Akhirnya, Hanifa bisa kembali ke rumah. Tapi, bukan rumahnya, melainkan rumah keluarga Fero. Willy yang menjamin Hanifa agar bisa pulang, ia sudah menyewa pengacara untuk Hani.
Karena ia tahu siapa dalang dibalik semua kejadian itu. Dari dulu, ia menyelidiki Aleta dan keluarganya. Karena melihat Fero yang terlihat frustasi akibat keadaan Hanifa yang selalu terancam, sedangkan Willy tidak mengizinkan Fero untuk mengotori tanganya, biarkan dirinya yang menyelesaikan semuanya. Karena ia sudah sangat tahu dunia ini seperti apa. Ia ingin Fero fokus pada masa depannya yang baik, tanpa ada kotoran yang menempeli putranya.
Meski, entah bagaimana bisa takdir menemukan Fero dengan Hanifa, seorang gadis yang memiliki berbagai masalah di dalam hidupnya. Membuat Fero harus ikut terbawa dalam masalah.
Saat ini, Friska sedang membersihkan tubuh Hanifa dengan washlap handuk. Karena keadaanya begitu buruk, mental Hanifa benar-benar tertekan. Hingga gadis manis yang berada di hadapanya ini terlihat seperti mayat hidup.
Gadis itu masih terdiam selama satu bulan ini, bahkan Fera yang super cerewet pun menyerah untuk menghibur Hanifa. Terkadang Fera memakinya agar Hanifa sadar, tapi Hanifa tetap terdiam dengan tatapan kosong.
Setelah mengganti baju Hanifa, Friska pun mencium kening Hanifa. " Cepat sembuh ya, kasian Fero khawatir banget sama kamu."
"Semua orang menunggumu, sayang."bisik Friska.
Hanifa pun mengedipkan matanya,
" Bunda.. "Friska yang hendak menutup pintu pun, langsung kembali menghampiri Hanifa.
"Hani, ini mommy. Kamu sadar, sayang?" ucap Friska dengan menggengam tangan Hanifa.
"Sebentar, mommy panggilkan dokter dulu." ucapnya lalu pergi turun ke bawah.
---
Fero duduk di samping Hanifa, lelaki itu memegang erat tangan Hanifa.
"Gimana dok?"
"Ada kemajuan, Hani sudah bisa merespon. Tapi, dia masih belum bisa banyak bicara. Sebaiknya ajak dia ngobrol yang menyenangkan, jangan dulu membicarakan hal yang sensitif."
"Syukurlah, kalau gitu, terima kasih, dok."
Dokter pun mengangguk, "kalau gitu, saya permisi."
Setelah semuanya pergi, Fero mengusap-usap kening Hanifa. Berusaha menyalurkan energi positif, agar Hanifa secepatnya pulih.
Cup
"Cepat sembuh ya sayang." ucapnya, tapi Hanifa hanya mengedipkan matanya.
Air mata gadis itu mengalir, membuat Fero yang berada di sampingnya langsung memeluknya erat.
"Kamu kenapa, Nda?"
----
Sementara itu, seorang gadis yang telah tertidur cukup lama akhirnya terbangun. Gadis itu mengedipkan matanya beberapa kali untuk menyesuaikan dengan cahaya ruangan. Kemudian, ia memperhatikan ruangan itu dengan baik.
Kabel infus dan kabel oksigen yang menempel di dalam tubuhnya, membuatnya sadar bahwa dirinya saat ini berada di rumah sakit.
"Pa...pa.."serunya lirih.
"Pa..."panggilnya sekali lagi.
Seorang yang di panggilnya papa itu terbangun dari tidurnya. Aditya Bramantyo, seorang CEO yang memiliki beberapa perusahaan besar di Indonesia. Ia adalah ayah dari Aleta.
"Al? Kamu sudah sadar nak? Apa yang sakit bilang ke papa?" Tanyanya beruntun.
Aleta, gadis itu tersenyum tipis, lalu menggeleng " Papa, nggak kerja?"
"Enggak, papa terus khawatir sama kamu. Kamu udah sebulan koma. Mama kamu juga ngilang entah kemana."
"Mama?"
"Akh..." Keluh Aleta ketika dirinya mulai merasakan sakit di perutnya.
"Kamu jangan gerak dulu, biar papa panggilkan dokter dulu."
"I-iya.."
Setelah Aditya pergi, Aleta mengumpat kasar.
"Anj*ng, ternyata tuh bocah bisa ngelawan!" Umpatnya, setelah mengingat saat Hanifa menembaknya dengan tatapan muak yang menyebalkan. Sampai Aleta tidak bisa menerima jika Hanifa bisa berbuat hal yang berada di luar Jodugaan.
Tak lama kemudian, tiga orang berbaju putih datang.
"Permisi, kami harus membawa anda ke ruangan lain untuk pemeriksaan lebih lanjut."
"Papa saya mana?"
"Yang anda maksud pak Aditya?"
"Iya, kemana dia?"
"Dia sedang membeli makanan untuk anda."
Kemudia Aleta pun mengangguk setuju, dan menuruti perintah mereka. Lagi pula, badannya sangat lemah,
Selang beberapa menit, Aditya datang dengan seorang dokter dan satu orang suster.
"Aleta kemana?"
----
Sementara di sisi lain, seseorang kabur dari sebuah rumah sakit.
"Hei! Tunggu jangan kabur!"
Seseorang itu terus berlari, hingga ia sampai di sebuah jalan, dan menghentikan sebuah taxi.
"Pak jalan cepat!"
"Baik,"
Aku harus menyelesaikan semua kesalahan ini, aku nggak mau terlambat memperbaiki semuanya. Tuhan, beri aku kesempatan agar semuanya cepat berakhir.batin orang itu.
-TBC-
Dirgahayu Indonesiaku yang ke 75🎉🎈🎈
Semoga Indonesia membaik dan kembali normal seperti dulu🤗
Jangan lupa vote dan komentarnya:*
KAMU SEDANG MEMBACA
Choice ( SELESAI)
Fiksi RemajaPeringkat #1 'depresi' Agustus 2020 Peringkat #1 'berat' Oktober 2020 Peringkat #3 'mandiri', Oktober 2020 Peringkat #6 'sederhana' Oktober 2020 Peringkat #7 'choice' Oktober 2020 - Selesai- Liku-liku kehidupan seorang gadis bernama Hanifa Vinanda...