"NADINE...!!!"
"DINI...!!!"
Suara hentakan langkah Gara terdengar bersamaan dengan teriakannya yang menggema. Matanya menyapu cepat ruangan depan yang terlihat lengang. Tak ada siapapun disana, bahkan tak ada juga jejak-jejak bekas keributan ataupun tindak kekerasan yang tertinggal. Semuanya nampak begitu normal. Seolah memang tak pernah terjadi apa-apa.
"Sssshhh..."
Gara menyugar rambut pendeknya dan berkacak pinggang. Ia sungguh tidak suka dengan ketenangan semu seperti ini. Tidak dapat menemukan siapa-siapa itu artinya bisa jauh lebih mengerikan daripada sekedar melihat rumah berantakan ataupun menjumpai orang tergeletak tidak sadar.
Ya Tuhan.. tidak bisa kah drama tidak jelas ini segera selesai saja?? Gara kembali menyugar rambutnya. Entah pada siapa ia harus berbagi rasa lelah dan frustasinya yang benar-benar sudah melewati ambang kewarasan. Sementara, gadis yang masih berlarian histeris dibelakangnya saja, sudah nyaris tak bisa dikendalikan lagi rasa paniknya.
"Dimana?? Di.. dimana.."
Brukkk
"Di.. Diiiniii??!!"
Gara tersentak, tanpa aba-aba atau bahkan lebih lanjut bertanya, Ralline sudah langsung saja melesat melewati dirinya begitu mendengar suara tak jelas dari area samping rumah. Dengan laju serampangan, gadis itu terus berlari mengitari partisi-partisi yang memisahkan sebagian ruang tamu dan ruang keluarga, lalu menikung tajam, sebelum akhirnya berhenti setelah Gara berhasil menyusulnya.
"Ssshh.. hati-hati!! Liat-liat dulu kalo mau lari!!" Gara mencengkram lengannya dengan geram. Membuat gadis itu terkesiap, merasakan tarikan nafasnya yang kian tersengal dan lutut kakinya yang semakin gemetaran. Kurang dari setengah meter lagi saja, ia pasti sudah akan menabrak bebas sebuah lemari hias.
"Stay behind.."
Sekilas mengusap lengan yang tadi dicekalnya, Gara menarik gadis itu ke belakang punggungnya. Setengah mengendap, ia menyusuri tembok yang seharusnya akan membawa mereka pada sebuah kamar dibalik penghujung lorongnya. Kamar yang sampai tadi sebelum kejadian, masih dihuni oleh wanita dan bayi yang mereka temukan dijalan. Gosh.. mereka memang masih ada disana kan??
Deg
Gara menahan nafasnya saat menolehkan kepala. Mata sepekat malamnya mengerjap singkat, dengan debaran jantung yang nyaris merobohkan dinding-dinding arterinya.
Disana, diujung sana. Nampak seorang gadis tengah tertatih, berusaha membangunkan satu orang gadis lainnya yang masih terbujur lemas diatas lantai. Tak ada rona yang mewarnai pipi keduanya, bahkan saat mendongak menyadari kehadirannya. Tatapan mata mereka nampak begitu kosong. Seolah baru saja dipertemukan dengan malaikat pencabut nyawa, yang urung memberikan kematian.
Shit!!
Dengan rahang mengeras, Gara bergegas menghampiri keduanya. Lantas bersimpuh dengan satu lutut menekuk lantai, sedang lutut lainnya digunakan untuk sandaran. Dibopongnya gadis yang masih setengah tidak sadar itu menuju bangku terdekat.
"Nad!! Nadine!! Nadine!!" Gara terus menepuk-nepuk pipi saudara perempuannya, sambil mengguncang bahunya perlahan. Diraihnya minyak angin yang tergeletak diatas meja.
"Engghh.. uhuk uhuk!! Ssshhh..."
Dalam sekejap Nadine membuka matanya. Ia terbatuk-batuk sambil meringis, memegangi belakang kepalanya yang dibaringkan diatas bantalan sofa. Samar-samar, bisa didengar dan dilihatnya wajah-wajah cemas milik teman-temannya. Apa yang terjadi? Kenapa kepalanya pusing dan sakit sekali? Diteguknya air dari gelas yang disodorkan oleh Ralline.
KAMU SEDANG MEMBACA
Garalline
ActionRalline Azzara Kesialan demi kesialan terus saja bertubi dialaminya. Semenjak malam dimana sang kekasih memutuskan hubungan cinta mereka secara sepihak, dan ia bertemu dengan siswa baru di sekolahnya. Dari mulai kesialan biasa, luar biasa sampai yan...