Part 13

473 33 1
                                    

Seorang gadis berdiri di jendela kamarnya,  mengamati dunia luar,  rasanya dia sangat merindukan seseorang.

Sudah dua tahun ia menantikan hari ini,  hari disaat dia mulai merasa aman jika keluar rumah. 

Seseorang menepuk pundaknya pelan.  "Hani? Ayo sarapan,  bukannya kamu mau cari kerjaan hari ini?"

Ya,  Hanifa Vinanda,  gadis itu menganggukan kepalanya.

Jadi,  kemanakah selama ini ia pergi? 

Flashback on

Saat orang-orang Aletta membawanya keluar dari sekolah.  Segerombolan seperti preman menghampiri mereka.

"Oy,  lepaskan Hani!" pekik salah satu dari mereka.

"Kenzie?"seru Hanifa

Kenzie mengalihkan pandanganya pada Hanifa,  lelaki itu memberikan senyuman yang menenangkan. 

"Urus mereka!" seru Kenzie memerintahkan pada orang-orangnya. 

Semua berkelahi tanpa berhenti,  sampai salah satu orang yang menjaga Hani pun lengah,  sehingga Kenzie memukulnya dengan tongkat bola besball.

"Ayo, Han ikut gue!"

"Tapi-" ucapanya terpotong saat Kenzie memasukan Hanifa ke dalam mobilnya. 

"Lo diem dulu,  nanti gue jelasin." perintahnya. 

Hanifa pun menurut,  sedangkan Kenzie menjalankan mobilnya dengan kecepatan tinggi. 

Dua jam perjalanan,  akhirnya mereka sampai di sebuah perdesaan yang nampak sepi.

"Kita kemana,  Ken?"

"Nggak usah takut,  Han.  Disini gue cuma mau ngelindungi lo, dari cewek psikopat macem Aletta."

Setelah melewati jalan yang menurutnya sangat menakutkan karena harus melewati tebing yang begitu tinggi,  akhirnya Hanifa kembali diam dan menurut. 

"Bersiaplah,  sebentar lagi kita sampai."ucap Kenzie.

Hanifa dibuat melongo ketika melihat sebua rumah megah yang sangat mencolok dengan bangunan rumah sekitarnya yang nampak sederhana.

Kenzie menghentikan mobil di depan rumah megah itu,  lalu menuntun Hanifa turun,  karena keadaan Hanifa yang masih belum baik. 

"Pah,  aku pulang!" seru Kenzie. 

Sepasang paruh baya datang menuruni tangga.

"Akhirnya kalian pulang juga." ucap salah satu dari mereka. 

Seketika badan Hanifa menjadi kaku,  ia hafal suara ini.

"A-ayah.."

Sementara Haris tersenyum senang,  gadis kecilnya masih mengingat dirinya. 

"Kamu diam disana,  biar ayah yang kesana."

Air mata Hanifa mengalir deras,  Tuhan telah mengabulkan doanya. 

Terima kasih Tuhan. Ucapnya dalam hati,  ternyata Tuhan masih menyayanginya. 

Ketika Haris hendak memeluk Hanifa,  Kenzie dengan sigap melarangnya.

"Jangan di peluk dulu,  tubuh Hani banyak luka,  Pah."

"Astaga,  sayang maafkan ayah yang baru bisa bawa kamu kesini." ucap Haris dengan penuh rasa bersalah. 

"Nggak papa,  hiks.. Lebih baik terlambat daripada tidak sama sekali." jawab Hanifa

"Hani,  kamu ikut ibu ya." ucap Haris.

Kini Hani memasang wajah cengonya,  sedangkan yang disebut ibu hanya tersenyum lebar. 

"Kok, bu Mila bisa disini?"

"Nanti kita jelaskan,  kamu ikut ibu dulu buat bersihin luka kamu." ucap bu Milla

"Kenzie,  kamu panggil tante Nirmala buat periksa luka Hani." tambahnya. 

Baiklah,  rasa sakitnya sudah ia lupakan sejenak karena kebingungan dengan situasi saat ini.

Sesampainya di sebuah kamar,  Hanifa membuka bajunya. Milla terkejut begitu banyak luka dibadan Hanifa.

"Sejak kapan kamu gini?" tanya Mila

"Sebenernya,  semenjak aku tidur di pangkuan ibu trus aku hilang waktu itu."

"Itu kan sudah beberapa bulan yang lalu,  Hani. Kenapa kamu nggak cerita sama ibu."

"Aku takut, bu." jawabnya lirih.

"Ahk.. pelan-pelan bu, sakit." keluh Hanifa saat Milla membersihkan lukanya. 

"Tahan,  ya. Kamu kuat kok, ibu percaya itu."

Hanifa hanya mengangguk.

"Ada hubungan apa ibu sama ayahku, bu?"

"Yakin,  mau tau?"

"Iyalah bu,  aku penasaran nih."

"Haha,  iya-iya,  ibu cerita ya."

Dengan seksama Hanifa mendengarkan cerita bu Milla,  bahwa ternyata Milla sudah menikah dengan Haris sang ayah dari empat tahun yang lalu. Dan ternyata Haris menceritakan masalalunya yang meninggalkan Hanifa sendirian hanya karena emosi sesaat.  Sebernanrnya dua hari setelah ia pergi,  Haris kembali lagi ke rumah,  tapi Hanifa sudah tidak ada di rumah,  dan ia mendapat kabar bahwa Hanifa di bawa Vania dan Fadil.  Saat ia menyusul,  meminta Hanifa kembali,  tapi Vania dan Fadil menolak karena alasan Hanifa sedang trauma berat.  Semenjak itu Haris meninggalkan kota itu dan memulai hidupnya yang baru karena ia yakin Vania dan Fadil bisa menjaga Hanifa dengan baik.

Beberapa tahun kemudian,  ia menikah dengan Milla yang merupakan rekan kerjanya. 

Setelah mendengar cerita dari Haris,  Milla pun memutuskan untuk menjaga Hanifa dari dekat.  Itulah mengapa Milla sangat perhatian pada Hanifa,  karena bagaimanapun ia benar-benar menganggap putri tirinya itu sebagai anak kandungnya sendiri. 

Mengenai Kenzie,  Kenzie adalah putra dari Milla saat bersama suaminya dulu yang sudah meninggal,  tapi ia kembali menikah dengan Haris.  Pantas saja,  Kenzie sering memperhatikan Hanifa,  karena Kenzie juga ingin melindungi adik tirinya itu. 

Hanifa begitu antusias mendengarnya,  bahkan dia bisa melupakan permasalahanya, gadis itu tersenyum senang.  "Wahh,  bu Milla jadi ibuku benaran dong,  senangnya.." ucapnya senang. 

Sementara itu Milla tersenyum haru,  ia sangat bersyukur ketika Hanifa ternyata menerima dirinya dengan begitu antusias. 

"Syukurlah kalau kamu bisa menerima ibu," ucapnya gemas,

"Loh kenapa?  Ibu takut aku nggak nerima ibu?  Mana bisa aku menolak orang sebaik ibu,  buat jadi ibu tiri aku. Aku malah bersyukur karena ibu benar-benar menjadi ibuku,  bukan embel-embel ibu penjaga perpustakan yang baik hati jadi tempat curhat salah satu siswa SMA. " ucapnya serius itu berakhir dengan nada jenaka.

"Nah udah,  sekarang tunggu dokternya dulu ya.  Ibu mau panggil ayah kamu."

Semenjak kejadian itu, Hanifa terus di dalam rumah untuk menghindari Aletta yang menggila karena dirinya menghilang begitu saja. 

Flashbak off

----TBC----

Choice ( SELESAI) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang