Garalline 27

746 53 19
                                    

******

03:17
Parkiran RSAU Dr. M. Salamun

Ralline mendongak menatap bangunan bernuansa serba biru itu sambil menyandarkan tubuhnya pada pintu mobil. Sebelah tangannya nampak sibuk menenteng sebuah paperbag besar berisi baju-baju Mba Siska. Sedang sebelahnya lagi, erat menggenggam ponsel milik Gara. Sejurus diliriknya, cowok yang sudah berlalu mengambil jalan lain, dengan sebatang rokok terselip dibibir penuhnya. Heh?? Sejak kapan??

Melihatnya, Ralline jadi menaikkan alis. Tidak terlalu mengejutkan memang, walau tetap saja aneh rasanya melihat cowok itu menyebat. Ck!! Apa sih Ra.. Ga penting juga!! Huhh.. Dibuangnya segera pandangannya kearah lain. Misi utamanya sekarang adalah segera menemui teman-temannya dan menyerahkan perlengkapan Mba Siska. Bukannya malah mengurusi kebiasaan Gara! Hihh

"Puuhhh.. Angkat dong Sha..." Ralline menghentak-hentakkan sebelah kakinya dengan tidak sabar. Berada ditempat-tempat suram seperti ini, selalu membuatnya tidak bisa tenang berdiam diri.

Gara menjentik batang rokoknya. Setelah dirasa yakin, gadis dibelakangnya sudah berhenti memperhatikan, ia akhirnya kembali menolehkan kepala. Dihisapnya kuat batang kecil bernikotin itu, lalu dikepulkannya tinggi-tinggi, agar asapnya bersatu dengan udara. Walau hanya sepintas melihat, tapi Gara tahu betul jenis tatapan apa yang tadi sempat dilayangkan Ralline padanya.

Mungkin, gadis itu memang tak pernah menyadari jika bungkusan batang-batang penenang diri untuk para lelaki itu sebenarnya tidak pernah absen ada didalam sakunya. Hanya saja, jarang sekali ia keluarkan. Mengingat dua teman barunya yang memang bukan seorang perokok, maka Gara pun menghormatinya dengan tidak merokok saat bersama mereka. Ingat, perokok pasif lebih besar terkena dampak negatifnya ketimbang perokok aktif.

Sambil membumbungkan kembali asap rokoknya ke udara. Gara mulai memperhatikan Ralline dengan lebih seksama. Jarang-jarang kan ia bisa dengan leluasa memandang gadis itu sampai sepuasnya. Gara terkekeh ringan. Netranya yang terbiasa dilatih mengamati keadaan, tak sedikitpun luput, menangkap setiap gerakan yang dilakukan gadis bersweater lumut itu. Baik saat mendengus sambil menurunkan paperbag dari tangannya. Atau saat cemberut sambil menguncir rambut panjangnya. Atau bahkan saat menggerutu sambil memaki ponselnya yang tak berdosa.
Gara terkekeh lagi. Sepertinya Ralline memang akan selalu lain dari yang lain dimatanya.

Untuknya, gadis itu jelas tak hanya menarik dari segi fisik saja. Tapi juga sepaket dengan kebiasaan ceplas ceplosnya yang gak guna, emosiannya, gerasak-gerusuknya, dan sederet tingkah absurd lainnya yang sering sekali datang tanpa sadar keadaan. Yo man.. sedang kerasukan sindrom apa sebenarnya dia ini?!! Cinta kah?!! Non sense!!

Dengan tegas, Gara menggelengkan kepalanya. Dia adalah sejenis manusia, yang tidak pernah percaya adanya cinta pada pandangan pertama. Ia terlalu rasional, untuk dijejali omong kosong yang menurutnya sangat tidak masuk diakal.

Tapi...

Gara lekas membuang rokoknya yang masih tersisa setengah. Diinjaknya bara yang masih menyala itu, sambil berjalan tergesa menghampiri sosok gadisnya. Oh come on.. berhentilah menyebut gadis itu sendiri sebagai gadisnya.

Gara semakin mempercepat langkahnya. Ralline yang tengah terbungkuk-bungkuk sambil memegangi pundaknya, membuat Gara panik sekaligus penasaran. Kenapa pula gadis satu ini??

"Kenapa?" Tanya Gara begitu sampai ditempatnya. Dan bukannya menjawab, gadis itu malah menegakkan tubuhnya dengan raut waspada. "Enggak papa" jawabnya terselip sedikit nada tegang.

Gara memicingkan mata. Ia paling tidak suka mendengar kata tidak apa-apa, sementara keadaannya jelas sedang ada apa-apa. Tanpa merubah ekspresinya, Gara membalik tubuh Ralline agar membelakanginya. Dipindainya sekilas punggung gadis itu, yang sepertinya memang tidak kenapa-kenapa.

GarallineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang