Part 16

516 30 2
                                        

Di sebuah Cafe dekat kampus,  Kenzie dan Hanifa sedang menunggu pesanan datang.  Niat hati ingin memberi kejutan untuk Kenzie,  malah dirinya yang mendapatkan kejutan,  double pula.

Hanifa terus menatap tajam pada Kenzie,  sedangkan Kenzie pura-pura sibuk dengan ponselnya.  Berharap Hanifa lelah menatapnya seperti itu,  tapi nyatanya Hanifa tidak menyerah begitu saja. 

Kenzie menghela nafas kasar, meletakkan ponselnya dan mengangkat tangannya " Oke iya,  gue nyerah!"

Hanifa tersenyum mendengar Kenzie yang menyerah,  dengan jurus utamanya puppy eyes,  gadis itu juga mengedipkan matanya. 

Wajah Kenzie memerah melihat tingkah Hanifa yang menggemaskan,  tadinya ia merasa bingung harus cerita dari mana,  tapi melihat tingkah Hanifa seperti itu dia ingin ketawa duluan. 

"Hahahaha... "

"Aish..." keluh Hanifa lalu menjitak pelipis Kenzie,  tak peduli jika orang yang di hadapanya ini adalah kakaknya,  toh umur mereka cuma beberapa bulan.

"Haduh.. Iya-iya.  Fero  emang sekampus sama gue. Gue males cerita ini ke lo, karena gue pikir lo nggak mau tau lagi tentang mereka,  toh lo juga mau memulai hidup yang baru kan?  Gue males nyeritain tentang mereka ke lo."

Hanifa memutar bola matanya malas,  " Iya,  tapi gara-gara lo gue hampir aja celaka, Ken!"

"Sebelum gue ketemu Fero,  gue ketemu Aleta tau!  Dia ngajak ngobrol gue,  ampun deh hampir kecolongan." tambahnya

"Seriusan? Tapi,  salah lo sendiri dateng nggak bilang-bilang."

"Hish!  Gue juga nggak akan dateng kalo tau mereka sekampus sama lo,  Astaga!"

"Kok gue sih!"

"Ya salah lo lah!"

"PERMISI,  PESANAN DATANG!" ucap seorang pelayan yang sebal karena Hanifa dan Kenzo berisik sekali.

"KOK NGEGAS SIH!" jawab Kenzo dan Hanifa bersamaan.

"Eh.." Hanifa tersenyum malu,  karena baru sadar ia telah membuat kegaduhan.

"Lo sih.." umpat Hanifa pelan menyalahkan Kenzie. 

Kenzie hanya menahan tawa,  dan mengangkat kedua bahunya seolah menjawab umpatan Hanifa.

---

Sementara itu,  Fero mengingat ingat kejadian tadi di kampus. 

"Dara?"

"Kok bisa mirip ya sama Hani,  cuma penampilannya aja yang beda."

"Suaranya juga mirip banget."

"Gue nggak ngehalu kan tadi?  Tapi beneran kok dia mirip banget sama Hani."

"Apa jangan-jangan..."

Fero menggelengkan kepalanya,  dia mulai merasa gila saat ini.  Merindukan Hanifa yang sudah hilang entah kemana,  membuatnya benar-benar frustasi. 

Tapi,  ibunya sudah menyuruh dirinya untuk mengikhlaskan Hanifa.  Karena Hanifa sudah terlalu lama menghilang,  rasanya sangat mustahil gadis itu bisa kembali lagi,  kecuali jika dia masih hidup.

Harapan Fero tentang Hanifa memang sudah mulai menipis,  tapi kali ini apa bisa dia kembali berharap lebih banyak lagi?

Lagi dan lagi kejadian tadi terus berulang-ulang seolah mengatakan jika dia harus menyelidiki tentang siapa Dara. 

Baiklah,  apa dia harus merusak hubungan orang lain?  Ayolah,  itu bukan gaya seorang Arfero  Putra Alviano. 

Tok..tok..tok...

Choice ( SELESAI) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang