Bab 17 Kejujuran

1.7K 242 8
                                    

Arka tidak bisa menemukan kenyamanan dalam tidur saat mengetahui adiknya ada dalam penjara. Arka lupa rasanya makan dengan nyaman dan melupakan bagaimana cara untuk berhenti berfikir. Insomnia menyerangnya, asam lambung naik tidak dihiraukannya. Arka sudah menahan semua itu selama satu minggu ini.

Hari ini, Arka akan menemui Nanda lagi setelah adiknya itu terus menolak kedatangannya.

Arka menghubungi pengacaranya yang sudah dalam perjalanan. Arka juga akan bersaksi sebagai orang yang pertama kali datang ke tempat kejadian setelah polisi dan beberapa penyidik.

***

Persidangan.

Para hakim, Jaksa, Pengacara, Saksi, termasuk Terdakwa sudah hadir dalam ruang yang penuh keadilan ini. Arka melirik pada Seta yang juga melakukan hal yang sama. Mereka mengangguk hampir bersamaan. Seta juga menatap pengacara dengan nama Jovan itu dan dia hanya menaikan satu alisnya saja.

Satu minggu lagi dan kau meminta aku mengambil kasus ini? Astaga, Seta kamu benar-benar pembuat masalah

Jovan jadi teringat kekonyolan dengan sahabatnya itu. Seta memang selalu menjadi sumber masalahnya.

"Silahkan penuntut memulai pernyataan"

Seta berdiri dan membungkuk pada Hakim sejenak.

"Terima kasih, Yang Mulia. Saya meminta Terdakwa Nanda Aditya untuk duduk dikursi saksi karena saya akan memintanya untuk menjelaskan perihal kronologi kejadian"

"Kepada Terdakwa dipersilahkan"

Nanda mengangkat kepalanya sebentar dan berjalan menuju kursi saksi dan melakukan sumpah pada kesaksiannya. Nanda ragu jika dia mengungkapkan kebohongan maka dia justru akan menghadapi hukuman pidana yang sesungguhnya.

Dengan posisi bersumpahnya Nanda melirik pada Seta dengan tatapan tajam sementara Seta masih penuh ketenangan. Langkah pertama yang ia lakukan berhasil membuat Nanda jera.

"Saya bersumpah bahwa saya akan menerangkan dengan sebenarnya dan tiada lain daripada yang sebenarnya"

Nanda selesai dengan sumpahnya. Seta berjalan mendekati Nanda dengan jubah Jaksanya.

"Terdakwa, bisakah anda menjelaskan bagaimana pembunuhan itu terjadi dan siapa yang lebih dulu anda bunuh?"

Nanda menegakkan wajahnya dan menatap hakim.

"Saya menikam Bibi Kiara terlebih dahulu dengan sebuah pisau. Karena terkejut Bibi Kiara memukul kepala belakang saya dengan benda tumpul. Kedua saya membunuh ibu saya karena dia melihat kejadian itu. Saya juga mencekik Bibi Kiara karena ternyata dia belum mati. Terakhir, setelah memastikan mereka berdua tidak berdaya saya mengambil pistol yang ada pada saku jaket saya dan menembak mereka. Lalu ayah saya datang dan saya juga membunuhnya dengan pistol yang sama"

Sial!, kesal Jovan.

Kau baru saja memberikan kesaksian palsu, Nanda. Apa yang sebenarnya terjadi padamu?, kata Seta dalam hati.

"Apa motif pembunuhan itu?" tanya Seta.

"Saya kesal karena ternyata Bibi Kiara adalah istri pertama ayah saya" Nanda menjeda kalimatnya dan melirik tajam pada Seta. "Saya tidak ingin kebahagiaan keluarga saya hancur. Maka dari itu saya undang Bibi Kiara untuk datang ke rumah dan membunuhnya"

Penjelasan itu membuat Seta meremat kedua jemarinya karena kesal. Apakah Nanda seburuk itu? Tidak. Dihadapannya ini bukan Nanda yang dia kenal.

Seta membalikkan badan pada hakim, "Sekian, Yang Mulia" Seta berjalan dengan lesu ke kursinya. Seta harus bisa mengendalikan fikiran buruk yang kini berputar dikepalanya. Nanda sengaja membalasnya. Akan Seta pastikan setelah ini, dia tidak akan memberi maaf pada adiknya itu.

NandArka (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang