Bab 24 Sepi

1.7K 228 11
                                    

Nanda dan coretannya. Hanya antara mereka, Nanda tidak mengalihan mata bulatnya pada objek yang ia gambar. Dia sendiri hanya asal mencorat-coret kertas putih yang baru saja ia temukan berserakan.

Bundanya adalah seseorang yang pandai melukis dan Nanda rasa bakat itu menurun dalam dirinya. Sejak kecil Nanda lebih suka menggambar dari pada menulis.

Sampai hari ini, Nanda tidak berani untuk berkunjung ke makam Bundanya. Arka atau yang lainnya tidak pernah memaksa Nanda. Mereka saat ini sedang fokus pada kondisi kesehatannya.

Srak!

Apa yang terjadi?

Nanda menggerakan kelima jari tangan kanannya. Ia juga menggenggamkan jemarinya dan mencoba mengambil pensil itu kembali namun gagal.

Tidak. Tolong, jangan menggambar juga!

Hanya itu satu-satunya yang Nanda miliki untuk selalu dekat dengan Bundanya. Jika kelima jemarinya saja tidak bisa menggenggam sebuah pensil, apa gunanya Nanda untuk semua kakaknya?

Kepala Nanda menggeleng lemah dan dia hanya bisa menangis dalam hatinya. Apa sudah separah ini?

Ia menoleh pelan pada cermin yang menempel pada lemari didekat meja belajarnya. Nanda memperhatikan dengan benar wajahnya sendiri. Tatapan sendu itu dan juga lengkungan wajah yang sama sekali bukan dirinya.

Belum lagi, Nanda yang selalu memuntahkan makanannya setiap malam tanpa meminta bantuan. Semua orang sudah kalang kabut dan Nanda tidak ingin menambahnya. Toh, dia akan dioperasi jadi tidak ada yang perlu dicemaskan.

"Nanda~"

Yonda yang sengaja menyapa sambil membuka pintu kamar Nanda dengan riang langsung terdiam melihat Nanda sedang bercermin dan memperhatikan dirinya sendiri.

"Nan, sedang apa?", tanya Yonda sambil berjalan mendekat padanya. "Wah, menggambar. Aku juga mau" Yonda mencoba untuk membuat suasana menjadi riang kembali tapi Nanda masih belum mampu untuk menggubrisnya.

Apa yang bisa aku lakukan sekarang?

Nanda beralih menatap Yonda yang masih asik dengan buku gambar miliknya. Ide muncul dalam kepalanya. Nanda mengambil ponsel dan merekam apa yang Yonda lakukan.

"Apa?" tanya Yonda yang mulai terganggu karena kamera ponsel Nanda.

"Aku cuma merekammu. Tidak boleh?"

"Tiba-tiba?"

"Kenapa malu? Kamu tampan kok"

"Iisshh"

Yonda kembali pada buku gambar dan meneruskan pekerjaannya. Nanda masih terus memperhatikan layar ponselnya.

Dengan begini, aku bisa melihat semua kakakku lebih lama. Video ini akan menjadi film yang terbaik. Aku janji untuk itu!

***

Suasana tegang dan berat sangat mendominasi dalam ruang introgasi yang saat ini sedang digunakan Yossy untuk bertemu dengan Edwin. Tersangka yang sudah ia bebaskan. Yossy tidak sengaja, dia hanya kalah telak dengan hukum negara.

"Senang bertemu. Ah, kau akan membebaskanku lagi"

Yossy mengambil berkas perkara tanpa melepaskan tatapan sinisnya atau mengurangi tampang emosinya.

"Dengan semua bukti ini kau harap aku akan membebaskanmu? Jangan pernah bermimpi!"

"Hehe...hahhahahhah" tertawa yang menggema itu sangat menjengkelkan untuk didengar.

Edwin mendekatkan wajahnya pada Yossy. Ia memasang wajah bahagia dan senyuman busuk itu lagi.

"Aku baru saja menerima suap dan memalsukan identitas. Bukankah itu dua perkara yang sama?"

"Seberapa bodohnya dirimu? Itu perkara yang berbeda. Apalagi kau membuat warga tidak bersalah merasakan hukuman karena kelakuanmu!"

"Kau harus ikut menikmati uang suap itu"

"Kau akan dipenjara untuk waktu yang lama. Aku tidak akan mengambil kasus ini!"

"Uuuu... Aku takut. Tapi, kau tidak akan bisa menolak kasus ini karena jika kau menolaknya, aku tidak akan segan-segan untuk melukai semua orang termasuk adikmu, Yonda!"

Yossy langsung berbalik dan semakin menatap tajam pada orang menyebalkan ini.

"Kau harus tau. Aku sudah tertarik padamu sejak kau bisa membebaskanku, Yossy. Kau bisa bersaksi dan menyalahkan aku dalam kesaksian pengadilan nanti. Tapi ingat, jika kau akan menjadi pengacara kembali dalam kasus yang sama. Yonda, dia memang terlalu baik untuk aku sakiti"

"Sadar atau tidak, kau hanya membuang waktuku! Aku tidak akan pernah terpengaruh olehmu!"

Edwin membiarkan Yossy pergi dari hadapannya. Edwin tertawa bahagia dalam hatinya. Dia sangat santai. Edwin juga sempat untuk menyandarkan punggung dan mengangkat kakinya diatas meja introgasi.

***

Yonda dan Nanda saat ini sedang di kolam renang. Mereka merendam kedua kaki mereka dan menatap sekitar.

"Kuliahnya Kak Yonda bagaimana?"

"Kau mau menggantikanku kuliah?"

"Mamangnya kenapa?"

Yonda menghela nafasnya pelan dengan mimik muka yang perlahan berubah.

"Aku ingin bekerja saja membantu Kak Yossy. Aku ingin mandiri dan mengurus diriku sendiri"

"Aku juga begitu. Tidak enak menyusahkan kakak-kakak terus" timpal Nanda yang menambahkan saja.

"Tapi, itu semua perasaanku sebelum aku mengenalmu, Nan" kalimat Yonda membuat Nanda tercengang.

"Aku hanya menjadi seorang adik dan yang paling muda di rumah. Aku tidak punya seseorang yang harus aku lindungi. Tapi semenjak aku mengenalmu aku seperti memiliki tanggung jawab dan tugas yang lebih. Dan, aku menyukai itu. Aku punya alasan untuk tidak meremehkan diriku sendiri"

Nanda tersenyum begitu manis dan dibalas Yonda dengan senyum kotaknya yang tidak kalah menawan.

"Aku jadi merasa kuat punya kakak-kakak yang membuatku melayang terus setiap hari" Nanda memberikan jedanya. "Kalau begitu sebagai seorang adik, aku akan melakukan hal yang sama. Aku juga akan menyelesaikan tugas dan tanggung jawabku" ujarnya.

"Iya, kau harus. Apalagi kau punya dua kakak yang berbeda sifatnya"

"Kalau Kak Yossy bagaimana?"

"Kak Yossy itu orang yang paling stagnan yang pernah aku kenal. Tapi, dia juga bisa jadi emosional jika dia sedang stress. Tidak jauh beda sama Kak Arka atau Kak Seta. Eh, kenapa kamu panggil Kak Arka jadi Bang Aka?"

Nanda tertawa sambil mencoba untuk menjawab, "aku waktu lima tahun belum bisa bilang 'R', jadinya Aka. Terus lebih enak panggil Bang aja sekarang"

"Ini kamu udah bisa R-nya"

"Udah, dong. Rrrrrrr Rap Monsteeeeerrrrrrrrr"

Yonda tertawa begitu keras dan Nanda sangat suka melihatnya. []

NandArka (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang