warna.
Manis dan elegan dalam waktu bersamaan, berkat aneka ragam bunga dan tanaman. Tapi.. siapa yang tahu, semanis apa juga didalamnya kan??
Sssttt...
Just remember.. never judge a book by the cover!!
*
*✨✨
"Ra... Sisir mana?"
Gadis yang sedang menuangkan dua lembar roti dengan susu kental manis itu spontan menengadah.
Sebelah tangan yang tadinya masih ia tugaskan untuk meraih sepatu di rak pun dengan terpaksa ia pakai dulu untuk melempar sisir yang ternyata masih nyangkut dikepalanya.
"Nihhh.."
Swingggg..
Sementara si gadis yang tadi berteriak, nampak sibuk berkutat diatas meja setrika.
Tak hentinya, ia terdengar mengkhotbahi diri sendiri yang sesekali harus berjongkok juga untuk memakai kaos kaki, dan sekarang harus pula beranjak mencari sisir yang tadi dilempar saudarinya.
Daebakk!!
Itulah harga yang harus mereka bayar karena bangun kesiangan setelah nge bucin dengan para oppa semalaman.
Bersenang-senang dahulu, menangis-nangis kemudian.
Sambil berlari Ralline menggulung-gulung rotinya dan mencoba menjejalkannya dalam sekali suapan.
"Ueeekkk..."
Tapi naasnya ia malah jadi terbatuk-batuk dan nyaris muntah karena mulutnya kepenuhan.
Dengan susah payah diapun berusaha mengunyah dan menelan rotinya kembali pelan-pelan, yang nyatanya tetap saja tidak bisa.
"Uhuk uhukk"

KAMU SEDANG MEMBACA
Garalline
AzioneRalline Azzara Kesialan demi kesialan terus saja bertubi dialaminya. Semenjak malam dimana sang kekasih memutuskan hubungan cinta mereka secara sepihak, dan ia bertemu dengan siswa baru di sekolahnya. Dari mulai kesialan biasa, luar biasa sampai yan...