......
Jenata dan Bir sedang berjalan-jalan ditengah kota Paris, kota yang paling Jenata sukai saat ini.
"Aku lelah." keluh Bir. Sudsh cukup lama Bir menemani Jenata berjalan-jalan, tapi wanita ini seperti tak ada bosannya sama sekali. Padahal sudah berkali-kali keliling disini.
Bir hanya menggeleng saat Jenata menarik tangannya. "Ayolah, sebentar lagi." tapi dengan keras kepalanya Jenata terus menarik tangan Bir. Tak bisa dipungkiri teman yang Jenata punyai hanya Bir seorang, walau agak mengesalkan tapi satu Bir saja Jenata tak sanggup.
"Tidak. Tidak. Aku sungguh lelah! Yang kita lalukan hanya berkeliling disini. Bahkan, kita sudah melewati bangku itu 7 kali!" Bir dengan emosinya menunjuk bangku coklat.
Jenata hanya menatap jengah Bir. "Bangku itu ada dimana-mana bodoh!" sahut kesal Jenata. Bir hanya terus mencari-cari alasan untuk membuatnya berhenti berjalan-jalan. Jenata tahu betul itu.
Bir mencibir Jenata. "Jen, sebenarnya apa yang kau harapkan disini?" pertanyaan Bir membuat Jenata yang tadinya ingin membalas perkataan Bir, seketika terdiam. Jenata bahkan tak tahu apa yang ia harapkan dengan berkeliling ditempat ini.
Mencari-cari sesuatu yang hilang. Bukannya merelakan Jenata semakin menginginkan, ingin kembali keposisinya dahulu yang saat ini rasa mustahil. Bukan karna hatinya berubah, tapi keadaan seperti tak mengizinkannya.
Jenata berjalan lemah kebangku coklat yang sempat ditunjuk Bir, diikuti Bir yanh tampak menyesali pertanyaan bodohnya.
"Bahagianya hampir ku lupakan, tapi rasa sakot ku bawa sampai sekarang." ucap Jenata sambil menatap pelukis jalanan yang tak jauh dari duduknya saat ini.
Bir menatap Jenata, "Harusnya kau buang jauh-jauh semua itu. Jangan mengingatnya jika menyakitkan."
Jenata menoleh, seketika memeluk Bir gemas. "Huh. Aku menolak lupa dengan Bir yang bijak!" Bir membalas pelukan Jenata. Menepuk-nepuk punggung Jenata.
"Menurut ramalan kau akan bahagia." sambil terus menepuk-nepuk punggung Jenata Bir berucap. Seketika Jenata melepas pelukannya dan menatap Bir dalam.
"Jujur, sekarang kau siapa?" tanya Jenata. Jenata menggoyang-goyangkan tubuh Bir, tapi lelaki itu hanya menatap Jenata bingung. Tidak mengerti situasi ini.
"Sebaiknya kau periksa otakmu ke psikiater, aku yakin sekarang kau sedang tidak waras!" Bir menujuk kening Jenata dengan jari telunjuknya.
Jenata hanya menatap Bir kesal. "Kau tahu, dulu aku bercita-cita mengelilingi kota ini dengan seseorang yang spesial dihidupku." ucap Jenata, sambil menatap kesekililingnya tampak beberapa pasangang sedang tersenyum bahagia, ada yang bermain ada yang berselfi dan ada yang berciuman.
"Tapi kenapa kau datang kesini sendirian?" tanya Bir kemudian. Bir menatap sosok wanita yang ditemuinya 2 tahun lalu ini. Tak pernah beruhah, masih begitu menyimpan luka yang Bir tahu tak bisa sembuh begitu saja.
Jenata tertawa sebentar, mengingat itu adalah keinginannya sendiri. "Aku meninggalkannya." sahut Jenata. Bir yang disebelahnya hanya terkekeh pelan, entah apa yang lucu dari itu.
"Terus kau menyesalinya?" Bir masih setia bertanya, hanya agar Jenata sedikit berbagi bebannya yang sangat lama ia pendam seorang diri.
"Entahlah. Terkadang aku menyesal. Tapi, disisi lain aku ingin dia melupakan sosokku. Aku dan dia tidak pantas bersama." jawab Jenata, sambil tersenyum. Senyuman yang siapapun melihatnya akan tahu itu hanya senyuman kepalsuan.
KAMU SEDANG MEMBACA
MISS JENATA [Revisi Lagi]
Romance21+ AREA DEWASA! UNTUK YANG BELUM CUKUP UMUR SKIP DULU TUNGGU CUKUP. *** Miss Jenata - Bukti Cinta untuk Jayden. Jenata Ayrellia, harus merelakan mahkota berharganya hanya untuk uang yang tidak bisa ia dapatkan dengan mudah lagi. Keadaan memaksanya...