curiga & berfikir dengan keras

2K 228 69
                                    

Jam menunjukkan sudah pukul sembilan malam,  keluarga mereka sudah kembali kerumah nya masing-masing. Bukan mereka yang mau, tapi iqbaal yang meminta untuk beristirahat saja di rumah. Lalu kembali lagi besok pagi dengan membawakan iqbaal sarapan.

Diruangan cat bernuansa putih itu hanya ada iqbaal dan sasha. Sasha meminta iqbaal untuk naik ke ranjang rumah sakit, lalu membaringkan tubuh nya di samping istrinya.

Hening, hanya suara detak jam dinding yang berbunyi. Mereka larut dengan fikiran nya masing-masing.

Sasha mengingat-ingat kembali kejadian yang menimpanya tadi pagi, dia tidak bisa membayangkan kalau saja tidak lelaki yang menolong nya.

Kalau tidak salah, megan yang sudah menolongnya. Tapi belum tentu benar. Karna sasha sudah tergeletak dan hampir pingsan. Jadi dia tidak begitu jelas suara yang sudah meneriaki nya.

Sasha selalu mengucap syukur, karena dia masih bisa merasakan nikmatnya dunia. Masih bisa bernafas dengan semaunya, menikmati indah nya dunia yang hanya tempat untuk persinggahan semata.

Semua itu berkat sosok lelaki yang sudah menolongnya. Terima kasih, gumamnya dalam hati.

"Keadaan mbak revi gimana mas?." tanya sasha di tengah-tengah lamunan nya.

"Baik."

"Apanya yang luka."

"Ga ada." sasha mengernyitkan dahi nya, bukan nya tadi pagi dia nangis-nangis telfon mas iqbaal kalau dia habis jatuh di kamar mandi, terus minta anter mas iqbaal buat ke rumah sakit.

"Kenapa sayang? Kok mukanya aneh gitu." tanya iqbaal saat melihat mimik muka istrinya yang seakan-akan bertanya-tanya.

"Nggak, nggak papa. Syukur klo nggak kenapa-napa."

"Tadi udah di pijit sama mbok."

"Oh, berarti nggak jadi nganter ke rumah sakit?."

Hingga tidak menjawab pertanyaan istrinya, dia hanya menggeleng lemah.

"Kenapa?." tanya sasha penasaran.

"Ya nggak papa sayang? karna nggak papa. Gada yang luka, jadi nggak perlu di bawa ke rumah sakit."

"Trus klo nggak papa, kenapa tadi telfon nya nangis-nangis minta anter kamu kerumah sakit?."

Sasha sepertinya belum puas dengan jawaban suaminya. Dia terus saja bertanya dimana ia sudah merasa puas dan mengerti.

"Nggak tau yang?."

"Kok nggak tau?."

"Ya trus aku jawab apa dong? Aku dateng revi lagi santai di kamar nya, lagi asyik baca majalah."

"Hah!."

"Busyeetttt! Biasa aja dong sayang? Jangan teriak-teriak. Ini ranjang nya sempit, klo aku kaget, aku bisa jatuh ke lantai."

"Ya bodok."

"Kamu kenapa sih? Padahal tadi pagi rencananya malam ini aku mau ngajak kamu dinner yang romantis, terus kita nginep di hotel."

"Terus?." tanya sasha dengan senyum malu-malunya.

"Ya bikin anak lah, apalagi."

Astaqfirullah,,, sasha mengelus dadanya pelan dengan penuh penekanan. Dia selalu mencoba menyabarkan hatinya, mendengar ucapan suami nya yang sebenarnya tidak pantas untuk di dengar.

Kenapa lelaki di samping nya ini selalu mengait-ngaitkan semua seperti membikin atau membuat makanan.

Memangnya membuat anak itu seperti membuat kue, seenak nya dan semaunya saat membuat, kemudian di cetak terus langsung jadi.

Madu MuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang