Bab 7 Why So Serious?

2.7K 344 6
                                    

Nanda pulang ke rumah seperti biasa

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Nanda pulang ke rumah seperti biasa. Kedua orang tuanya sudah tau jika ia mengikuti les piano di salah satu tempat les yang jauh dari rumah. Beberapa kali Bunda juga menawarkan bantuan untuk mengantarkannya tapi Nanda menolak. Jika saja Bunda tau dimana dia belajar piano, mungkin Bundanya bisa terkena serangan jantung.

"Bang Aka kemana, Bun?" tanya Nanda sambil mengambil cemilan yang dibuat ibunya. Itu, bukan apa-apa. Hanya kue buatan rumah yang sangat Nanda suka.

"Bang Aka masih di rumah sakit. Sudah sekangen itu sama Abangnya?" tanya Bunda jahil yang dijawab dengan anggukkan kepala cepat dan senyum menggemaskan Nanda.

"Oh ya, Bun. Bunda tau tidak atau punya kenalan pengacara atau ya, seseorang yang sedang kuliah di jurusan hukum seperti itu?" tanya Nanda dengan mulut yang masih setengah terisi.

"Bunda tidak ingat persis. Tapi, mungkin Ayah punya. Ada apa?" tanya Bunda dengan suara lembutnya.

"Itu, anak dari guru les pianoku. Dia itu pandai sekali tentang hukum sejak kecil. Kata guruku juga cita-citanya adalah sebagai jaksa. Tapi ya itu karena dia tidak bisa melanjutkan kuliah akhirnya itu cuma bisa jadi cita-cita sampai sekarang. Kalau dia bisa dapat beasiswa pasti bakatnya bisa tersalurkan"

Bunda mendengarkan setiap kalimat Nanda dengan hati-hati. Dia juga berfikir kalau anaknya ini ternyata memiliki teman yang semenyenangkan itu. Dapat Bunda lihat kedua mata anaknya sangat berbinar saat menceritakan temannya ini.

"Eum..baiklah. Coba Bunda tanyakan pada beberapa teman Bunda yang bekerja disana. Dan, mungkin juga ada beasiswa untuknya"

Nanda senang mendengarnya. Dia mengangguk cepat lagi dan mengucapkan terima kasih pada Bunda dengan nada nakalnya.

"Bun, aku ke rumah sakit, ya? Aku mau menyusul Bang Aka disana" kata Nanda sambil berdiri dari kursinya.

"Bang Aka pasti sibuk sekali, Dek" cegah Bunda dengan sedikit menaikan suaranya karena saat ini Nanda sudah menaiki tangga rumahnya.

"Namaku bukan Nanda Aditya kalau aku tidak mengganggu Bang Aka setiap hari, Bun" lalu Nanda berjalan cepat dan mempersiapakan diri menyusul abangnya.

***

Seta sangat mengingat rumah sakit ini dengan jelas. Memori kematian adiknya tidak akan dia lupakan. Seperti saat ini, dia masih saja mengunjungi rumah sakit untuk beberapa alasan. Hatinya masih belum bisa menerima kematian dan donor paru-paru itu. Masih sangat sulit bagi Seta untuk melupakannya.

Dari kejauhan ia melihat sebuah taksi dan penumpangnya adalah Nanda. Seta cukup terkejut. Dia tidak menyangka akan bertemu Nanda lagi setelah anak itu selesai belajar piano dengan ibunya.

Seta mengikuti langkah Nanda dengan hati-hati dan tetap menjaga jarak. Langkahnya tertuju pada salah satu ruang dokter jaga spesialis disana. Seta sudah bisa memperkirakan apa yang terjadi. Nanda menyusul Arka yang tidak kunjung pulang ke rumah padahal hari sudah mulai gelap.

Sekarang, Seta juga mampu melihat kedekatan mereka berdua. Nanda yang tersenyum lebar dan tampak bahagia bisa bertemu dengan kakaknya lalu Arka yang tengah membelai rambut Nanda dengan gemas dan tersenyum seadanya.

Jika, Arka mampu menyelamatkan adiknya dulu. Seta tidak perlu merasa sesedih ini.

Nanda dan Arka berjalan menjauh dan sekali lagi Seta mengikuti mereka. Seta berusaha untuk membuat pertemuan mereka seakan tidak sengaja. Dan..

"Kak Seta!" Nanda melambai kearah yang benar. Seta yang berdiri jauh dari mereka ikut membalas lambaian tangan Nanda.

Seta berhasil. Ia membuat seolah dia sedang mengunjungi rumah sakit dan berakhir menunggu sesuatu di lobby.

"Kak Seta mau periksa apa?" Seta langsung memasang wajah kesal lalu Nanda yang menyadari itu langsung tertawa dan berucap lagi, "tidak, tidak. Kak Seta sakitkah?"

Nanda tidak menyadari Arka saat ini sedang sekuat tenaga menahan keterkejutannya. Dia berusaha mengontrol ekspresi wajah dan nafansya yang mulai memburu pelan. Hanya Seta saja yang menyadari itu semua. Seta bahkan sempat tersenyum kearahnya.

"Aku hanya menjalani pemeriksaan biasa, Nan" Seta menoleh pada Arka dan memasang ekspresi siapa dia agar Nanda memperkenalkannya.

"Ini kakakku, Kak. Arka tapi aku biasanya memanggilnya Bang Aka. Bang, ini Kak Seta. Dia anaknya guru les pianoku" Nanda memperkenalkan mereka dengan santainya tanpa menyadari tatapan dingin keduanya.

"Praseta"

"Arka"

Nanda memperhatikan kedua tangan yang saling bertautan untuk waktu yang cukup lama itu.

"Kak Seta sudah makan belum? Aku mau makan sama Bang Aka" ajak Nanda dengan senang hati.

"Nan, aku langsung pulang saja. Ibuku sendirian di rumah" Seta tersenyum.

"Hati-hati, Kak"

Seta pergi dari hadapan mereka dengan senyuman penuh artinya. Rupanya, Arka setakut itu bertemu dengannya.

"Bukankah Bang Aka sudah memintamu untuk menjauh dari mereka? Kalau Bunda tau bagaimana, Nan?" tanya Arka dengan nada bicaranya yang dingin.

"Bunda tidak tau, Bang. Lagipula mereka orang baik kok. Aku bahkan ingin membantu Kak Seta untuk mendapatkan cita-citanya. Bunda tidak akan berfikiran buruk, Bang"

Arka menghela nafas kesal, "Nan, Abang tau Bunda memang sangat positif tapi--" ucapan itu terhenti untuk beberapa menit. Membuat Nanda harus menunggu dengan wajah penasarannya. Sementara Arka menatap Nanda dengan kaku. Tidak, tidak. Nanda tidak boleh tau. Selamanya dia tidak boleh tau.

"Bang Aka.." panggil Nanda lembut. "Abang ngga nyembunyiin sesuatu dari Nanda, kan?"

"Hey kalian!!" sapaan keras dari seberang ini mengejutkan mereka. Dirga berjalan cepat kearah mereka dan merangkul Nanda dengan jahilnya. Dirga dan Nanda memang dekat dan mereka sudah sering bermain kalau ada kesempatan.

"Senang sekali melihat kalian. Apalagi Arka, aku sebentar lagi akan menggantikannya bertugas. Wah, enak sekali sudah waktunya pulang"

Nanda dan Arka terdiam tanpa memberikan jawaban.

"Eh, sudah makan belum? Nan, makan" tanpa menunggu jawaban Dirga membawa Nanda untuk berjalan meninggalkan Arka yang masih mematung dengan fikiran melayang.

Dirga sedikit menoleh kebelakang. Dia melihat segalanya tadi. Dia tau sebab Arka setakut itu. Kedatangan Seta setelah sekian lama pasti membuat Arka seakan kehilangan arah. []

NandArka (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang