Bab 22 Masih Sama

2K 235 32
                                    

Haruskah Seta kehilangan adik untuk kedua kalinya?

***

Seta hanya menatap air kolam renang dengan tatapan kosong sambil memainkan air dengan kedua kakinya yang terendam. Dia tidak merasakan dingin sedikit pun.

Rasa takut yang menyimuti dirinya mengalahkan ketakutannya yang lain. Seta terpaksa harus mengingat lagi peristiwa kelam yang menyebabkan adik kandungnya meninggal. Dalam tubuh Nanda, ada yang tersisa darinya.

Jika Nanda hilang, Seta tidak akan memiliki apapun lagi dari sang adik. Kehilangan sangat berat untuknya dan Seta tidak mau merasakannya lagi.

"Kak Seta" suara Nanda memanggilnya. Nanda kemudian duduk disampingnya sambil sekotak susu.

"Arka mana?"

"Bang Aka lagi sama Kak Yossy"

"Yonda?"

"Kak Yonda lagi sama Kak Dirga main game"

"Jovan?"

"Kak Jovan lagi ngurusin berkas kebebasanku. Gara-gara luka ini, aku jadi bebas"

Seta tersenyum keheranan, "jadi, kamu bersyukur?"

"Iya, dong. Hidup itu hanya satu kali, Kak. Aku tidak mau memikirkan banyak hal. Bukankah itu juga larangan untukku? Aku tidak boleh stress"

Seta akhirnya bisa tertawa meski sebatas menunjukan giginya. Beberapa hari setelah pemeriksaan Nanda memang Seta sangat pendiam. Biasanya dia salah satu yang cerewet diantara mereka.

"Semuanya takut. Aku juga takut-" ucap Nanda yang masih mematung. Ia menoleh pada Seta dan Seta juga melakukan hal yang sama. "Tapi aku masih tetap ingin berjuang, Kak Seta"

"Aku diberi kesempatan kedua oleh Tuhan dan adikmu melalui ini-" Nanda meraba permukaan dadanya. Dimana luka operasi itu masih membekas disana. "Dan, aku tidak akan menyia-yiakan kesempatan itu" lanjut Nanda. 

Nanda memainkan kedua kakinya, "Kak Yonda berlagak ceria tapi aku tau dia setiap malam selalu mengecek kondisiku. Kak Dirga dan Kak Arka sama-sama pembohong. Kak Jovan menyibukkan dirinya agar dia lupa. Kak Yossy selalu menatapku dengan tatapan sedih. Lalu, Kak Seta jadi lebih pendiam dari biasanya. Kenapa semua kakakku jadi begitu? Padahal aku masih ingin berjuang bersama mereka"

Nanda beralih untuk menatap langit yang kini dipenuhi bintang yang bersinar tidak begitu terang.

"Aku juga tidak mau meninggalkan Kak Seta, Bang Aka, Kak Jovan, Kak Yossy, Kak Dirga, Kak Yonda. Aku masih sangat ingin bersama kakak-kakakku disini" Nanda semakin berlirih.

Seta meletakan susu kotak yang Nanda berikan dan ia merangkul kedua bahu Nanda. Satu hal, Seta sangat lega karena Nanda akhirnya mengeluarkan air matanya. Nanda yang tidak pernah menangis, jarang mengatakan ia sedang terluka, dan memilih diam, akhirnya bisa meluapkan perasaannya sendiri. Bagi Seta, itu sudah cukup.

"Kami cuma terlalu khawatir sama kamu, Nan"

"Jika suatu saat aku benar-benar mengalami kelumpuhan itu, aku pasti akan sangat menyusahkan"

"Kita akan melakukan semua cara agar itu tidak terjadi"

"Aku sudah memecahkan lima gelas karena genggamanku yang melemah, Kak"

"Iya dan kau harus membayar itu semua"

Seta tetaplah Seta yang lawak dan tidak tau malu. Bagaimana cara Nanda untuk membayar gelasnya? Padahal itu perabotan rumahnya sendiri.

"Jangan lihat aku seperti orang yang sedang sakit, Kak. Lihat aku sebagai Nanda adiknya Kak Seta. Itu saja yang aku mau" pinta Nanda yang kemudian menyandarkan kepalanya pada bahu Seta.

"Kau bisa tidur kalau bersandar seperti ini, Nan"

"Biar"

"Aku tidak kuat menggendongmu"

"Biar"

"Kau harus memberikan Kak Seta pujian untuk ini"

"Apa?"

"Tirukan kalimatku!", Nanda menegakkan kepalanya dan mendengarkan Seta dengan serius.

"Kak Seta, aku sayang padamu"

"Kak Seta, aku sayang padamu"

"Kak Seta, kau baik sekali"

"Kak Seta, kau baik sekali"

"Kak Seta, aku akan mencuci bajumu dan merapikan kamarmu setiap pagi"

"Ha?"

***

Fisioterapi Nanda, dia saat ini ditemani oleh Yossy karena hanya Yossy yang memiliki waktu. Biasanya mereka saling bertukar jadwal dan bekerja sama untuk merawat Nanda secara bergantian.

"Semuanya masih baik-baik saja. Nan, kamu akan terapi laser dulu sebelum pulang. Genggamanmu akan lebih baik setelahnya. Dan, ingat kau harus mempersiapkan diri untuk operasimu seminggu lagi"

Yossy dan Nanda mengucapkan terima kasih. Mereka berdua tetap di rumah sakit bahkan setelah Nanda selesai dengan terapinya. Saat ini mereka sedang makan di cafe rumah sakit.

"Kak Yossy, jangan melihatku begitu~"

Yossy menukikan alisnya. "Mataku memang sendu begini, Nan"

"Tidak. Biasanya Kak Yossy yang paling terlihat bersemangat. Mana bisa aku sembuh kalo Kak Yossy begitu~"

Yossy mengusap sisi wajah Nanda, "kamu jangan sok tau" jawaban itu membuat Nanda semakin menurunkan sudut bibirnya.

"Aku tidak mau Kak Yossy mengkhawatirkanku seperti ini~"

"Fikirkan dulu kesehatanmu, Nan. Okay?"

"YOSSY!!"

Yossy segera berdiri dan melindungi Nanda dibelakang tubuhnya. Siapa lagi kalau bukan Candra ayahnya yang memanggil Yossy sekasar itu. Pria paruh baya itu berjalan menghampirinya dengan wanita yang kini tengah mengandung.

Yossy tersenyum sinis melihat ibu tirinya sendiri. Sepertinya mereka benar-benar bahagia tanpa dirinya dan Yonda.

"Jangan ganggu kehidupan saya lagi, Tuan!"

Candra menatap Nanda sebentar lalu balik menatap Yossy dengan datar. "Apa untungnya kamu pergi dari rumah? Berhenti kekanakan, Yossy! Pulang dan selesaikan semuanya!"

"Untuk apa? Kau sudah bersama wanita jalang itu. Kau tidak butuh aku atau Yonda sebagai anakmu. Kau sudah punya anak darinya!"

"Kamu fikir siapa yang sudah menyebabkan Bunda masuk rumah sakit jiwa? Adik kamu! Demensia itu karena adik kamu yang ceroboh!"

"JIKA KAU AYAH KAMI--" Yossy menarik nafasnya begitu dalam untuk menurunkan emosinya. "Jika kau ayah kami. Seharusnya kau lebih memperhatikan kami!!"

Yossy menarik lengan Nanda dan membawanya pergi dari rumah sakit sesegera mungkin.

"Kak Yossy" panggil Nanda dengan lirih saat mereka sudah berada didalam mobil.

"Maaf, Nan. Kamu jadi melihat itu semua" sahut Yossy dengan kepala yang masih ia sandarkan pada kemudi.

"Aku dan Yonda tidak pernah bahagia dengan kehidupan kami, Nan. Dia bukan ayahku atau pun Yonda. Dia hanya pria brengsek yang sudah menghancurkan segalanya"

Nanda mengerti. Dibalik senyuman dan semangat yang terpancar dari diri Yossy, ternyata dia banyak sekali menyembunyikan lukanya. Dia tersenyum untuk semua orang tapi tidak dengan hatinya.

"Kak, Nanda tidak tau seberapa sulit itu. Tapi aku percaya Kak Yossy dan Kak Yonda akan bahagia lagi"

Yossy mengangkat kepalanya dan mengusap air matanya sebentar. "Terima kasih, Nan. Ayo, kita pulang sebelum kedua kakakmu berubah menjadi penyihir"

Yossy mengemudikan mobilnya dengan tenang dan membiarkan Nanda tertidur diperjalanan dengan tenang. []




Souyaa
Marathon ngga tuh, udah 3 chap datengnya barengan❤🤗
Terima kasih banyak untuk supportnya ya kak. Selalu sou akan berusaha yang terbaik. ☺🙏

NandArka (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang