DORR...
Peluru itu berhasil menembus betis Vania. Melihat Tantenya yang kesakitan dan terluka seperti itu benar-benar membuat dunia Hanifa runtuh seketika.
Semuanya nampak kalut dan buram, air mata terus mengalir deras, Hanifa berusaha memberontak tapi tanganya terikat.
Aleta tertawa puas, tidak menyadari Dewina yang telah melepaskan tali yang mengikat Hanifa.
Hanifa menatap dewina dengan penuh pertanyaan, matanya terlihat sayu otaknya belum berjalan dengan baik. Tapi, sebuah bisikan itu benar-benar membuat dirinya menjadi sosok yang gelap. Dia tak melihat apapun lagi selain Aleta yang tertawa puas.
"Benar-benar psikopat!" geram Hanifa.
"Sekarang, bunuh dia yang telah menyakiti tante kesayanganmu itu." bisik Dewina yang cukup membuat Hanifa terdorong untuk melakukan hal yang gila.
"ALETA!" teriak Hanifa penuh dengan amarah.
DORR...
"Lo!"
"Arrgghhh..." erang Aleta kesakitan, lalu gadis itu tak sadarkan diri.
Dewina memeluk Hanifa dengan sayang.
"Bagus, sayang. Kamu anak pintar, tenang, kamu melakukan hal yang benar."ucap Dewina berusaha menenangkan Hanifa.
Hanifa masih tak percaya dengan apa yang telah dia lakukan. Dia? Gadis yang selalu lemah lembut itu, menjadi seorang pembunuh saat ini.
"Bunda, ini bukan aku.." gadis itu terus meracau, sepertinya dia hampir kehilangan akal.
"Bunda, aku takut, bunda..."
"Sstttt, sayang. Kamu pintar, kamu baik. Kamu nggak salah, kamu baik sayang, kamu udah balasin dendan bunda,"
Hanifa menatap sang bunda dengan tatapan yang sudah tidak dapat dia jelaskan lagi. " Maksud bunda?"
Dewina mendekati Hanifa dan membisikan sesuatu, yang cukup membuat Hanifa tidak bisa mengatakan apa-apa lagi.
Setelah itu, Dewina tersenyum dan mencium kening Hanifa. " Terima kasih, sudah membalas semuanya Hani. " ucap Dewina lalu berdiri dan melangkah meninggalkan Hanifa yang menatapnya kosong. Lalu, gadis itu pun berteriak histeris.
"KENAPA BUNDA BEGITU TENANG MENGATAKAN SEMUA ITU!!"
"KENAPA BUNDA MENYULITKAN HANI, HANI HANYA MAU SEMUANYA BERDAMAI, HANI NGGAK MAU BERADA DI SITUASI SEPERTI INI."
"BUNDA!! "
Tak menghiraukan teriakan Hanifa, Dewina pun terus melangkahkan kakinya.
"Selamat siang, saya menemukan dua korban pembunuhan bernama Aleta dan Vania, yang di tembak oleh gadis bernama Hanifa Vinanda. Saat ini, saya sudah mengunci tersangka di dalam ruangan. Mohon segera datang ke alamat ini."
---
Di sini lah Hanifa berada. Diruangan serba putih dan lengan yang terborgol.
Tatapan Hanifa nampak kosong, polisi sudah berusaha mengajak Hanifa untuk berkomunikasi. Tapi, gadis itu belum sadar, gadis itu masih terhanyut dengan kejadian dan kejutan yang bertubi-tubi yang menimpa dirinya.
Tak lama kemudian, Haris, Mila, Kenzie, Fero dan keluarganya datang. Haris langsung memelung Hanifa, mengusap-usap kepala Hanifa berusaha membuat putri kecilnya tenang.
"Hani, ini ayah sayang. Kamu kenapa, ayo jawab ayah."ucap Haris.
Tapi, Hanifa masih terdiam, gadis itu hanya terus merasa bahwa dirinya ada di sebuah ruangan yang hampa dan gelap.
"Keadaan Hani masih seperti itu sejak kami menemukan mereka. Ada seseorang yang menelpon pada kami bahwa telah terjadi pembunuhan, dan melaporkan bahwa pembunuhnya atas nama Hani."
"Tapi, melihat raut wajah Hani yang nampak kosong dan tidak bisa berkomunikasi itu membuat kami tidak bisa mengintrogasinya."
"Sepertinya Hani harus di selediki soal mentalnya."
"Maksudnya, Hani gila?" tanya Haris.
"Bukan gila, tapi itu jalan yang bisa membuat kita tahu kejadian yang sebenarnya seperti apa."
"Tapi, Hani juga nggak mungkin melukai tantenya sendiri, pak."
"Maka dari itu, kita harus menunggu pasien sadar untuk bisa membuktikan Hani tidak bersalah."
"Untuk sementara, Hani di sini, sampai kasusnya selesai."
"Saya meminta keringanan pak," ucap Haris
"Biarkan Hani di rumah," tambahnya.
-TBC-
KAMU SEDANG MEMBACA
Choice ( SELESAI)
Teen FictionPeringkat #1 'depresi' Agustus 2020 Peringkat #1 'berat' Oktober 2020 Peringkat #3 'mandiri', Oktober 2020 Peringkat #6 'sederhana' Oktober 2020 Peringkat #7 'choice' Oktober 2020 - Selesai- Liku-liku kehidupan seorang gadis bernama Hanifa Vinanda...