Part 31

495 32 2
                                        

Ingat tentang sebuah kalimat 'hidup itu seperti roda berputar, ada saatnya kita di atas,  ada juga saatnya kita berada di bawah'?.  Sebuah kalimat yang membuktikan bahwa keadaan kini berbanding terbalik. 

Kini Aleta tidak tahu dia ada dimana,  saat orang-orang itu membawanya keluar,  ia di beri suntikan yang membuatnya tertidur.  Tapi,  saat terbangun,  dirinya sudah tidak tahu berada dimana. 

Melihat dari ruangan itu,  Aleta benar-benar merasa asing,  ini bukan kamarnya ataupun rumah sakit. 

"Pa!?" Panggilnya.

"Papa!"

"Ma?"

"Mama?"

Tapi tidak ada jawaban sama sekali.  Gadis itu mulai merasa takut,  untuk pertama kalinya gadis itu benar-benar takut di tempat asing sendirian. Bagaimana tidak,  luka di perutnya belum kering,  masih sangat terasa sakit.  Bagaimana mungkin dia bisa pergi dari tempat ini sendirian.  Untuk bergerak saja,  ia benar-benar kesakitan. 

"Hani!?"

Nama itu yang selanjutnya ia sebut,  karena bisa saja ini ulah Hanifa,  yang ingin membalaskan dendam padanya. 

"Ini ulah lo kan,  Han?"

"Hani..."

---

Sementara di sisi lain, seorang gadis telah sampai pada sebuah rumah yang begitu megah.  Tadi,  dia sudah menghampiri rumah Vania,  tapi hanya Fadil yang membukakan pintu,  Karena Vania belum bisa berjalan.  Katanya Hanifa sudah tidak di rumah itu lagi,  karena keluarga Fero yang memboyongnya untuk merawatnya dengan lebih intensif. 

"Permisi pak,  Fero-nya ada?" Tanyanya pada satpam.

"Oh,  den Fero ada neng,  neng siapa ya?"

"Saya temannya,  ada keperluan tugas. Dia susah di hubungi dari tadi."

"Tapi,  kok neng pada baju rumah sakit neng?"

"Iya pak,  soalnya buru-buru sih."

"Ya sudah neng,  silahkan masuk."

"Makasih, pak."ucapnya lalu berjalan memasuki gerbang. 

Ting tong...

"Iya sebentar!" Teriak Friska menjawab dari dalam rumah. 

"Siapa ya?"

"Saya temannya Hani dan Fero, tante."

"Ada keperluan apa?"

"Keperluan mendesak, saya mohon tante. Izinkan saya menemui mereka."

"Tapi,  Hani tidak bisa di ganggu untuk saat ini. Mungkin kamu bisa bertemu dengan Fero. Silahkan masuk."

"Iya tante,  makasih."

Tak lama kemudian,  Fero menuruni tangga dan menemui gadis itu. 

"Lo ngapain kesini." Ucapnya dingin.

Gadis itu memberikan wajah memelasnya " Fer,  lo harus dengerin penjelasan gue,  gue mohon."

"Lo tau kan kesalahan kakak lo apa?"

"Memangnya apa lagi yang di lakuin kak Aleta?"

"Pura-pura nggak tau lo?"

"Serius,  Fer.  Gue nggak tau sama sekali.  Lo liat sendiri gue pake baju rumah sakit gini.  Gue kabur dari rumah sakit jiwa,  ceritanya panjang.  Pliss lo dengerin penjelasan gue." Ucapnya memohon.

Melihat tatapan gadis itu yang memohonya seperti itu pun akhirnya Fero pun memberikan kesempatan.

"Oke,  jelasin semuanya, Bel."

Yap,  gadis itu adalah Belyna,  lebih tepatnya Belyna Xaliova,  sahabat sekaligus saudara tiri Hanifa Vinanda. 

---

Flashback on

Waktu itu,  seperginya Hanifa dibawa pergi orang-orang Aleta pada saat SMA. Belyna kemudian dibawa pergi oleh Aleta. 

"Kak,  kita mau kemana?"

"Lo diem,  gue punya hukuman buat lo."

"Kak,  plis maafin aku. Kakak nggak bisa gini terus."

"Diem atau gue pukul?"

Akhirnya Belyna pun diam dan menuruti perintah Aleta. 

Sesampainya di rumah. Aleta mencekoki beberapa obat pada Belyna. 

"Minum!"

Belyna menggeleng " nggak kak!  Itu obat apa,  kenapa banyak sekali."

"Minum, atau gue siksa Hani!?"

Akhirnya Belyna pun menurut,  setelah meminum beberapa butir obat itu,  tak membutuhkan waktu satu jam,  tubuhnya bereaksi. 

"Kak?"

"Aku kenapa kak?  Arghh.."

"Kak,  jangan siksa aku,  kak!"

"Kakak,  sakit.."

"Mama!"

"Mama,  sakit.."

"Papa... "

"Papa sakit pa.."

Aleta tertawa puas,  " kenapa adikku tersayang.."

"Mama,  hiks.. "

"Mama,  jangan ditinggalin Bela!"

"Mama,  Bela sayang sama mama.."

"Ma,  mama mau ngajak Bela main ya?"

"Hahaha,  aku senang mama datang.."

Belyna mulai berhalusinasi, " kak,  mama datang kak,  ayo maen lagi kaya dulu."

"Kak,  ayo mama ngajak keluar..."

Kemudian,  Aleta menelpon sang ayah untuk melihat kondisi Belyna. 

"Papa,  tolongin Bel,  dia ngomong aneh-aneh.  Aku juga nemuin obat-obatan  di lacinya.  Papa,  tolong cepat kesini,  Aleta nggak tega lihatnya.." Ucapnya mendramalisir keadaan. 

Setelah itu,  Aditya langsung meninggalkan pekerjaanya dan menemui kedua putrinya di rumah. 

Sesampainya di rumah,  Aditya menatap miris melihat Belyna yang berhalusinasi tinggi, putri kesayanganya itu berbicara sendiri dan terus tertawa,  tapi Belyna terus berbicara seakan-akan dia berbicara dengan mendiang almarhumah ibunya yang sudah meninggal saat umur Belyna sembilan tahun. 

"Kenapa,  Bela jadi gini? "

"Aku nggak tau mas,  pas aku datang udah denger suara Aleta yang berusaha nenangin Bela. Bibi juga udah berusaha tenangin Bela,  tapi Bela terus seperti itu."jawab Dewina

"Iya pa,  aku lihat obat ini tadi di meja.  Ini obat apa pa? Aku rasa Bela nggak sakit apa-apa,  kenapa ada obat?" Tanya Aleta

Aditya mengambil obat itu,  pria paruh baya itu menghela nafas kasar. 

"Hubungi dokter segera.."

-TBC-

Udah mau sampe puncak nih gaes😁

Bentar lagi say goodbye sama Hanifa🤗

Jangan lupa vote dan komentarnya🤗

Choice ( SELESAI) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang