Dokter Sammy sedang berada disamping kanan Nanda dengan dua perawat disampingnya. Sisi kiri Nanda, ada Arka yang sedang mengenggam tangan Nanda dengan erat.
"Nan, coba dulu selama dua menit, lalu tiga menit, empat, lima, dan seterusnya. Jangan dipaksakan, ya"
Nanda mengangguk lemah dengan pandangannya yang sarat ketakutan. Dokter Sammy melepaskan masker oksigen Nanda dan menggantinya dengan nasal kanul. Satu menit, dua menit, tiga menit, Nanda berhasil.
"Hhh...hhh...hhhh...." ini adalah menit keempat dan Nanda sudah sesak begitu dalam.
"Okay, cukup. Tidak apa-apa, Nan" Dokter Sammy kembali memasang masker oksigen dan mengatur tekanannya untuk membuat Nanda merasa lebih baik. Dokter Sammy mengecek saturasi oksigen Nanda yang perlahan membaik.
"Nan, angkat kedua tangan kamu, semaksimal mungkin. Saat tangan kamu masih diatas, kamu gerakan jari-jarinya. Bisa kita mulai?"
Nanda melakukannya dengan baik meskipun keseimbangan Nanda tidak terlalu sempurna. Jari-jarinya sudah tidak sekaku saat ia baru bangun dari koma, hanya saja kedua tangannya tidak bisa diangkat terlalu lama. Keduanya tangan itu langsung jatuh lemas sebelum Nanda menghendakinya.
"Sekarang, kedua kakimu, Nan. Angkat setinggi mungkin, sekuat mungkin lalu gerakan jari-jarinya sama seperti kedua tanganmu tadi"
Inilah yang paling berat bagi Nanda. Kedua kakinya begitu sulit untuk ia angkat. Saking berusahanya, Nanda sampai harus mendongak dan tanpa disengaja air matanya jatuh karena otot-ototnya yang tertarik dengan paksaan.
"Nan, ingat, jangan dipaksakan. Sekuatmu saja" pesan Dokter Sammy lagi sambil menurunkan kedua kaki Nanda. Pasiennya ini belum bisa menggerakan jari kakinya. Kondisinya masih belum begitu baik. Dokter Sammy menghela nafas lelah melihatnya.
Arka mengusap air mata Nanda dan berbisik, "kamu sudah melakukan yang terbaik, Nan. Tidak apa. Jangan dipaksakan kalau sudah sakit". Nanda mengangguk dengan tetap terpejam sambil menormalkan laju pernafasannya.
Salah seorang perawat mengecek gerak reflek Nanda yang satunya lagi mengecek kondisi tanda vitalnya.
"Nan, tekuk kedua lutumu lalu coba untuk menjinjit pada jari kakimu. Pelan-pelan saja"
Nanda menghembuskan nafasnya terlebih dahulu. Untuk yang satu ini, Nanda tidak sanggup melakukannya. Ketiga kali, keempat kali, Nanda tetap tidak bisa menekuk sendi luturnya. Ia menyerah, Nanda menggeleng pelan dengan nafas yang memburu lelah.
Arka mengusap keringat yang membasahi wajah dan leher adiknya. Haruskan Nanda melewati masa sulit ini hanya untuk sembuh?
"Arka, sering-seringlah untuk melatih Nanda menggerakan sendi pada tubuhnya dan juga keseimbangannya. Tapi Nanda tidak boleh turun dari tempat tidur dulu. Latihan pernafasannya masih belum berjalan dengan baik begitu juga kedua kakinya"
Air mata Nanda kembali turun perlahan. Dia ingat kecelakaan itu terjadi karena kedua kakinya yang mendadak mati rasa lalu kepalanya terbentur. Rasa sakit itu masih bisa dia ingat hingga sekarang.
Arka mengangguk tanpa melepaskan kedua tangannya yang sedang menangkup jemari Nanda.
Dokter Sammy menggeleng sejenak, "Nanda harus menjalani latihan ini setiap tiga hari sekali, Arka". Dokter Sammy mendekat pada Nanda lalu berkata, "Nan, buka mata dulu, yuk". Nanda menurutinya.
"Mana yang sakit, Nan?"
Nanda menggeleng pelan. Dia terlalu bingung mana bagian tubuhnya yang sakit, semuanya?
"Nan, jangan memaksakan diri. Kau sudah melakukan yang terbaik. Sembuh itu proses dan Nanda harus berjuang untuk proses itu. Tapi Nanda juga tidak boleh memaksa berjuang. Yakinlah, kau akan segera pulih"
KAMU SEDANG MEMBACA
NandArka (End)
FanfictionNanda dan Arka. Saudara Keluarga Lalu...mereka bahagia. Harusnya begitu.... @2020