Hari kedua di Paris dimulai. Pagi ini Arkan sudah bersiap menggunakan jaket hoodie dan sepatu sneakers didepan pintu kamar Airin. Setelah wisata kuliner kemarin, ia semakin semangat mengajak Airin berkeliling Paris. Wajah ceria Airin yang tiba-tiba menghilang kemarin membuat ia ingin berusaha lebih keras untuk mengembalikannya.
Sementara Airin, gadis itu kini masih memandang kosong kearah jendela. Ia tak mengira jika kejadian kemarin menjadi beban pikirannya. Walaupun ia tak yakin betul jika orang yang ia lihat kemarin adalah Rayn, nyatanya kejadian itu masih terngiang-ngiang dikepalanya.
Airin berdecih. Ia meremas rambutnya sedikit kasar. Ia tak tau lagi harus mengartikan kejadian kemarin seperti apa. Semua semakin rumit kala ia menyadari sebuah fakta, bahwa Rayn sudah lama tertidur damai selamanya.
Hal lain yang tak kalah membuat Airin semakin pusing adalah perkataan Gerald kemarin. Seorang pria yang tiba-tiba ia temui itu menyebut nama lengkapnya ketika hendak pergi, padahal kejadian tabrakan tak terduga kemarin adalah pertama kalinya dirinya dan Gerald bertemu, bahkan Airin tak yakin pernah bertemu Gerald di Indonesia. Lantas bagaimana lelaki itu bisa tau nama panjangnya?? Semua semakin aneh ketika Gerald terus berjalan menjauh tanpa memberi keterangan jelas kenapa ia bisa mengetahui nama lengkap Airin.
"Dia siapa sih???" Batin Airin bingung.
Tok!!! Tok!!! Tok!!!
"Udah bangun Rin??" Panggil Arkan dari luar kamar.
Airin tersentak mendengar suara Arkan diluar. Saking fokusnya memikirkan kejadian kemarin, ia sampai lupa jika Arkan sudah menunggunya didepan kamar untuk jalan-jalan hari ini.
Ceklek...
"Hai kak." Sapa Airin. Walau berusaha sekuat apapun, wajah kusutnya tetap mendominasi sekarang. "Masuk dulu kak!" Pintanya.
Melihat wajah Airin yang badmood, Arkan memilih mengikuti ucapannya tanpa menyinggung apa-apa tentang agenda hari ini. Melihat cara jalan Airin yang gontai membuatnya semakin yakin jika ada sesuatu yang salah.
"Kamu enggak apa-apa?" Tanya Arkan membuka pembicaraan, setelah hampir 5 menit suasana sunyi bak kuburan.
"Kepala agak pusing sih kak." Jawab Airin lesu.
Dengan sigap Arkan langsung menyentuh dahi Airin dengan punggung tangannya. "Kamu sakit kah?"
Airin menggeleng lemah. "Cuma pusing aja sih."
"Apa karena cuaca kemarin?" Tanya Arkan sedikit merasa bersalah.
"Enggak tau kak, tiba-tiba pusing." Jawab Airin sekenanya. Ia belum mau menceritakan kejadian apa yang sebenarnya menimpa dirinya kemarin.
"Yaudah pagi ini buat istirahat aja." Ujar Arkan sambil mengusap puncak kepala Airin.
"Makasih kak." Jawab Airin sambil menyenderkan kepalanya dipundak Arkan, suaranya mulai bergetar.
Arkan menelan salivanya. Merasakan tubuh Airin yang bergetar hebat semakin membuatnya penasaran. Bahkan isakan kecil Airin yang mulai terdengar sekarang membuat perasaannya campur aduk.
"Kamu udah kenal kakak dari smp Rin, jadi kamu jangan pernah anggep kakak orang asing." Kata Arkan. "Kalo ada masalah ya kamu cerita dong."
Menyerah. Airin tak bisa menahan air matanya yang terus berusaha menerobos. Walaupun ia tau jika air mata akan membuat Arkan semakin khawatir, tapi mau bagaimana lagi, ia sudah tak kuat menahannya.
"Kenapa Rin?? Soal Rayn kah?" Tanya Arkan.
Hampir 90% alasan Airin menangis pasti dikarenakan sosok Rayn. Hal tersebut sudah tak membuat Arkan heran. Ia juga semakin menyadarkan dirinya sendiri jika sampai kapanpun, dirinya tak akan bisa menggantikan sosok Rayn untuk Airin. Maka dari itu jika Airin menangis, ia hanya bisa pasrah dengan kenyataan.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Regret
ActionSequel The Memory Of Angle Rasa kehilangan itu masih membekas, terbingkai kokoh dilubuk hati Airin yang terdalam. Kenangan.... Hal yang tidak akan bisa terpisah dari raganya hingga kapanpun. Gadis cantik itu terus mencoba, mencoba sedikit meredam ra...