Happy Reading💜
-----"Kau tahu banyak tentangnya ya," ucap Ayesha kagum. Wanita di sampingnya tertawa pelan sambil menunduk sejenak.
"The power of technology," sahutnya simpel. Ayesha tertawa mendengarnya. Rasanya menyenangkan mengobrol dengan wanita asing di sampingnya ini. Tunggu... asing? Astaga, Ayesha mendadak teringat kalau ia belum sempat berkenalan dengan nya.
"Ahh iya, hampir lupa, akibat membahas Hillary kita belum sempat berkenalan. Aku Ayesha, mahasiswi tingkat dua, kau?" tutur Ayesha memperkenalkan dirinya.
"Edna Rodriguez, you may call me Edna," balas Edna lalu tersenyum lebar. Ayesha membalas senyuman Edna dengan cengiran andalannya.
"Aku mahasiswi tingkat empat," tambah Edna. Ayesha mengangguk. Ternyata Edna adalah seniornya, seperti Javier.
"Ngomong-ngomong, Edna, tadi kau kenapa kelihatan emosi ketika aku menanyakan apa yang terjadi disini?" tanya Ayesha menatap Edna.
"Apa? Kenapa aku begitu?" sahut Edna berpura-pura. Ayesha tersenyum menyelidiki gerak gerik Edna di sampingnya. Seolah dirinya sangat hafal dengan gerak gerik yang Edna perlihatkan.
"Oh benarkah? Tapi sayangnya mataku ini sangat handal dalam menilai seseorang, kau tidak bisa membodohiku," seru Ayesha membanggakan dirinya. Edna sudah mematung di situ.
Ayesha memperhatikan Edna di sampingnya. Ayesha melihat Edna seketika diam. Ia semakin yakin dengan penglihatannya tadi. Seolah benar, Edna terlihat emosi ketika Ayesha menanyakan apa yang terjadi.
Ayesha menyelidik Edna dengan matanya. Edna terlihat masih nyaman terdiam di tempat. Sejujurnya membaca gerak gerik seseorang itu adalah hal mudah bagi Ayesha. Karena itu, Ayesha mengganti pertanyaan nya.
"Hmm, okay, aku ralat pertanyaanku. Kau kenapa tadi tidak membubarkan diri seperti yang lain? Kau seperti sengaja menungguku mendekatimu, kau tahu?" sahut Ayesha seperti menggoda. Edna sukses menoleh setelah mendengarnya. Ia terkekeh geli.
"Jika saja kau laki-laki tampan, maka kau benar. Aku akan dengan senang hati menunggumu sampai kau mendekatiku," balas Edna menggoda balik. Edna hanya merespon kalimat terakhir dari Ayesha. Tapi Ayesha tidak sadar, ia hanya tertawa geli. Kemudian Edna menambahkan lagi.
"Seperti Javier Austin," sambung Edna menunduk malu-malu. Ayesha yang mendengar Edna tiba-tiba menyebut nama Jav, seketika berhenti tertawa.
Mata Ayesha membulat penuh. Tubuh Ayesha sontak menegang.
Well, lagi-lagi salah satu fans fanatik Jav muncul. Ayesha membatin sambil tersenyum simpul.
"Dan sayangnya tidak," balas Ayesha dengan nada kecewa yang dibuat buat. Edna mencubit pipi kanan Ayesha gemas.
Setelah itu mereka larut dengan beberapa obrolan kecil di antara mereka. Sesaat setelah mereka menggoda dan mengobrol satu sama lain, kesunyian menjeda aktivitas mereka. Astaga, Ayesha tidak menyukai kesunyian jika sedang ngobrol. Bahkan bila memungkinkan, Ayesha sanggup jika harus ngobrol berjam-jam tanpa minum.
Hingga setelah sekitar lima menit berlalu, suara Ayesha berhasil mengusir kesunyian itu.
"Jadi, mataku benar, kan? Kau terlihat emosi tadi," tanya Ayesha kembali ke topik awal. Ayesha kembali menyelidik Edna, sedangkan Edna spontan menoleh menatap Ayesha lagi. Ketika Edna menoleh, Ayesha sudah tersenyum jahil.
Edna menghela napas. Ia tidak bisa mengelak lagi kali ini. Edna akui ia juga tidak menguasai trik trik berbohong. Akhirnya Edna memilih jujur.
"Hillary, dia yang membuatku emosi," sahut Edna jujur. Edna menatap lurus ke depan, ia menjelaskan tanpa menatap Ayesha sama sekali.
KAMU SEDANG MEMBACA
If I Know Him
Romance[FOLLOW SEBELUM MEMBACA] Ini adalah kisah yang terinspirasi dari sebuah kepercayaan yang berbunyi 'ucapan adalah doa'. Seperti yang seorang gadis cantik, pintar, pemberani namun mudah insecure alami bernama Ayesha Carlotta Parveen. Bermula dari tiga...