"Ca sebaiknya kamu tidur dulu, biar pas sampai sana kamu udah enakan." saran Taeil yang langsung ditolak oleh siempu.
"gimana aku bisa tidur Om kalo Bapak aku antara hidup dan mati disana."
Bianca kembali menangis saat ia mengucapkan nama Bapaknya, Bapak harus sembuh ya, anakmu ini mau kesana,-Bianca.
Taeil hanya diam dengan tatapan mata kedepan. Ia sedang mengantarkan Bianca dengan mobil sekarang dan untungnya jalanan sepi jadi mereka akan cepet sampai kesana.
Waktu menunjukkan tengah malam, Taeil mengedip-ngedipkan matanya saat ia mulai merasa ngantuk. Terlihat jelas bahwa dia sangat capek hari ini. Dia sedang mencari referensi menu terbaru di Cafe barunya makanya Dia begitu sibuk diruangannya tadi.
Saat ia hampir menutup mata sangking ngantuknya ada sesuatu yang menyentuh lengannya. Ia buru-buru menepikan mobil dan melihat kesamping kanannya.
"Om pengen pipis ih..."
Taeil mengangguk kecil lalu menjalankan mobilnya kembali ke POM sekalian ia ingin mengisi bahan bakar.
"kamu pipis sendiri ya, saya ada urusan sebentar."
"siyap Om."
Taeil melihat Bianca yang memiliki tinggi tak seberapa itu melenggang masuk ke toilet, ia bingung mengapa jika berada di sampingnya ia merasa bahagia.
"Om udah." ucapnya setelah selesai dengan panggilan alamnya.
"mau langsung jalan?" Bianca menggelengkan kepalanya saat melihat wajah Taeil terlihat sangat lelah malam ini.
"Om ngantuk ya?" Taeil mengucek-ngucek kedua matanya.
"nggak kok tadi saya kelilipan aja." Bianca yang mendengar bantahan Taeil pun tertawa kecil.
"Om ngopi yok." Taeil yang mendengar kopi pun langsung melebarkan matanya.
"ayok." jawabnya semangat empat lima, ia langsung menarik Bianca keminimarket lalu memesan kopi hitam untuknya.
"kamu suka kopi?"
"nggak, aku makan mie instan aja deh Om."
Bianca akhirnya makan mie rasa kari ayam untuk mengisi perutnya yang bisa dibilang lapar dan baru beberapa saat ia sudah menghabiskan makanannya tanpa sisa.
"kamu doyan apa laper sih?" ucap Taeil gemas, kopinya saja masih setengah gelas eh Bianca udah abis aja makan mienya.
"dua-duanya Om hehhe."
Taeil menyeruput kopi hitamnya lalu menggandeng tangan Bianca.
"Om udah nggak ngantuk?"
"saya masih bisa tahan kok kalau sampai rumah sakit,"
"beneran? Aku nggak mau masuk jurang loh Om,"
Taeil tertawa kecil, "saya nggak lagi mabok tenang aja Bi."
Mereka berdua masuk ke mobil, Taeil pun menjalankan mobilnya dengan hati-hati ia menoleh kearah Bianca dan ternyata dia sudah terlelap dengan bibir yang terbuka.
"semoga Bapak kamu nggak kenapa-napa ya." ucapnya dengan tangan yang mengelus rambut Bianca dan satu lagi sibuk menyetir.
Skip sampai...
Puk... Puk...
Taeil menepuk pipi Bianca pelan, "udah nyampe Bi, bangun."
"Bangun... Eoy... Kamu nggak pengen liat bapak kamu?" ucapnya sedikit nyolot.
"Bianca bangun elah."
"sayang~ bangun dong."
"Hoam...," Bianca menguap lebar-lebar sedangkan Taeil sudah menjauh dengan menutup hidungnya. "udah sampai ya Om?"
"jorok kamu Bi."
"hehhe aku mau ke dalem dulu ya Om."
Bianca berlari kearah dalam dengan tergesa-gesa.
"Mbak ruangan Bapak saya dimana?"
"Mbak siapa? Bapak mbak siapa?"
Kenapa pertanyaannya mengingatkan aku tentang kata-kata 'aku dimana? Aku siapa?'
Bianca langsung menyebutkan nama Bapaknya ke mbak resepsionis.
"ruangan rumput no. 333 ya mbak."
"kesana?" tanya Bianca memastikan.
"iya mbak naik tangga aja lalu belok ke kanan."
Taeil berlari menghampiri Bianca dengan nafas terengah-engah, "suka banget ninggalin saya, heran."
"yaudah ayo," Bianca menggandeng tangan besar Taeil lalu mulai mengajaknya keruangan Bapaknya.
"332 bukan nah 333," Ucap Bianca lega saat menemukan ruangan tersebut.
"kamu aja yang masuk, saya mau ketoliet dulu."
Bianca mengangguk lalu masuk kedalam, "Bapak..."
Bianca langsung menghamburkan badannya kearah Bapaknya membuat siempu langsung terbangun dari tidurnya.
"kamu datang juga."
"Bapak kok bisa kaya gini? Kan Bianca udah bilang jangan kerja sampai larut malem juga. Terus Bapak yang sakit yang mana? kok aku ngeliat bapak nggak kenapa-napa."
"duduk dulu Ca."
Bianca duduk disebelah ranjang, "Bianca udah duduk sekarang Bapak nggak kenapa-napa kan? Mana yang sakit?"
"permisi..." Taeil berjalan masuk lalu mencium punggung tangan Bapaknya Bianca.
"kamu yang dulu dirumah saya kan nak?" tanyanya meneliti wajah Taeil.
"iya Pak, saya Taeil yang dulu dirumah Bapak." ucap Taeil sambil tersenyum.
"Bapak ih... Daritadi ditanya nggak dijawab-jawab." Taeil mengalihkan pandangannya kearah lain saat Bianca menggembungnya pipinya,
kenapa bisa semenggemaskan itu sih? -Taeil.
"Bapak beneran kecelakaan?" tanya Bianca lirih.
"siapa yang bilang bapak kecelakaan?"
"Haechan,"
"ck anak itu, Bapak cuma pingsan karena liat kecelakaan didepan bapak, bukan Bapak yang kecelakaan." jelasnya.
"haechan!!!"
Kok kerasa ada yang manggil gue ya, -Haechan.
Bersambung...
Yuhu~
Apakah ada yang membaca cerita gaje ini?
Yang baca coba sekalian vote, coment, saran, dan kritik biar authornya seneng.
See you~
Salam
Author somplak😴
KAMU SEDANG MEMBACA
Destiny | Moon Taeil ✔
Fanfiction[cerita kesatu] [SELESAI] Tentang cerita Taeil yang bisa menemukan takdir hidupnya pada gadis yang berselisih jauh dengan umurnya. "saya nggak menerima penolakan sayang~" ENJOY! Rank #3 on Moontaeil [190920] Rank # 1 on Taeilnct [011220] Rank # 3...