Bab 38 Kemarahan Jovan

1.6K 207 7
                                    

Jovan sedang di lapas. Tidak peduli dengan penampilannya yang berantakan atau perutnya yang belum terisi oleh makanan. Sepagi ini dan dia sudah mendapatkan email yang membuatnya naik pitam. Apalagi ada nama Nanda disana.

Susah payah, Jovan membuktikan kebenaran. Tidak akan Jovan biarkan kebenaran itu kalah atau tersingkir hanya karena alasan sepele begitu.

Dianiaya, katanya? Lihat apa yang dia lakukan pada Nanda sekarang?

Tangan Jovan mengepal begitu kuat dibawah meja. Tatapnya semakin tajam ketika Adiguna dan seorang penjaga datang mendekat padanya.

"Apalagi sekarang?" sinis Adiguna dengan malasnya.

"Bukankah kau menunjukku sebagai pengacaramu? Duduklah. Ada yang harus aku klarifikasi" balas Jovan tak kalah sinisnya.

Adinata mengikuti kata Jovan tanpa mengalihkan pandangannya. Jovan menghela nafasnya sebentar sebelum memberikan sedikit penjelasan pada orang yang ada didepannya. Ia membuka ponselnya, membaca perlahan setiap kata dalam emailnya.

"Pengajuan berkas pesidangan banding atas tuduhan penganiayaan oleh Dirga dan Nanda. Penganiayaan seperti apa yang mereka lakukan? Aku butuh penjelasan lebih rinci untuk bisa membelamu"

Adinata tidak segera menjawab. Dia menggeleng sesaat sambil tertawa remeh. Jovan tidak menyukainya, agaknya Adiguna sengaja memancing emosinya.

Jovan tidak bodoh.

"Jika kau diam saja, aku tidak akan bisa membelamu" ucap Jovan dengan penekanan.

"Bukankah kau bisa membaca sendiri kronologi dari berkas perkaranya? Sudah jelas disana. Aku tidak akan bicara sampai vonis persidangan", Adiguna tidak kalah cerdik.

Jovan menutup ponsel lipatnya dan melemparkannya dengan sengaja didepan Adiguna. Wajahnya semakin kaku karena kesal, Jovan semakin naik pitam.

"Semakin aku membacanya, semakin aku tidak mempercayaimu"

Jovan mendekat pada Adiguna dan menatap remeh padanya.

"Kau mungkin lupa, Tuan Adiguna. Saya adalah pengacara Nanda Aditya. Saya juga orang yang  telah memenjarakanmu! Aku bisa melakukannya lagi kalau kau mau!"

Adiguna menunjukan smirk dengan tatapannya yang juga tajam dan kejam.

"Kita lihat saja, Pembela Terdakwa tidak akan bisa mengelak dari tugasnya"

"Hah!" Jovan menggebrak meja dan menyandarkan punggungnya nyaman pada sandaran kursi.

"Dengan semua catatan kriminal dan juga alasan sepele ini? Kau sepercaya itu pada dirimu?"

Jovan berdiri, "bermimpilah, Tuan Adiguna. Tidak akan ada yang membelamu atas perbuatanmu. Nanda harus terbaring sakit hampir satu tahun karena dirimu! Aku masih mengantongi semua rahasia kecilmu termasuk dengan prostitusi yang belum terungkap dan bisnis narkobamu!"

Sekarang, Adiguna terpojok.

"Kau mau aku menyerahkannya pada pengadilan?"

Jovan mengambil ponselnya lalu pergi dengan angkuh dan sombong. Tak peduli dia adalah ayahnya Dirga, bagi Jovan dia hanyalah sampah negara yang memuakan. Tidak ada sangkut pautnya pada Dirga dan semua kebaikannya. Dirga terlalu baik untuk memiliki ayah bejat sepertinya.

***

Nanda menatap Arka yang sedang mondar-mandir tidak jelas dengan wajah yang frustasi. Batin Nanda mulai bertanya-tanya. Jika memang ini karena kondisinya yang menurun, bukankah Arka seharusnya jujur padanya.

"A-ba-hhh..." Arka langsung menoleh dan mendekat pada Nanda.

"Iya, Nan. Butuh sesuatu? Ada yang sakit?" tanya Arka dengan satu helaan nafas. Dari sudut ini Nanda sangat jelas melihat raut khawatir dan cemas Arka.

"Ke-hh.. A-bang, ke-hhh.. Kena-pa?" susah sekali untuk Nanda hanya untuk mengucapkan dua kata saja.

"Abang baik, kok. Cuma nunggu Kak Seta yang lagi ketemu sama dokter" bohong Arka setelah ia berhasil mengendalikan kecemasannya. Semoga dengan kebohongan ini, Nanda tidak ikut khawatir.

"Ka-hhhh... Ka-Jo--vanhh??" nafas Nanda mulai tersenggal tetapi dia harus bisa mengatur dan membiasakan diri. Kalau tidak dilatih, ia akan terus bergantung pada alat rumah sakit.

"Kak Jovan pergi sejak tadi pagi. Sebelum Abang sama Nanda bangun. Ini Bang Aka baru aja kirim pesan sama dia"

Nanda mengangguk. Ternyata ini memang karena kondisinya. Nanda tidak ingin Arka merasakan kecemasan itu setiap hari. Dia harus terus berlatih untuk sembuh seperti sedia kala.

***

"Ini berkas yang berisi semua jejak rekam seorang Adiguna dan juga relasinya. Gunakan ini untuk menolak sidang bandingnya!"

Tidak ada cuaca yang aneh dan Jovan datang tiba-tiba dengan wajah super serius dan setumpuk berkas yang ia serahkan pada Seta.

"Jovan, ini--"

"Entah aku atau Yossy tidak akan ada yang membelanya!" tegas Jovan sekali lagi.

Seta sangat paham dengan kepandaian Jovan tetapi terkadang rekan sejawatnya itu salah arah karena terlalu menuruti emosinya.

"Jovan, jika aku menyerahkan ini pada majelis, justru sidangnya akan berjalan untuk membuktikan semua kejahatan ini. Ingat Jovan, kita sudah sepakat untuk menggunakan ini jika keadaan mendesak!"

"SAAT INI KEADAANNYA SEDANG MENDESAK, SETA! Kamu lihat adik kamu! Lihat Nanda yang sampai sekarang dia masih terbaring! Karena siapa dia seperti itu! Bagaimana kamu bisa membayangkan, sebelumnya aku membela Nanda dan sekarang aku harus membela keparat itu?! OMONG KOSONG!!"

"MATI-MATIAN KITA MEMBUKTIKAN SEMUANYA! Kau ingin semua usaha kita sia-sia!"

"Seta, jangan ampuni dia!! Kau harus menentang persidangan ini! Penganiayaan, katanya? Hah! Aku bisa mematahkan lehernya dengan satu gerakan saja jika aku mau!!"

"DIA HARUS DIHUKUM!!"

"Jovan, Stop it!!" seru Seta yang membuat Jovan langsung terbungkam. Nafas mereka sama-sama memburu kesal. Bukan hanya Jovan, Seta juga ikut geram dengan semua ini.

"Jangan gegabah. Kau harus tenang. Simpan berkas ini, biar aku yang urus persidangannya" ucap Seta yang sedang menenangkan Jovan.

"Ingat Seta" jeda Jovan sambil menunjuk Seta tepat didepan wajah tampannya. Kenapa marahnya jadi ke aku sih?, Batin Seta.

"Aku. Tidak akan. Pernah. Membelanya!"

Jovan pergi setelah mengucapkan ancamannya itu. Seta memijat dahinya yang mengerut karena bola panas ini. Dia juga tidak mau melawan Jovan lagi dalam persidangan dengan kasus yang sama dan musuh yang sama.

Setelah mengatur nafas dan menenangkan diri, Seta merapikan semua berkasnya. Sudah pukul sepuluh pagi dan dia berjanji untuk menemui Dokter Sammy. Mereka akan membahas terapi lanjutan Nanda serta memantau kondisi adiknya.

Seta berharap untuk yang satu ini, tidak ada kalimat yang menguras hatinya terlalu dalam. Fikirannya sudah cukup runyam dengan pekerjaan. Semua adik-adiknya harus baik-baik saja. []

NandArka (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang