Part 25

414 31 2
                                    

Berada di ruangan yang serba putih,  Hanifa meringis saat ia menggerakan kakinya.  Ternyata ia baru sadar,  kalau kakinya juga terasa sakit. 

"Well,  sekarang gue ada dimana?"

"Mbak,  ada di rumah sakit."

Hanifa langsung menoleh ke sumber suara,  ah ternyata laki-laki yang menolongnya tadi. 

Laki-laki itu tersenyum " Gimana mbak,  udah mendingan?"

"Mending sih. Tapi,  makasih ya."

"Ya udah,  kalau gitu besok kita pulang.  Karena dokter udah ngizinin buat pulang.  Aku nggak punya banyak uang buat biaya mbak dirawat di sini."

"Iya nggak papa,  makasih udah bantuin."

"Rumah mbak ada di mana?  Biar nanti saya antar."

"Rumah saya ada di--" ucapnya terhenti ketika ia mendengar suara yang familiar. 

Suara itu ada di televisi yang ada di luar ruangan. 

"Sebentar.." ucapnya lalu turun dari ranjang rumah sakit. 

"Aduh.." ia baru ingat,  kakinya juga sakit. 

"Bisa tolong antar ke depan?"

"Oh iya bisa."

Laki-laki itu pun memapah Hanifa keluar. Setelah melihat televisi itu,  Hanifa duduk di kursi tunggu,  ada sebuah berita yang mengejutkan. 

"Ah itu,  iya minggu depan kami menikah.  Tunanganku,  Fero sudah tidak sabar untuk segera menikah.  Padahal baru dua bulan kemarin kita tunangan,  katanya sih nggak baik lama-lama menunda pernikahan." ucap Aleta yang sedang di wawancarai. 

Hanifa bahkan lupa jika Aleta seorang selebgram yang saat ini sedang naik daun,  tentu saja berita menyenangkan ini di angkat ke publik. 

Sudah tidak ada harapan lagi di mata indah itu,  Hanifa menghela nafas,  tidak sadar air matanya menetes. 

"Jadi,  ini kejutannya, Ar?"

Hanifa tersenyun tipis,  "Baiklah,  aku terima kejutan ini dengan senang hati.  Mulai saat ini,  aku akan benar-benar tidak akan muncul lagi di hadapanmu,  Ar."

"Mbak?  Mbak kenapa nangis?  Mbak kenal sama orang itu?" tunjuknya pada Aleta yang ada di televisi. 

"Ahh,  aku nggak tau siapa dia. Tapi aku juga nggak ngerti kenapa tiba-tiba menangis."

"Mengenai rumah,  aku tidak punya rumah.  Aku di tipu saat sedang mencari kontrakan baru.  Dan di turunkan di jalan,  sampai aku berjalan ke kebun, eh malah jatuh ke sungai."

Hanifa memandang laki-laki itu penuh harap,  " Apa aku boleh tinggal di rumah kamu?  Aku bisa bantuin apa aja kok,  aku janji setelah mendapat pekerjaan,  aku keluar dari rumah kamu. Pliss." ucap Hanifa

Laki-laki itu menghela nafasnya,  "Oke,  kamu bisa pulang ke rumah aku.  Tapi,  jaga sikap kamu selama di rumah."

"Yes,  makasih!" ucap Hanifa dengan semangat.

"Adududuh..." ia lupa kakinya masih sakit. 

"Makanya jangan petakilan mbak."

"Aduh iya-iya.  Jangan mbak-mbak mulu deh,  aku punya nama,  kenalin namaku Ifa.  Kamu siapa?" Hanifa sengaja menggunakan nama itu,  agar tidak ada orang yang mengenalinya saat laki-laki itu memanggilnya. 

"Aku Cakra."

"Ya udah,  Cakra,  mohon bantuannya ya." ucap Hanifa dengan tersenyum lembut.

Pipi Cakra terasa panas. 

Apa-apaan itu,  kenapa manis sekali. Batin Cakra

----

"Bukne,  Cakra pulang!"

"Walah,  kamu dari mana saja, ibuk khawatir,  le."

"Gini bukne,  kemarin Cakra pulang dari kebun,  eh nemuin cewek yang minta tolong. "

"Jadi,  Cakra langsung bawa dia ke rumah sakit, soalnya banyak luka-luka.  Kakinya juga keseleo."

"Dan sekarang dia ada diluar bukne,  mau nginep di sini boleh ndak? "

"Itu orang asing loh,  Cak." ucap ibu Cakra

"Iya sih buk,  tapi kasian dia nggak punya  apa-apa lagi,  dia ditipu orang.  Logatnya bicaranya kaya orang sunda. "

" Aduh,  kasian juga ya.  Ya udah nggak papa kalau gitu. Suruh dia masuk aja,  kasian."

Setelah itu Cakra membuka pintu dan mengajak Hanifa masuk.

"Fa,  masuk aja.  Ibukku ngizinin kamu nginep di sini kok."

"Wah,  makasih banget ya." ucap Hanifa.

Hanifa nampak memperhatikan setiap inci rumah yang akan ia tempati saat ini.  Lantainya masih berupa tanah,  dinding rumah ini juga terbuat dari bilik bambu,  ruangannya cukup luas,  sungguh benar-benar nuansa rumah perdesaan.

"Wah,  jadi ini to yang namanya Ifa,  cantik juga kamu nduk."

"Maaf ya,  rumah ibu nggak bagus tapi nyaman kok buat berteduh."

Hanifa tersenyum,  " Nggak papa kok bu,  Ifa bersyukur masih bisa berteduh disini."

"Maaf,  Ifa ngerepotin ibu sama Cakra."

"Nggak papa, nduk. Kamu istirahat aja dulu.  Biar ibu siapin makanan dulu buat kalian. "

"Ifa bantuin ya bu, "

"Loh,  ndak usah.  Kamu istirahat aja,  duduk dulu. Lagian kaki kamu masih sakit kan."

Hanifa kembali tersenyum " makasih,  bu."

"Iya sama-sama."

Saatnya membuka lembaran baru,  Hanifa Vinanda. Batin Hanifa

-TBC-

Choice ( SELESAI) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang