Arka selesai dengan diskusinya. Seta langsung pulang menuju kantor firma hukumnya sementara ia menuju rumah. Jadwal dinasnya sudah berakhir dan Arka sangat menginginkan kasurnya.
Saat jarak menuju rumahnya sudah begitu dekat, kerumunan orang-orang, polisi, investigator dan beberapa orang yang begitu asing sebagai penyidik mengerumuni rumahnya.
"Tuhan, ada apa?" gumam Arka yang hanya dia sendiri yang mendengarnya. Arka melepas sabuk pengamannya cepat dan berlari mendekat pada pintu utama rumah.
Kedatangannya dicegat oleh salah satu polisi yang berjaga didepan, "saya Arka Aditya, pemilik rumah ini" dan polisi itu tetap tidak mengijinkan Arka masuk ke TKP.
Arka mendengus kesal dan mencoba menerobos pertahanan polisi yang sedang berjaga ketat.
Setelah Arka menerobos polisi yang berjaga, ia sangat menyesal. Merasakan kesedihan dan kebingungan yang berhasil membuat jantungnya berdegub lebih kencang dari sebelumnya.
Nanda yang terdiam, duduk diatas sebuah sofa dengan tenang dan menatap pistol yang ada digenggamannya. Sementara dibelakang Nanda atau dihadapan Arka, jasad tiga orang yang sangat ia kenal jatuh terkapar mengenaskan dengan darah yang berceceran dilantai.
Nanda saat ini duduk menyamping tanpa menatapnya, tetapi Arka bisa melihat wajah Nanda yang ternoda oleh darah begitu juga pakaiannya.
Arka itu cerdas, dia sudah bisa mencerna apa yang terjadi. Ia menggeleng keras dan berteriak tidak mungkin dalam hatinya.
"B-Bun-da.." Arka menatap jasad Bundanya dengan nanar. Arka bahkan tidak bisa menggerakan kedua kakinya. Ia mengedarkan pandangan dan menemukan jasad ayahnya dan terakhir, jasad Bibi Kiara. Demi apapun, jika Seta mengetahui hal ini....
Seseorang yang baru saja Arka sebut dalam hatinya sudah berlari menuju dirinya. Seta yang masih berkemeja rapi walaupun wajahnya berantakan kini menatap hal yang sama dengan Arka.
Kali ini mereka berdua bertemu dengan situasi yang berbeda. Nanda yang memegang sebuah pistol dan jasad kedua orang tuanya. Seta hanya bisa menahan tangisnya sambil melirik tajam pada Nanda yang sampai saat ini terdiam.
"Ngga! Nanda ngga melakukannya, Seta! Ini salah paham!" Arka mengambil langkah besar dan ia memutari sofa yang Nanda duduki.
"Nan, Nanda. Jelasin serinci mungkin sama Bang Aka. Apa yang terjadi?!"
Nanda yang sedari tadi kosong, perlahan mengarahkan wajah dan pandangnya pada sang kakak, pada Bang Akanya.
"Nanda!" desak Arka sambil menggoyangkan kedua bahu Nanda.
Bola mata Nanda turun dan memandang pistol didepannya sejenak. Setelah dirasa cukup menatap benda mengerikan itu selama beberapa detik, Nanda kembali menatap Arka begitu tajam.
Ini bukan adikku, Nanda.
Dengan berani dan sengaja, Nanda mengarahkan pistolnya ke kepala Arka. Kedua tangan Arka yang tadinya berada dibahu Nanda turun perlahan karena lemas.
"Aku yang membunuh mereka semua, Bang" pelan, sangat pelan dan Nanda membisikannya.
Seta mengalihkan pandangannya ke arah lain terlebih dahulu sebelum mempersilahkan tim investigasi untuk mengurus segalanya. Sebelum itu, ia sempatkan untuk mendekat pada ibunya dan mencium keningnya. Seta belum sempat membahagiakan ibunya dan sekarang Tuhan dengan tega merenggut kebahagiaannya.
Dengan satu gerakan, Seta menghapus air matanya dengan lengan kanannya dan berjalan perlahan menuju Nanda yang sedang menodong Arka, kakaknya sendiri.
"Nanda Aditya" kata Inspektur Kepolisian yang sedang bertugas.
Seta sungguh harus menghela nafasnya begitu dalam sebelum Inspektur itu melanjutkan kalimatnya. Berbeda dengan Arka yang masih melupakan cara bernafas dengan baik saat melihat Nanda diantata kehancuran seperti sekarang.
"Kau ditahan atas tuduhan pembunuhan. Kau berhak didampingi pengacara. Kau harus ditahan dan diperiksa untuk keperluan penyelidikan. Mohon kerjasamanya"
Nanda menurunkan pistolnya. Tanpa diduga ia memberikan senyuman kepada Arka sebelum Tim Kepolisian membawanya pergi.
"Nanda!!" teriak Arka frustasi. Dengan nafas yang terengah karena emosi ia melanjutkan kalimatnya, "adikku tidak bersalah!" Arka menoleh pada Seta yang masih berdiri mematung, "Seta, kau percaya Nanda melakukannya? Nanda bukan orang yang seperti itu. Dia tidak bersalah!!"
Seta mengepal lalu melirik pada Arka, hanya melirik. "Mungkin kamu lupa, aku bukan pengacara yang bisa membelanya, Arka" Seta membalikkan badannya, "aku jaksa yang bertugas menggugat pelaku sampai dia mendapatkan hukuman yang pantas. Dengan melihat semua ini, aku bisa pastikan Nanda bersalah atas pembunuhan ini"
"SETA!!"
"Ibuku mati!!"
Arka dan Seta saling bertatapan dan saling menyorotkan emosi dalam pandang mereka.
"Kamu pikir, Nanda juga akan membunuh ibunya sendiri!? Ayahnya sendiri?!"
"Fakta yang akan bicara, Arka!"
Seta akhiri percakapan tanpa akhir ini. Ia segera mengurus pemakaman ibunya malam itu juga dan tidak menghiraukan hal lain.
Satu hal yang menjadi masalahnya, ia tidak bisa fokus lagi dengan kasus kecelakaan dirinya dan adiknya. Kematian ibunya ini lebih menguras fikiran dan emosinya. Seta tidak bisa fokus lagi dengan hal lain.
Apalagi, Nanda yang tampak begitu tenang dan santai dengan pistol yang ia genggam erat. Nanda, hanya Nanda yang ada disana dengan tiga jasad yang mengenaskan itu.
Nanda bukan seseorang yang akan membunuh. Tetapi fakta dan kemungkinan ia menjadi tersangka tidak bisa Seta abaikan.
Kecelakaan itu....
Nanda...
Pembunuhan ini...
Semuanya berputar dikepalanya. Jika Seta yang ia incar untuk apa membawa Nanda dalam hal ini. Kecuali, targetnya sudah berubah.
Kenapa harus ibunya yang tidak tau apa-apa?
Kenapa harus adiknya yang menjadi pendonor untuk Nanda?
Kenapa Nanda membunuh?
Arka dan Seta menangisi hal yang berbeda, diwaktu yang sama. []
KAMU SEDANG MEMBACA
NandArka (End)
FanfictionNanda dan Arka. Saudara Keluarga Lalu...mereka bahagia. Harusnya begitu.... @2020