Peringkat #1 'depresi' Agustus 2020
Peringkat #1 'berat' Oktober 2020
Peringkat #3 'mandiri', Oktober 2020
Peringkat #6 'sederhana' Oktober 2020
Peringkat #7 'choice' Oktober 2020
- Selesai-
Liku-liku kehidupan seorang gadis bernama Hanifa Vinanda...
"Hatiku tidak bisa menerima kerusakan ini, dan yang aku rasakan, tidak bisa menahannya." -changes-
Fero melangkahkan kakinya pelan tanpa suara, lelaki itu tersenyum tipis melihat seorang gadis yang tak pandai berbohong itu. Ayolah, Hanifa tidak pernah bisa membohongi Fero, karena Fero tau seperti apa seorang Hanifa Vinanda.
Laki-laki itu langsung memeluk Hanifa tanpa suara.
"Jangan kurang aj---" ucap Hanifa terhenti ketika melihat Fero menatapnya tajam.
"I Found you, baby." ucap Fero, lalu menggendong Hanifa. Sementara Hanifa terus memberontak.
"Turunkan aku, Ar!" pekik Hanifa marah dan terus memukul bahu Fero.
Fero hanya diam dan terus berjalan menuju ruangan khusus untuk keluarganya.
Brukk..
"Ahk.. " Hanifa meringis saat Fero menurunkanya tanpa perasaan ke sofa.
Fero terdiam, hanya terus menatap tajam Hanifa. Lelaki itu merindukan gadis yang sedang duduk di hadapanya saat ini, tapi ia juga merasa marah ketika mengingat perkataan Kenzie waktu itu, ' pacar?'.
Yang benar saja, Hanifa menghilang begitu lama dan hadir dengan sebuah kejutan besar? Bersikap seolah tidak mengenalnya sama sekali, dan berubah menjadi orang lain. Fero tidak bisa menerima itu, apakah Hanifa tidak memikirkan dirinya yang benar-benar frustasi ketika Hanifa menghilang saat keadaan yang begitu kacau. Fero bahkan sempat menggila saat menghilangnya Hanifa.
Apakah Hanifa tidak tahu, betapa hancur hatinya, kehilangannya tanpa ada berita sedikit pun tentang keadaanya, lalu dengan tiba-tiba hadir dengan memberikan luka. Rasanya, perjuangan Fero terasa sia-sia.
Tapi, bolehkah dia mendengar perkataan itu secara langsung dari Hanifa?
Semuanya nampak hening, Hanifa yang terus terdiam dan memalingkan wajahnya. Gadis itu ingin melompat ke pelukan lelaki yang berada di hadapannya, tapi ia masih merasa takut. Karena Aleta bisa saja kembali menghancurkan segalanya. Setidaknya, sampai ia bisa menyingkirkan Aleta.
"Pacar?" ucap Fero berusaha memastikan sesuatu.
Hanifa hanya terdiam, dia tidak bisa berbicara yang bisa saja menyakiti Fero.
"Tolong jawab."
Hanifa masih terdiam, lalu mengangguk.
Fero menghela nafas berat, memejamkan matanya berusaha menahan segala amarah dan kekecewaan.
"Tatap aku, dan katakan kalau kamu berpaling dariku, dan telah bahagia bersama Kenzie."
Kali ini Hanifa yang memejamkan matanya, bukan menahan amarah dan kekecewaan, tapi menahan air matanya agar Fero percaya padanya. Hingga tanpa sadar, gadis itu menggigit bibirnya sendiri karena ia merasa tidak sanggup untuk mengatakan hal yang menyakitkan itu.
Ayolah Fero, mohon kerja samanya untuk mengerti keadaan Hanifa saat ini.
"Iya, aku bahagia bersama Kenzie." ucapnya yang akan ia sesali seumur hidupnya.
"Tapi, kenapa?" tanya Fero.
Hanifa hanya terdiam.
Melihat Hanifa yang terus terdiam, laki-laki itu pun menggebrak meja. Lalu meninggalkan Hanifa begitu saja.
"Maaf." batin Fero dan Hanifa bersamaan.
Setelah pintu tertutup keras. Hanifa menjerit dan menangis tanpa bisa ia kendalikan.
Hancur sudah, semuanya telah hancur.
"Maafkan aku yang lebih memilih keselamatanku untuk saat ini. Aku masih ingin hidup, Ar." gumamnya lirih.
Tapi, rasanya percuma saja ia hidup dengan rasa sakit ini, sebenarnya apa yang Hanifa inginkan. Hidup agar terus bisa mengawasi Fero dari jauh, atau berada disamping Fero, lalu mati?.
---
Malam itu, tiba-tiba saja hujan turun begitu deras. Fero hanya duduk di bangku taman, membiarkan hujan mengguyur tubuhnya.
Apa yang sebenarnya terjadi saat ini. Kenapa semuanya menjadi seperti ini. Penantian dan harapanya selama ini berakhir dengan kehancuran yang tidak pernah ia pikirkan sama sekali.
Hatinya benar-benar hancur saat ini. Hanifa, mataharinya telah menghilang. Dia benar-benar tidak mengenali Hanifa yang seperti tadi.
Menatap gelang yang ia pakai dengan berliontin kunci itu dengan perasaan yang sudah tidak bisa ia jelaskan lagi.
"Kenapa kamu jadi begini? Kenapa, hah!?"
"Keparat!" teriaknya lalu membuang gelang itu.
---
Di sisi lain, Hanifa menangis tanpa suara. Melihat seseorang yang sangat ia cintai itu begitu frustasi, dirinya telah berhasil menghancurkan hati orang yang ia cinta.
Setelah hujan reda, Fero meninggalkan tempat itu entah kemana. Sedangkan Hanifa menghampiri tempat itu, berusaha mencari gelang itu dalam kegelapan. Ia akan menyimpannya untuk dirinya sendiri.
Namun, dalam kegelapan seperti ini, Hanifa tidak bisa melihat apapun. Lampu taman tidak terlalu terang untuk taman seluas ini.
Hingga pada akhirnya ia memutuskan untuk tidur di bangku taman, agar esok hari ia dengan cepat menemukan gelang itu, sekaligus dia memang tidak ingin pulang, karena Kenzie menginap di kos'annya malam ini.
Menatap langit yang gelap tanpa bintang, Hanifa tertawa rapuh, " Apa ini akhirnya? Haha,"
"Hahaha.. " terus tertawa dengan air mata yang terus membanjiri.
"Arfero Putra Alviano, aku mencintaimu, sayang. " gumamnya lirih lalu tertidur, ia merasa lelah dan juga sepertinya malam ini begitu dingin.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.