Tumbuh dan Retak

35 5 0
                                    

"Gw kan udah bilang ama elo kalo cewek itu malah bikin sakit ati doang!!" Tutur Rendy.

Hm...

"Gw juga kan pernah bilang kalo kita ini pasukan bayaran, jadi imagenya udah pasti buruk!!" Tutur Rendy lagi.

Hm....

"Gw juga kayaknya udah pernah bilang kalo cinta bikin elo tersiksa!"

Hm...

"Ni gw kasih tau ya... Airin itu anak konglomerat, jadi standarnya juga pasti tinggi " Rendy seakan tak menghiraukan walau sedari tadi Rayn yang sedang membonceng dibelakangnya sama sekali tidak mendengarkan ucapannya.

"Ya kali orang sekaya Airin mau ama kita yang sukanya bunuh orang gini. Kaga bakal mau!!!" Ujar Rendy penuh keyakinan.

"Woi Rayn lo dengerin gw nggak sih??" Tanya Rendy.

"Elo nggak tidur kan?? Atau elo anemia sekarang kah??" Rendy mulai curiga dengan diamnya Rayn.

"Berhenti Ren." Pinta Rayn.

Rendy mengerutkan dahinya. "Ngapain berhenti?? Rumah sakit masih disono noh." Ujarnya sembari menunjuk pagar rumah sakit.

Karena malam sudah mulai larut, akhirnya Rendy memutuskan untuk tidak pulau ke markas, melainkan kembali ke rumah sakit. Selain karena hari sudah malam, biaya inap rumah sakit yang sudah dibayar oleh Airin hingga esok hari dirasa sia-sia jika tidak dimanfaatkan. Lumayan lah dapet sarapan sama makan siang gratis besok.

"Elo pulang aja, gw mau sendiri." Ujar Rayn.

"Tapi kan...." Rendy tak melanjutkan ucapannya. Permintaan Rayn berusan terdengar sangat serius. Kali ini ia memilih tidak berdebat karena sudah terlalu merasa iba hanya dengan mendengar suara Rayn yang bergetar.

"Lo yakin mau jalan dari sini?" Tanya Rendy khawatir. Walau letak rumah sakit sudah dekat, tetapi melihat tubuh Rayn yang sempoyongan membuat dirinya tak yakin.

Rayn menggangguk lemah, "Gw yakin." Jawabnya singkat kemudian mulai melangkahkan kaki lemahnya perlahan.

"Apa malem ini srigala udah kehilangan taringnya?" Batin Rendy sembari melihat punggung Rayn yang mulai menjauh.

Rendy berdecih. Bisa-bisanya malam kelam kelabu seperti ini mulai turun hujan. ia mendongakan kepalanya, berusaha memastikan apakah semua air yang jatuh ini benar berasal dari awan.

"Makin dramatis aja nih scene." Batin Rendy setelah benar-benar memastikan jika hujan memang benar-benar turun.

Rendy menengadahkan satu tangannya. Tetesan air dari gerimis hujan kini kian melebat. Tangkupan tangannya bahkan sudah mulai penuh dengan air hujan sekarang.

Sementara itu, Rayn masih tetap berusaha berjalan. Walau tampak sempoyongan, nyatanya lelaki berkulit pucat itu sudah hampir sampai digerbang rumah sakit. Hujan yang semakin deras akhirnya membuat seluruh bajunya basah kuyup. Ada satu hal yang bisa ia syukuri sekarang. Paling tidak, saat ini tak ada seorangpun didunia ini yang benar-benar bisa melihat dirinya menangis.

Tatapan Rayn masih kosong kebawah. Ia sama sekali tak menghiraukan peringatan Rendy tentang efek samping terkena air hujan terlalu lama.

Tiba-tiba Rayn menghentikan langkahnya. Pelan-pelan ia mulai menfokuskan pandangannya yang masih tertuju kearah bawah. Samar-samar ia mulai melihat ada bayangan seseorang didepannya. Terlihatnya bayangan seseorang didepannya itu dibaringi dengan berhentinya tetesan hujan yang tadi sempat menghujam keseluruh tubuhnya.

Rayn mengangkat kepalanya. Ia mengerutkan dahi dan sedikit menyipitkan matanya, "Elo kenapa disini?"

"Harusnya gw yang tanya gitu, kenapa elo disini?" Tanya Tessa balik. Gadis itu sudah berada didepan Rayn sembari mendekatkan payungnya, menghalangi derasnya hujan yang tadi sempat membasahi tubuh Rayn.

My RegretTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang