Sarang Narkoba[+]

49 7 2
                                    

Setelah mendapat informasi yang sangat penting tentang 2 cabang Killer 8 yang sudah terbongkar, Dharma mengutus Rendy, Nanta dan Reiga untuk menyusup di salah satunya. Walau belum terbukti akurat informasinya, tetapi tak ada salahnya jika mencoba. Toh Albert juga sudah mengecek lewat satelit jika di alamat yang tertera dikertas yang didapat Rayn, memang terdapat rumah yang ukurannya besar.

"Gw udah pastiin kalo informasi ini valid." Kata Albert meyakinkan rekan-rekannya.

"Ta.... Tapi kalo misal enggak ada gi.... Gimana?" Tanya Nanta ragu. Sebenarnya rasa takut lebih dominan daripada rasa ragunya.

"Heleh, elo ragu apa takut?" Goda Rendy sambil mengalungkan lengannya dileher Nanta.

"Si..siapa yang takut co...coba??" Sahut Nanta sambil membusungkan dadanya.

Rendy terkekeh. Ia tak sanggup melihat Nanta yang sedang kiku. Ia rasanya seperti ingin mengusap wajah Nanta hingga rata.

"Gw lebih ragu ke elo deh Ren..." Timpal Albert. Ia semakin pesimis melihat perilaku ceroboh Rendy disetiap misi.

"Mulai lagi kan!!" Seru Rendy.

"Elo yakin enggak apa-apa Nan?" Tanya Rayn. Lelaki itu sudah sampai di markas setelah beberapa hari yang lalu menjadi pengawal. Oh maaf, maksudnya kurir barang.

"Oh enggak apa-apa kak, Nanta malah semangat banget kok." Jawab Nanta cepat sambil meregangkan tubuhnya. Perhatian dari idolanya membuat semangat dirinya tumbuh.

"Kata-kata mutiara Rayn berhasil terus ya." Kata Rendy setelah melihat reaksi Nanta barusan. Dasar fanboy!!

"Gw lebih khawatir sama elo." Ujar Albert melirik kearah Rayn yang tiba-tiba sibuk dengan hpnya.

Rayn menaikan alisnya. "Gw kenapa?"

"Bukan elo, lebih tepatnya hati elo." Terang Albert sembari melihat layar hp Rayn yang menyala dan terlihat sebuah pesan masuk dengan pengirim bernama Tessa.

Merasa tak mau dicampuri lagi, Rayn memilih untuk beranjak dari duduknya. Saat ini ia tak mau diadili oleh siapapun. Ia hanya ingin semuanya mengalir layaknya arus sungai. Sehingga pada akhirnya ia bisa memutuskan, akan terus membuka arus tersebut atau malah menutupnya.

******

Pagi ini Arkan masuk kekantor seperti biasa. Sudah terlalu banyak ia mengambil cuti akhir-akhir ini. Apalagi statusnya sebagai presdir belum genap setahun, ia tak mau jika performa kerjanya mulai diragukan oleh karyawan-karyawannya.

Setelah merasakan liburan yang super indah bersama Airin di Paris dan mendapatkan restu yang terbilang mudah dari ibu angkatnya, Arkan ingin kembali fokus kepada pekerjaannya. Tetapi tiba-tiba sebuah ingatan saat liburan terbersit diingatannya. Ia teringat sebuah ucapan yang ditujukan untuknya dari Hendry, seorang pengusaha yang punya saham di bank dunia. Arkan mulai tertarik dengan hal itu. Apalagi setelah bertemu dengan Eko kemarin, dimana pria tua itu semakin memberikan kendali lebih kepadanya.

Arkan mengerutkan dahinya ketika membuka file tentang komposisi pemegang saham di bank dunia. Ia sedikit terkejut karena disana tak ada nama Hendry. Padahal menurut informasi, Hendry adalah salah satu pengusaha dengan saham terbesar di bank dunia.

"Dia nawarin saham, tapi enggak tanam saham gitu?" Gumam Arkan. Matanya mulai panas karena terlalu lekat menatap layar monitor untuk mencari nama Hendry secara hati-hati.

"What the hell...." Gumam Arkan terkejut. Ia mengerjapkan matanya berkali-kali untuk memastikan apa yang ia lihat itu benar adanya.

Ivan Ganendra. Kenalannya yang memiliki banyak cabang hotel dimana-mana itu ternyata salah satu pemilik saham bank dunia. Bahkan Ivan termasuk 5 investor dengan jumlah saham terbanyak di bank dunia.

My RegretTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang