3-Tugas Kelompok

764 82 8
                                    

Terkadang, terlalu memikirkan perasaan orang lain bisa menyakiti perasaan kita sendiri. Apalagi, situasinya dalam hal mencintai.

———

Now Playing | Suzy-Words I Want to Hear

———

"Woy Juno! Jangan pulang duluan, ada tugas kelompok," teriak Sonya. Cewek mungil itu berdiri menghadang pintu, menahan Juno yang siap kabur setiap ada kerja kelompok.

Tiara geleng-geleng kepala, menarik Juno agar tidak kabur dan cowok itu cuma menghela nafas pasrah.

"Ra, mau ke bengkel, mau modif motor," katanya memelas. "Aduh, Nya! Nggak usah narik kerah gue juga, orang tinggi capek nunduk."

Kedua cewek itu tidak merespon, masih tetap menyeret Juno sepanjang koridor sampai ke parkiran. Juno jadi malu, sedangkan dua cewek ini malah cekikikan nggak jelas, puas banget menyiksa cogan kayak Juno.

Esa sudah dari tadi menunggu di parkiran, karena Sonya, Tiara dan Juno harus piket kelas terlebih dahulu, jadi pulang agak lama.

"Buruan, udah sore, mau les gue ini," kata Esa agak ngegas. Ya wajar, karena cowok itu sudah nunggu hampir setengah jam, agak heran, sebenernya mereka piket atau malah renovasi kelas sampai selama itu.

Sonya mencibir, "santuy dong sahabat, kita juga baru kelar piket ini," ujarnya meniru gaya bahasa Esa.

Melihat Esa yang kelihatan badmood, Tiara menarik-narik Sonya untuk cepat ke mobil Juno. "Udah udah, ribut mulu dikira ring tinju apa," katanya melerai.

"Ra, lo bareng Esa aja naik motor, jagain entar malah nggak ikut nugas dia," suruh Sonya yang sudah duduk nyaman di mobil Juno, menyalakan radio. "Gue sama Juno aja, pake mobil, biar nggak panas," kata Sonya cengengesan, membuat Juno mendelik kesal.

Tiara mendesah pelan, "ini mah namanya lo ngumpan gue banget ya, Nya." Cewek itu mendekat ke arah Esa, menerima helm yang disodorkan cowok itu, lalu menaiki jok belakangnya.

Mobil Juno sudah pergi lebih dulu, Esa dan Tiara menyusul di belakangnya. Baru beberapa meter motor melaju, Esa tiba-tiba menghentikan motornya, memperhatikan seseorang yang berdiri di dekat gerbang kelihatan frustasi.

Tiara mengernyit heran, melihat apa yang membuat Esa tiba-tiba menghentikan motor. Keningnya berkerut menatap gadis tinggi dengan tas biru yang mondar mandir di pos satpam, dekat gerbang. Wajahnya kelihatan nggak asing. Tiara jelas melihat perubahan di wajah Esa, cowok itu... khawatir?

"Kenapa dia?" gumam Esa penasaran.

"Kayaknya butuh tumpangan, situasi urgent kayaknya," ujar Tiara yang memahami gelagat aneh salah satu adik kelasnya itu. Dari yang mondar-mandir di pos satpam, mengecek ponsel beberapa kali juga raut wajah yang kentara sekali gelisahnya.

Esa menghela nafas pelan, diam-diam menatap gadis itu sendu.

Tiara jadi merasa tidak enak, pasti Esa berniat memberikan tumpangan, sampai tiba-tiba berhenti dan ikut gelisah seperti ini.

Karena itu, cewek yang hari ini mengikat ponytail rambutnya, memilih turun, kemudian melepas helm. Dia juga nggak mungkin tega membiarkan cewek itu kesusahan, bagaiamana pun, ini sudah sore, sekolah sudah sepi, kecil kemungkinan ada yang membantunya.

Merasa motornya agak sedikit ringan, juga beberapa gerakan kecil di belakang, Esa melirik Tiara yang sudah berdiri di samping motor, menyodorkan helm padanya sambil tersenyum.

MAHESATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang