Pagi ini begitu cerah, Hanifa bangun dari tempat tidurnya, mendapati dirinya yang yeah seperti zombie yang nyata.
Kelopak matanya menghitam bagaikan mata panda, wajahnya lebih pucat, dan seperti tak memiliki gairah untuk menjalani kegiatan di hari ini.
"Huh.." gadis itu menghela nafas.
Tok...tok..tok...
"Hani, cepat bangun. Kenzie udah nungguin kamu."
"Iya, tan. Aku mau mandi dulu."
Semalam gadis itu mimpi buruk, ah tidak, sebenarnya semenjak semuanya telah berakhir, gadis itu sulit untuk tertidur dengan tenang. Maka, pantas saja jika ia terlihat seperti zombie sekarang. Ditambah dengan perkataan Fero saat itu membuatnya penasaran akut, tapi dengan mengesalkanya Fero mendadak hilang dari jangkauannya.
Hari ini, ia akan ikut Kenzie ke Jogja untuk mengunjungi rumah sang nenek. Karena Kenzie sedang libur semester selama satu bulan kedepan. Lebih tepatnya, Kenzie yang mengajak Hanifa, karena jujur saja lelaki itu sangat sebal melihat adiknya terlihat begitu berantakan, ia harus membuat Hanifa melupakan semua yang terjadi terutama tentang Fero.
"Sudah siap?" tanya Vania.
"Udah, tan."
"Ya udah, hati-hati. Jaga dirimu selalu dan berbahagialah."
Hanifa tersenyum lalu memeluk Vania, ia butuh pelukan itu, agar ia merasa Dewina yang menenangkan dirinya.
"Tenang aja, tante. Pasti di Jogja Hanifa seneng banget."
" Its oke, tante percaya sama kamu."
Hanifa menatap rumah itu sejenak, melihat keadaan dan suasana di sekitarnya. Mungkin, ia memang harus beristirahat sejenak.
"Selamat tinggal, tante!"
"Bukan selamat tinggal, tapi sampai jumpa lagi, Hani!"
Hanifa tersenyum, " Ah iya, dadah!" seru Hanifa sembari melambaikan tangannya.
"Siap?" tanya Kenzie.
"Yap." jawab Hanifa yakin.
Kenzie pun melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang. Sementara Hanifa duduk terdiam, memperhatikan jalan yang mungkin akan dia rindukan.
Ah, menyebalkan sekali. Kenapa seolah-olah dia akan pergi begitu lama.
"Tidur aja, perjalanan masih panjang." seru Kenzie memperingati, karena jarak Bandung dengan Jogja membutuhkan waktu sepuluh jam jika menggunakan mobil. Kecuali, jika perjalanan tidak macet.
"Iya," jawab Hanifa pelan. Lagi pula, gadis itu memang membutuhkan tidur yang cukup.
Setelah itu, semuanya menjadi gelap, hanya alam mimpi yang menyambutnya dengan senang hati.
"Get well son, mygirl."
---
"Han.."
"Hani.."
"Han..?
Kenzie menghentikan mobilnya di pinggir jalan, dia berusaha membangunkan Hanifa pasalnya gadis itu mengigau memanggil nama Fero.
Lelaki itu mengusap keringat yang keluar dari kening Hanifa. Dia masih ingat perkataan Vania, bahwa sudah selama satu bulan Hanifa tidak tidur nyenyak karena terus memimpikan Fero.
Terkadang, Gadis itu lebih memilih tidak tidur agar ia tidak tersiksa menemui Fero dalam mimpi, yang benar saja, gadis itu mulai merasa gila.
"Ar, jangan tinggalin aku.."
Kali ini, Hanifa nampak menangis dalam tidurnya.
"Its oke, ada aku disini, Han." jawab Kenzie yang langsung memeluk Hanifa, berusaha menenangkan gadis itu.
Mengusap kepala Hanifa dengan lembut, " Bangunlah, hadapi kenyataan." bisik Kenzie.
Setelah itu, Hanifa terbangun. Dengan wajah terkejut, karena tiba-tiba ia di hadapkan dengan dada bidang lebar yang sepertinya memang begitu nyaman.
Ais, lo mikirin apa sih, Han!. Batin Hanifa
"Udah sadar?"tanya Kenzie memastikan, dan ternyata Hanifa mengangguk sebagai jawaban.
"Its oke, lo bisa bersandar di gue sampai kapan pun, kalau lo butuh kenyamanan."
"Thanks.." jawab Hanifa pelan, dia memang membutuhkan hal ini.
Kenzie mengelus elus puncak kepala Hanifa, agar gadis itu bisa kembali tertidur. Anggap saja, ia juga butuh mengistirahatkan tangannya yang terasa pegal karena menyetir selama empat jam ini.
"Kak.."panggil Hanifa
"Hm.." gumam Kenzie
"Maafin gue ya."
"Maaf atas apa? "
"Udah bikin lo khawatir."
"Lo adik gue, Han. Yah, meski cuma adik tiri, tapi dari dulu gue pengen punya adik cewek. Dan sekarang Tuhan udah ngabulin permintaan gue, wajar kalau gue selalu khawatirin lo setiap saat, gue nggak mau menyia-nyiakan kesempatan buat jaga hadiah terindah yang Tuhan berikan ke gue. "
"Uhhh, uwu sekalee.."
Pletak..
"Lo ya, lagi serius malah bercanda."
"Ahaha.."
Melihat Hanifa yang tertawa, Kenzie pun ikut tertawa.
Teruslah tertawa, Mygirl. Batin Kenzie
"Lo tau nggak?" tanya Hanifa
"Apa?" jawab Kenzie
"Ternyata lo ganteng juga ya."
"Anjiirrr.. Lo baru sadar?"
"Iya, gue baru sadar kalo lo ganteng tapi jomblo.." pekik Hanifa
"Lo!" tunjuk Kenzie pada Hanifa
"Lo belok ya?"
"Anjirr, gue normal!"
"Amasa... "
"Hanifa Vinanda...!" teriak Kenzie dan berakhir dengan menggelitiki Hanifa.
"Aahaha.. Ampunn... Gelii ihh.." pekik Hanifa
"Salah lo sendiri, jelek-jelekin gue. Gue tampan dan normal kek gini lo sebut belok? Hah!!! Lo sama Fero sama--" ucapan Kenzie terhenti ketika mata Hanifa terlihat sendu lagi.
"Udah, gue mau tidur.." ucap Hanifa lalu pindah duduk di bagian belakang.
"Han, sorry.. " ucap Kenzie
Tapi, tak ada jawaban sama sekali.
Sial, gue keceplosan. Batin Kenzie
Karena tidak ada jawaban, dan keadaan menjadi hening, Kenzie pun kembali melanjutkan perjalanannya yang tertunda.
"Baiklah, istirahatnya udah cukup."
"Berangkat... "
-TBC-

KAMU SEDANG MEMBACA
Choice ( SELESAI)
Teen FictionPeringkat #1 'depresi' Agustus 2020 Peringkat #1 'berat' Oktober 2020 Peringkat #3 'mandiri', Oktober 2020 Peringkat #6 'sederhana' Oktober 2020 Peringkat #7 'choice' Oktober 2020 - Selesai- Liku-liku kehidupan seorang gadis bernama Hanifa Vinanda...