Happy Reading!❤️
-Yosi M
-------Ketiga laki-laki yang terdiri dari ayah, putra, serta seorang sekretaris itu kembali dilibatkan dalam suatu perbincangan. Satu-satunya wanita yang mulanya bergabung di antara mereka--Hillary, telah meninggalkan ruang tamu mewah bak istana sejak tadi. Selepas ayah Jav memutuskan akan memproses surat yang diberikan Hillary, wanita itu merasa puas. Seakan-akan cukup selangkah lagi, hajatnya itu mampu terwujudkan.
"Seriously, Dad? You wanna help her?" sahut Jav memastikan kembali.
"Sure. Why not?" jawab ayahnya lugas.
"You kidding."
"Apa daddy kelihatan sedang bercanda saat ini?"
"Kenapa kau langsung menyetujui akan mengabulkan keinginan wanita itu? Maksudku, kenapa harus langsung kau katakan akan memprosesnya? Merekrut mahasiswa baru bahkan bukan wewenangmu,"
Kerutan di kening ayahnya langsung terbentuk begitu mendengar putranya bicara. "Bukankah kau yang bilang sendiri jika kita harus dengarkan dulu dan berikan apa yang Hillary mau?"
"Daddy hanya mengikuti permainanmu saja, Son." timpal sang ayah.
"Come on, Dad. I meant it! Kau tidak benar-benar akan menerimanya sebagai mahasiswi baru di kampus, kan? Kau akan menyerahkannya ke pihak Universitas, kan?"
"Hmm... We'll see. Dan kata siapa aku tidak punya wewenang atas kampus yang aku dirikan? Daddy-mu ini berhak pada semua aset selagi itu beratas namakan diriku sendiri." bantah sang ayah bersikukuh pada pendiriannya.
"I know. Tapi tidak berlaku untuk yang satu ini. Kampus memiliki pemimpin tersendiri, Dad."
"Jika begini, lantas apa gunanya Academic Section?" Jav mengimbuhkan ceramahnya.
Ayahnya menyilangkan kaki sambil menyandarkan tubuhnya pada sofa. "You know what? Kau baru saja menentang ayahmu."
"Ya! Aku menentang. Aku menentang karena putramu ini khawatir dengan rencana pembukaan cabangmu di Los Angeles yang akan digelar sebentar lagi." ungkap Jav terus terang.
"Berhenti melakukan semuanya sendiri, Dad. Fokuslah ke sana dulu, jangan keras kepala." Dengan wajah memelas, Jav mengungkapkan rasa cemasnya.
"Wow! Ini mengesankan! Hei Ed, kau dengar barusan?" ujar James. Tubuh James yang tengah bersandar santai, menjadi refleks terbangun menatap Edward antusias.
Alih-alih terkekeh, Edward menutup mulut dengan satu tangannya yang terkepal. Di situ Edward berdeham seolah-olah berusaha agar tidak kentara bahwa sebenarnya ia sangat ingin menertawakan Jav karena untuk pertama kalinya anak itu mengkhawatirkan perusahaan. Oh astaga, baru terdengar mencemaskan perusahaannya saja membuat dua orang tersebut tampak gembira. Apa jadinya jika suatu hari, Tuhan menurunkan mukjizat-Nya agar hati Jav tersentuh dan tertarik pada perusahaan?
"What?" tanya Jav bingung bak manusia bodoh.
"Kau sadar dengan ucapanmu? Itu benar kau yang mengatakannya?" tanya James menyelidiki lagi apa yang baru saja didengarnya.
Jav menaikkan satu alisnya. "Apa aku mengatakan hal aneh?"
Sontak tawa ayahnya langsung pecah ketika mendengar penuturan dari sang putra. Ayahnya tidak dapat menahan diri agar tidak tertawa saat melihat wajah lucu Jav yang awalnya cool ketika memberinya nasihat tadi, mendadak langsung berubah terheran dalam sekejap mata.
Ayahnya menggeleng seraya masih tertawa pelan, lalu berkata, "Okay, berhubung kau sudah membahasnya, mari kita mulai. Kebetulan daddy memintamu ke sini karena memang bermaksud membicarakan Los Angeles bersamamu."
KAMU SEDANG MEMBACA
If I Know Him
Romance[FOLLOW SEBELUM MEMBACA] Ini adalah kisah yang terinspirasi dari sebuah kepercayaan yang berbunyi 'ucapan adalah doa'. Seperti yang seorang gadis cantik, pintar, pemberani namun mudah insecure alami bernama Ayesha Carlotta Parveen. Bermula dari tiga...