Blindsassin

39 3 0
                                    

Trang!!! Trang!!

Reiga tersentak. Gaya bertarung Ivan setelah melepas kacamata sangatlah berbeda. Ia merasa bahwa sikap Ivan yang tadinya santai dan terkesan hati-hati, kini berubah menjadi bringas dan membabi buta.

Beberapa kali bagian tubuh Reiga hampir tersayat oleh kedua kapak Ivan yang tak henti-hentinya berkibas kearahnya. Jika saja pendengarannya tidak setajam sekarang, mungkin Reiga akan tumbang didetik ke 6 serangan Ivan.

"Kenapa?? Elo kaget?" Tanya Ivan. Ia berhenti sejenak untuk mengatur tempo serangan berikutnya.

"Karena gw nggak pernah pake kacamata, jadi gw nggak tau kalo sikap orang bakal berubah kalo benda itu dilepas." Ujar Reiga.

Ivan tersenyum, "Gw juga baru tau ada orang buta segesit elo."

"Seberapa tajem pendengaran lo?" Tanya Ivan.

"Lumayanlah." Jawab Reiga sembaru mengibaskan pedangnya, "Seenggaknya gw bisa tau jumlah orang dilantai ini."

Reiga sedikit menghela nafasnya. Ia berusaha meyakinkan dirinya tentanga keadaan Dharma yang baik-baik saja. Suara tembakan dan banyaknya langkah kaki membuat dirinya khawatir sejenak.

"Gw mau tanya satu hal, apa fungsi alarm tadi?" Tanya Reiga.

"Kurungan sirkus." Jawab Ivan.

"Maksud elo??" Tanya Reiga penuh selidik.

Ivan menghela nafas, "Intinya nggak ada jalan keluar bagi temen lo yang ada disini, kecuali jadi santapan para singa."

Reiga menggertakan rahangnya. Ia mulai menerka-nerka siapa diantara rekannya yang ketahuan.

Ivan kembali tersenyum, "Tenang aja, tu singa-singa nggak akan sampe dilantai ini, karena...."

"KARENA GW YANG BAKAL BUNUH ELO!!!!" Seru Ivan sembari berlari menuju Reiga.

Ivan Ganendra. Seorang lelaki berpola pikir dewasa yang berwibawa. Aura dan pesonanya bak CEO ternama dunia. Namun, semua keindahan dan kesempurnaan itu hanya bisa kita lihat saat sebuah kacamata menutupi kedua matanya.

Rabun dekat yang diderita Ivan membuatnya tak bisa mengenali ekspresi wajah seseorang. Rasa iba dan kedewasaannya juga timbul akibat ekspresi wajah seseorang yang ia lihat.

Ivan tak bisa hidup tanpa kacamata, maka dari itu hotel miliknyapun dilengkapi dengan kata 'Glasses'. Kenyataan bahwa Ivan benar-benar tak bisa hidup tanpa kacamata bukan hanya isapan jempol belaka. Karena jika dirinya tak menggunakan kacamata, ia tak lagi bisa melihat ekspresi wajah lawan bicaranya, yang otomatis kebringasan dan kekejamannya akan tampak seiring memudarnya ekspresi sedih dari lawan bicaranya....

Tak ada celah. Dengan 2 kapak ditangan, Ivan benar-benar membuat tempo serangan yang rapat. Tak ada kesempatan Reiga untuk sekedar membalas satu serangan.

Ditengah mode bertahan, Reiga menemukan sebuah kenyataan baru. Ia mulai sadar jika hal yang berbeda dari Ivan sekarang adalah tempo serangan yang meningkat. Alasan kenapa Reiga masih bisa menghindari serangan Ivan sampai sekarang bukan hanya disebabkan oleh pendengarannya, melainkan faktor lain, yaitu serangan Ivan yang terkesan random dan tak akurat.

"Celah....." Gumam Reiga. Walau hanya mendapat kesempatan sepersekian detik dari tempo Ivan yang sangat padat, tetapi tetap saja, tebasan pedangnya berhasil membuat sayatan dipipi Ivan.

Zrasss!!!

Reiga menaikan sudut bibirnya. Tebasannya barusan sebenarnya sangat mudah sekali dihidari karena posisinya yang terjepit. Tapi kenapa Ivan tidak bisa menghindar?? Ada 2 asumsi, Ivan tak sempat menghindar karena terlalu fokus menyerang, atau tebasan Reiga tak bisa dilihat jelas oleh Ivan...

My RegretTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang