"Dear dairy..."
Hani bergumam sambil menulis di buku dairynya.
Apapun yang terjadi di hari-harinya, akan selalu ia tulis di dalam buku itu.
Menurutnya, agar dia dapat menulis biografi nya sendiri suatu saat nanti. Dia bukan orang yang terkenal ataupun orang yang memiliki banyak kelebihan. Dia hanya gadis yang hidup dengan kasih sayang paman dan bibinya.
Tapi, ia ingin suatu saat nanti, orang tuanya kembali dan dapat membaca semua hari-hari Hani tanpa mereka.
Dia tidak menginginkan banyak hal, cukup orang tuanya kembali dan menjadi keluarga yang harmonis. Meski ia tau itu adalah hal yang mustahil.
Mengingat kedua orang tuanya, gadis itu tersenyum miris.
"Hah.. setega itu ayah sama bunda."
"Dipikir-pikir emang aku salah apa ya sampe mereka tega buang aku. Seberat itukah aku jadi beban mereka?"
"Tapi, aku cuma berharap mereka sadar. Semoga ayah dan bunda selalu bahagia."
Orang tuanya mungkin tidak memberikan kenangan yang indah untuknya, tapi Hani tidak membenci mereka, mau seburuk apapun mereka, ia tau bahwa ia bisa lahir di dunia ini karena mereka.
Tok..tok..
"Hani, waktunya makan malam!"Seru Vania
"Iya, tan. "
Gadis itu mengusap air matanya yang tidak sadar keluar tanpa izin, lalu mengikat rambutnya. Tersenyum di depan cermin dan mengedipkan matanya.
"Hani mirip bunda ya, hehe."
----
Sebuah tradisi di rumah ini adalah, setelah makan malam, mereka harus berkumpul di ruang keluarga, entah menonton tv bareng atau sharing tentang hari ini.
Mungkin, hal itu biasa saja. Tapi bagi Hani, itu adalah hal yang sangat ia syukuri, setidaknya ia tidak merasa sendiri, ia tahu ada paman dan bibinya yang selalu menyayanginya.
"Han, besok nggak usah pake sepeda lagi. Motornya di pake biar nggak capek loh. Lagian kamu udah tujuh belas tahun."
"Hehe, iya om males soalnya, lagian sekalian olahraga juga kan biar nggak gendut."
"Kamu ini perasaan nggak gendut-gendut juga dari dulu." timbal Vania
"Iya deh, kapan kamu gendutnya coba?" sahut Fadli
"Gamau gendut nanti susah dapetin cowoknya ih." ucap Hani
Vania dan Fadli saling melirik, lalu mereka semua pun tertawa.
----
"Tante, aku berangkat ya!"
"Iya, hati-hati bawa motornya!"
"Iya, assalamualaikum."
"Waalaikumsalam."
Untuk pertama kalinya gadis itu menggunakan barang pemberian paman dan bibinya, selama ini bukan karena dia tidak mau memakainya, hanya saja ia sering merasa tidak pantas. Mendapatkan kasih sayang dari mereka saja sudah cukup untuknya.
Di awali ke kantin memberikan barang dagangannya, lalu pergi ke kelasnya.
Namun, saat melintasi mading sekolah. Gadis itu di kejutkan oleh begitu banyak foto seseorang yang di kenalnya selama ini.
Apalagi di papan itu tertulis hal yang tidak pernah ia ketahui selama ini.
"Hah? Fero anak yang punya sekolah ini? Bukannya dia anak beasiswa ya?"
Gadis itu hendak berbalik arah, namun ia kembali di kejutkan oleh Fero yang berwajah masam.
"Why?" tanya Hani
"Maaf, aku nggak jujur selama ini."
"Oh, gapapa kok."
"Kamu nggak marah?"
"Buat apa marah? Lagian aku gak berhak kan buat tau privasi kamu."
"Nda, bukan gitu maksudku."
"Ya udah sih, nggak usah di perpanjang. Aku mau ke kelas."
Gadis itu tidak marah hanya saja kesal, bayangkan saja, dia kenal dengan Fero sejak SD. Dia bahkan sering ke rumahnya, dulu nenek Fero selalu menyambut Hani dengan baik. Dan Rumah neneknya Fero itu sederhana, kenapa mendadak Fero jadi anak pemilik sekolah ini.
Jadi, apa aja yang selama ini dirahasiakan Fero? Apa dia memang tidak pantas untuk mengetahui tentang keluarga Fero?
Baiklah, mood Hani mendadak buruk sekarang.
"PMS menyebalkan!"
----TBC---
Jangan lupa Vote dan Komentarnya zeyenkk😘

KAMU SEDANG MEMBACA
Choice ( SELESAI)
Teen FictionPeringkat #1 'depresi' Agustus 2020 Peringkat #1 'berat' Oktober 2020 Peringkat #3 'mandiri', Oktober 2020 Peringkat #6 'sederhana' Oktober 2020 Peringkat #7 'choice' Oktober 2020 - Selesai- Liku-liku kehidupan seorang gadis bernama Hanifa Vinanda...