Bab 18 Usaha

1.6K 240 8
                                    

Hakim menoleh pada Seta dan berkata, "apa penuntut memiliki penjelasan lanjutan?" tanyanya.

"Ada, Yang Mulia", Seta langsung berdiri dan berkata, "dalam kesaksian dan pembelaan tersebut tidak ada penjelasan mengenai pembunuhan terakhir yang dilakukan tersangka pada korban Aditya. Korban ditembak sebanyak tiga kali dengan pistol yang berada ditangan Terdakwa. Disana terdapat sidik jari dari Terdakwa dan korban meninggal hanya dengan tembakan itu saja"

Seta menatap Jovan dengan tatapan datarnya. Dalam hati, Jovan menanyakan maksud tatapan itu. Seta beralih dan menatap Arka yang sedang duduk dalam ruang persidangan.

Perlawanan yang seimbang, batin Seta.

"Untuk itu, Penuntut memanggil Saudara Arka Aditya yang tiba pertama kali di TKP untuk bersaksi" kata Seta dengan yakin.

Jovan sudah tau arah pemikiran Seta. Awalnya Jovan menyayangkannya. Tetapi meskipun mereka berdua sudah mengetahui kebenaran bukan berarti Jovan bisa menang dengan mudah. Itu, bukan pengadilan namanya.

Nanda tersentak saat menyebut nama kakaknya. Lebih terkejut lagi saat Arka duduk dikursi saksi dan mengucapkan sumpahnya. Tujuannya adalah menyelamatkan Arka bukan membuatnya ikut terlibat dalam perang kali ini.

Seta menyatukan kedua tangannya dan menatap Arka dengan tatapan datarnya.

"Saudara Arka adalah orang yang datang pertama kali di TKP setelah kejadian berlangsung. Apakah itu benar?" tanya Seta dengan suara tenangnya.

"Benar" jawab Arka dengan pelan.

"Apa yang anda lihat saat itu?" pertanyaan Seta membuat Arka makin terpojok. Jika dia menjawab, Nanda akan semakin jauh dari kebebasannya.

"Saya melihat Nanda duduk disana dan memegang sebuah pistol"

Seta menekan pointer dan menunjukan foto pistol yang ditemukan di TKP.

"Apakah benar pistolnya seperti itu?"

"Benar"

Seta tersenyum tipis. "Apakah anda juga melihat sebuah balok kayu atau senjata lainnya? Atau seseorang selain Terdakwa disana"

"Tidak ada siapapun. Hanya ada Nanda dan korban. Pistol itu...ada ditangannya"

Seta membalikan badannya dan menatap Para Hakim. Dia sudah siap dengan pendapatnya.

"Berdasarkan keterangan saksi dan juga fakta bahwa Terdakwa hanya sendirian disana mengarahkan Terdakwa sebagai orang yang melakukan pembunuhan. Tidak ada indikasi Terdakwa memiliki bekas luka pembelaan dari korban. Bukan berarti, Terdakwa tidak bersalah-"

Arka menggenggam jemarinya kuat. Jovan hampir melakukan hal yang sama.

"Kita bisa melihat luka pada korban Aditya. Dia hanya memiliki luka tembakan saja. Kemungkinan ada orang lain yang melakukan pembunuhan ini-"

"Keberatan, Yang Mulia. Penuntut hanya berspekulasi!"

"Kita tidak bisa mengabaikan segala kemungkinan yang ada. Jika memang Terdakwa tidak melakukan semua pembunuhan maka dia juga adalah korban, tapi saat dia mengakui pembunuhan ini, bukankah itu artinya dia bekerja sama dengan orang lain? Tiga orang dengan luka yang cukup berat dan Terdakwa hanya melakukannya sendiri? Bisa saja Terdakwa tidak bersalah atau dia bekerja sama"

Ini pengadilan, Jovan. Jangan terbawa. Kau harus tenang. Pinta Seta melalui tatapannya pada Jovan. Dengan seperti ini akan lebih mudah bagi Jovan untuk meminta Dirga bersaksi.

"Jika memang Terdakwa bekerja sama. Bukankah Terdakwa juga bisa dijatuhi hukuman?" tanya lagi Seta yang semakin membuat Para Hakim berfikir panjang.

NandArka (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang