Peringatan!!
Part ini mengandung kekerasan, harap tidak untuk di tiru.😈😈😈
Tentang gosip mengenai Hanifa, sekarang sudah terhapus bersih. Hanifa bersyukur karena Fero telah menyelesaikan semuanya.
Tapi, karena ulahnya kini Hanifa kembali dalam keadaan tersiksa. Lukanya yang belum kering, kini kembali basah dan semakin melebar.
Kini bukan lagi sang Bunda yang melakukannya tapi anak kesayanganya yang bisa di sebut saudara tirinya.
"Ahk.. "
Pats...
Cambukan itu melayang tepat di kaki Hanifa, entah bagaimana lagi nanti ia berjalan, rasanya pedih dan panas.
"Lo udah di kasih kesempatan buat memilih, tapi lo masih diem!"
Hanifa tersenyum sinis " Lebih baik gue mati, daripada gue harus ngelepasin Fero buat cewek psikopat kek lo!"
"anj*ng! " ucap orang itu marah dan kembali melayangkan cambukan itu pada Hanifa.
"Akh.. Brengsek!" ringis Hanifa
Sebenarnya bukan masalah Fero, tapi ia tidak mau keluarga Fero menjadi bermasalah jika Fero menjadi pasangan gadis gila di hadapanya ini.
Hanifa lebih memilih mati perlahan tapi dia bisa memastikan Fero dan keluarganya baik-baik saja, daripada ia hidup harus melibatkan orang lain dalam bahaya.
"Lo mau mati?" tanya orang itu
"Gue mati pun Bunda nggak akan nyesel kan, lo bisa siksa gue sepuas lo!"
Orang itu menggelengkan kepalanya.
"A.. A.. A.. gue nggak akan buat Bunda gue bahagia liat lo mati."
"Karena lo adalah kunci tersiksanya Bunda gue selama ini."
"Upsiii.. Bunda Dewinamu tersayang juga, ya."
---
Ujian Nasional telah datang, Hanifa mengerjakanya dengan menahan rasa sakit di lengan atasnya.
Kakinya masih terasa perih, gadis sialan itu benar-benar membuatnya tersiksa, membiarkan dia mati secara perlahan.
Karena hari ini adalah hari terakhir ujian, setidaknya Hanifa bisa bernafas sebentar saja.
Semua teror yang ia alami selama ini, selalu ia simpan baik-baik. Ia tak pernah mengeluhkan hal itu, lebih baik teror daripada rasa cambukan itu yang meninggalkan bekas luka yang terlihat, meski masih bisa ia tutupi dengan seragam panjangnya.
Fero mulai merasa Hanifa semakin menjauh, tapi ia juga tidak bisa memaksa Hanifa.
"Mau pulang sekarang?"
"Iya, aku capek."
"Tapi, aku mau bicara sebentar sama kamu."
"Iya kita juga mau bicara sama lo, Han." ucap Zeina dan Belyna menyambung obrolan mereka.
Fero, dan kedua sahabatnya itu sudah mulai menyadari ada hal yang tidak beres terhadap Hanifa. Cara jalannya juga terlihat tidak baik, sikap Hanifa benar-benar membuat mereka curiga.
"Tapi.."
"Han, bentar aja."ucap Zeina dengan menepuk pelan punggung Hanifa.
"Ahk.. " erang Hanifa yang merasakan sakit. Luka di punggungnya masih baru, jadi sangat sakit jika di sentuh.
"Lo kenapa?"
"Kamu kenapa?" tanya mereka bersamaan.
Hanifa hanya meringis menahan sakit, " Nggak, ya udah kalian mau ngomong apa."
"Ya udah, kamu ikut aku." ujar Fero dengan menarik tangan Hanifa.
Lagi-lagi Hanifa meringis kesakitan.
"Kamu kenapa sih?"
"Iya Han, lo kenapa sih." tambah Zeina
Belyna hanya diam dan menatap miris pada Hanifa.
Sementara Hanifa hanya menggeleng, sebagai tanda jawaban.
Saat semuanya sudah berada di ruangan rahasia Fero.
Belyna bersuara " Stop Han, gue nggak bisa diem terus."
Sementara Hanifa menggeleng, menatap Belyna dengan penuh permohonan agar Belyna tak melanjutkan perkataannya.
Fero dan Zeina saling tatap, sepertinya hanya mereka berdua yang tidak tau apapun.
"Jadi, jelaskan ada apa ini, Bel? " lanjut Fero
Belyna sudah tidak memperdulikan tatapan memohon dari Hanifa. Gadis itu mendekati Hanifa seperti meraih sesuatu, Tapi, Hanifa terus mundur dan menghindar.
"Fer, Zen, gue minta kalian pegang Hani."
Meski merasa bingung Fero dan Zeina hanya menurut, meski Fero harus ikut meringis melihat Hanifa yang nampak kesakitan.
Ada apa sebenarnya ini. batin Fero mempertanyakan kejadian ini.
Belyna mengeluarkan gunting, cukup membuat Fero dan Zeina terkejut.
"Lo mau apain Hani, hah!" bentak Fero, yang kini malah melindungi Hanifa.
Belyna mendengkus sebal " Plis deh Fer, gue nggak mungkin nyelakain Hani."
Sementara Hanifa hanya terdiam tidak bisa memberontak, karena semakin ia berontak, luka di tubuhnya semakin melebar.
Melihat kejujuran di mata Belyna, Fero pun percaya dan kembali memegang Hanifa.
Belyna menggunting lengan baju Hanifa dan juga rok Hanifa.
Sementara pada akhirnya Hanifa menangis sejadi-jadinya melihat Zeina dan Fero hanya terdiam melihat dirinya yang hancur.
Zeina menutup mulutnya, luka di lengan dan kaki Hanifa bukan luka jatuh atau pun kecelakaan. Tapi itu lebam dan ada juga luka sayatan pisau yang mulai mengering.
"Siapa?" tanya Fero yang masih menatap tajam pada Hanifa.
Sementara Hanifa hanya menangis dan menggelengkan kepalanya.
"Maafin gue, ini semua salah gue." ucap Belyna lirih
Tatapan tajam Fero beralih pada Belyna, melangkah pelan menghampiri Belyna. Sedangkan Zeina semakin syok dengan kejadian yang benar-benar diluar perkiraannya.
"Beraninya.." geram Fero dengan mencekik Belyna
Melihat hal itu, Hanifa berlari berusaha melindungi Belyna.
-----TBC----
Syok nggak,?
Be aja sih ya😂
KAMU SEDANG MEMBACA
Choice ( SELESAI)
Teen FictionPeringkat #1 'depresi' Agustus 2020 Peringkat #1 'berat' Oktober 2020 Peringkat #3 'mandiri', Oktober 2020 Peringkat #6 'sederhana' Oktober 2020 Peringkat #7 'choice' Oktober 2020 - Selesai- Liku-liku kehidupan seorang gadis bernama Hanifa Vinanda...