Terbalaskan

31 3 0
                                    

Kedua mata Arkan memandang sebuah map kosong. Setelah berfikir sejenak, akhirnya ia mantap untuk memutuskan keluar dari perusahaan Eko. Keputusannya sudah bulat dan tidak bisa diganggu gugat. Walau pekerjaan yang diberikan Eko termasuk ringan dan dengan gaji yang fantastis, tetapi tetap saja, satu-satunya alasan kenapa dirinya masih bertahan sampai sekarang adalah karena Airin Revalina.

Patah hati. Rasa sakit dihati itu sekarang terus dirasakan oleh Arkan. Ia merasa bahwa seluruh usaha yang ia lakukan selama ini sia-sia. Rasa sakit ini akan semakin dalam terasa jika ia tetap bertahan. Walau awalnya ragu, ia akhir memutuskan untuk mengundurkan diri. Sore ini ia akan mengunjungi kantor Eko untuk mengambil semua berkas-berkas miliknya, dan mengundurkan diri dari jabatan secara resmi.

"Diminum dulu kak tehnya." Pinta Dila.

"Makasih Dil." Arkan langsung mengambil cangkir berisi teh yang sudah disiapkan oleh Dila.

"Kak...." Panggil Dila lirih.

"Kenapa Dil?" Tanya Arkan.

"Emm... Kak...." Jari-jari dikedua tangan Dila saling beradu dibawah meja, ia merasa ragu untuk melanjutkan ucapannya.

"Kakak yakin sama keputusan kakak??" Tanya Dilla.

Arkan tersenyum tipis sambil terus meminum teh manis buatan Dilla, "Emang kenapa Dil??" Entah kenapa, melihat Dila yang salah tingkah membuatnya bahagia. Kenapa ia bisa memgacuhkan kebahagiaan seperti ini selama ini.

"Gimana ya... Pekerjaan itu kan impian kakak." Jawab Dilla.

"Kata siapa??" Tanya Arkan.

"Ya Dila cuma..."

"Bukannya kalo kakak resign kamu jadi bisa ketemu kakak tiap hari??" Goda Arkan.

Blush!!!

"I... Iya.... Ta... Tapi..... Kan..." Kedua pipi Dila semakin memerah kala kedua mata Arkan terus menatap wajahnya.

Ehm..

"Misi ya kak, Dila mau cuci piring dulu." Ujar Dila dan langsung melenggang pergi tanpa menunggu balasan Arkan.

Glodak!!!

Karena terlalu terburu-buru, pinggul Dilan sampai beberapa kali menabrak meja dan kulkas yang ia lewati.

"Ati-ati dong Dil!" Pinta Arkan sembari terkekeh.

Setelah puas tertawa, Arkan kembali mengalihkan fokusnya kearah map ditangannya.

"Keputusan gw udah bulat..."

******

Dor!!! Dor!!!

Karena banyak sekali bawahan Fredi yang datang dan menembak, mau tak mau Dharma harus mulai hati-hati dalam melangkah. Setelah banyak tembakan melesat kearahnya, ia langsung buru-buru menggulingkan badannya dan bersembunyi dibalik tembok.

Duak!!!

Dengan cekatan Dharma langsung menendang pintu disampingnya agar menutup. Dikarenakan ruangan yang ditempati Fredi termasuk ruangan yang eksklusif, alhasil pintu tempat ruangan juga dibuat anti peluru. Hal tersebut digunakan Dharma sebagai kesempatan bertahan.

Grek!!! Grek!!

Walau sudah merasa aman, insting Dharma yang tajam membuatnya ingin berbuat lebih. Dengan sekuat tenaga ia mendorong sebuah lemari berisi penuh minuman alkohol agar menghalangi pintu terbuka.

Ckrek....

Dharma merutuki kebodohannya. Karena terlalu fokus menghalau serangan besar yang akan menghujam kearahnya, ia lupa jika musuh utamanya belum kalah sepenuhnya.

My RegretTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang