Bab 21 Kondisi Nanda

2.7K 242 16
                                    

Jovan dan Nanda masih menunggu hasil pemeriksaan sekaligus menunggu Arka dan Seta yang katanya sudah sampai di parkiran rumah sakit. Akan sangat mudah jika Nanda mendapat ijin untuk memeriksakan diri di rumah sakit tempat Arka bekerja, tapi karena kasus kemarin, Nanda tidak diperbolehkan oleh pihak kepolisian.

"Gimana?" tanya Seta yang datang pertama kali.

"Belum, CT Scannya masih dibaca sama dokter" setelah Jovan menjawab, Arka dan Dirga mendekat pada mereka.

"Dirga juga ikut?"

Dirga hanya mengangguk dengan senyum tidak jelasnya sambil menormalkan laju nafas. Sedangkan Arka langsung menatap Nanda yang hanya diam sejak tadi. 

"Nanda kenapa?" tanya Arka yang sudah duduk disamping Nanda.

"Pusing sedikit, Bang. Tapi tidak apa-apa" jawab Nanda yang masih bisa tersenyum. Dia jujur, sangat jujur.

Alasan Dirga ikut untuk mengetahui hasil pemeriksaan Nanda adalah rasa bersalahnya. Nanda sakit karena perbuatan ayahnya. Jika sesuatu yang buruk terjadi, Dirga tidak akan bisa memaafkan dirinya sendiri.

"Saudara Nanda Aditya, dipersilahkan untuk menemui dokter" panggil perawat yang bertugas.

"Ada yang serius, dok?" tanya Seta yang mulai tidak sabar.

"Seharusnya, Nanda ditangani secepat mungkin. Ini sudah berbulan-bulan sejak benturan itu terjadi. Berdasarkan hasil CT Scan dari saudara Nanda, ada infark atau kematian jaringan pada batang otaknya. Jika ini meluas, Nanda bisa mengalami kelumpuhan atau stroke dengan prognosis yang lamban. Itu terjadi karena aliran darah yang tidak lancar dan menyebabkan kematian jaringan otak lainnya disana. Kemungkinan paling buruk tentu saja Nanda bisa sampai meregang nyawa karena kematian otak. Jika masih iskemik atau peradangan, kemungkinan buruk itu bisa dicegah, tapi ini..."

Arka mengosong begitu juga Seta yang seperti dipukul telak hingga ia tidak bisa berbuat apa-apa. 

"Lalu apa yang harus dilakukan, dok? Tidak mungkin Nanda hanya dibiarkan seperti ini. Mungkin operasi untuk mengeluarkan pendarahan itu atau semacamnya" desak Dirga dengan suara yang gemetar.

Jovan meruntuk dalam hatinya. Seandainya dia lebih peka tentang ini, dia bisa membebaskan Nanda tanpa perlu bersusah payah dan Nanda bisa ditangani secepatnya. Dia bodoh. Percaya begitu saja pada hasil pemeriksaan forensik dari kepolisian. Jovan tidak akan membiarkannya.

"Operasi bisa dilakukan. Tetapi tidak untuk menyembuhkan infarknya. Melainkan untuk melancarkan peredaran darah menuju jaringan otak dan mengurangi segala kemungkinan buruk"

"Maksudnya, adik saya tidak bisa sembuh?" tanya Arka yang sekarang sangat bodoh. Dia seorang dokter dan masih bertanya.

Dokter itu menggeleng pelan, "tapi kita bisa menanganinya dan meminimalisir resiko buruk yang terjadi. Sejauh ini, jelaskan gangguan atau yang kamu rasakan Nanda. Jika memang ada indikasi untuk tindakan bedah maka itu harus dilakukan segera"

Semuanya menoleh pada Nanda dan ia menjawab, "kadang pusing seperti sekarang, dok. Tapi tidak sampai mengganggu aktivitas saya. Hanya itu saja, dok"

"Tidak ada gangguan pada kedua tangan dan kakimu? Gangguan menelan makanan atau penurunan pada panca indramu? Kemampuan bicara juga?"

Nanda tersenyum tipis dan menggeleng. "Sejauh ini semuanya aman. Tapi tetap kita harus mengeluarkan darah yang masih mengganggu sirkulasi pada kepalamu, tidak apa kan, Nan?"

Nanda mengangguk yakin. Dia juga menautkan jemarinya pada Seta dan Arka. Nanda tau kedua kakaknya itu sedang ketakutan. Nanda harus ikut menguatkan mereka.

"Baiklah, saya akan jelaskan operasi yang akan kita lakukan nantinya..."

Dirga keluar dari ruang dokter tersebut disusul dengan Jovan. Jovan merasa hanya Seta dan Arka yang harus mendengarkan penjelasan dokter.

***

"AAARGH!!" teriak Dirga sambil memukul tembok yang ada disamping kanannya. Jovan mencengkram kedua bahu Dirga kuat sambil menenangkannya.

"Dirga, udah! Kamu nyakitin diri kamu pun ngga akan bisa merubah kenyataan! Kamu lihat Nanda, dia bahkan masih sempat menguatkan kedua kakaknya. Kamu jangan kayak gini, Dirga!"

"Aku ngga akan memaafkan diriku sendiri, Kak Jovan. Kamu tau? Aku ada disana setelah Nanda pingsan karena pukulan itu! Aku melihatnya tapi aku cuma diam! Kenapa?! Kenapa aku hanya bisa diam, diam, dan diam!" kedua tangannya menjambak rambut sendiri. Dirga begitu frustasi.

"Aku biarkan Nanda mengakui semuanya. Aku ngga bisa lawan ayahku sendiri. Dalam keadaan seperti itu dia dipenjara. Jovan, Nanda itu pernah operasi donor paru-paru dan itu ngga mudah. Donor paru-paru itu juga yang sudah merenggut nyawa adiknya Seta. Salah siapa itu, Kak Jovan? AYAHKU! SEMUA KARENA DIA DAN AKU CUMA BISA DIEM AJA!!"

"Dirga, stop!!" pinta Jovan sambil mengguncangkan bahu Dirga dengan kuat. Setelah Dirga lebih tenang, barulah Jovan mulai bicara.

"Nyalahin diri kamu ngga akan merubah apapun. Kita semua harus kuat buat Nanda, Arka, Seta. Mereka butuh kita. Kamu ngga akan bisa bantu mereka kalau kamu kaya gini terus. Jangan gunakan rasa beraalah kamu untuk memperburuk keadaan, Dirga. Kamu orang baik. Kamu bantu Nanda untuk keluar dari penjara. Semuanya akan baik-baik saja, Dirga. Tolong percaya"

Dirga tidak menyahut lagi. Jovan merengkuhnya erat dan membiarkan Dirga menangis dibahunya. Semuanya kacau.

***

"Nanda, kamu cari minum dulu tidak apa?" pinta Jovan.

"Iya, Kak"

Dirga menemani Nanda tanpa diminta. Meninggalkan Seta, Arka dan Jovan dilorong rumah sakit yang kini begitu mencekam untuk mereka.

"Jadi, tetap Nanda operasi?"

Arka mengangguk pelan, "jika tidak kemungkinan buruk itu akan terjadi lebih cepat. Rasanya seperti menunggu waktu terburuknya saja"

Arka terdengar putus asa membuat Jovan juga merasa buruk karenanya. Seta menyerahkan dokumen kesehatan Nanda pada Jovan. Ia membuat Jovan untuk menatapnya dalam.

"Apapun alasannya, aku tidak akan membiarkan orang yang sudah memberikan hasil pemeriksaan palsu itu tertawa diatas penderitaan kami!" ucap Seta yang penuh dendam.

Jovan akui, minta maaf bukanlah hal yang tepat untuk dilakukan. Jovan menerima dokumen itu dari pihak yang berwajib seharusnya dokumen itu tidak dipalsukan apalagi ini dokumen kesehatan seseorang.

"Aku akan membantumu menyelidikinya. Aku tau sumber dari dokumen itu dan kau bisa melakukan tugas sisanya" kata Jovan.

Mereka sudah melakukan yang terbaik tapi tetap saja ada yang terlewatkan. Jovan, pengacara yang terkenal pandai bisa tertipu dan terkecoh. Seta, jaksa yang terkenal tidak menyerah dan tanpa ampun untuk terdakwa kini harus dipaksa menyerah kalah. Arka, seorang dokter yang terkenal dengan kepintarannya kini dipaksa bodoh karena kondisi adiknya. []

NandArka (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang